Memadukan Kecerdasan, Daya Juang, dan Spiritualitas
Jum'at, 18 September 2020 - 10:06 WIB
Imam Safe'i
Pasien Isolasi Covid-19 di RS Hermina
MANUSIA itu unik. Memandang sosok manusia bisa dilihat dari pelbagai sisi dan yang paling gampang dilihat adalah fisik. Kurus, gemuk, tinggi, rendah, rupawan, sederhana dan lain-lain wajah fisik dengan mudah kita mengenalinya.
Tetapi ada unsur-unsur lain dalam diri manusia yang untuk memahaminya diperlukan pelbagai informasi dan data untuk menyimpulkannya. Sesorang yang disebut memiliki kecerdasan tinggi misalnya, mungkin baru bisa dilihat setelah dilakukan pengukuran kecerdasan (intelligence quotient).
Biasanya orang-orang cerdas atau hebat selalu dihubung-hubungkan dengan hasil pengukuran IQ. Jika hasil pengukurannya tinggi mereka disebut sebagai orang cerdas. Dan orang-orang cerdas inilah yang biasanya dihubungkan juga dengan orang-orang berprestasi di sekolah atau kampus karena dikaitkan ranking atau indeks prestasi.
Banyak lagi sebenarnya predikat yang bisa disematkan kepada seseorang. Seperti orang hebat, sukses, bijak, dan lain-lain yang pengukuran tentu lebih sulit dibandingkan mengukur kecerdasan intelektual karena sudah ada instrumen yang mashur dan disepakati banyak pihak.
Oleh karena itu belakangan ini muncul banyak istilah-istilah yang ada kaitannya dengan kecerdasan seperti emotional quotient (EQ), adversity quotient (AQ), dan spiritual quotient (SQ). Munculnya temuan dan pemikiran ini menjadikan kita tidak lagi tunggal mengatakan bahwa orang hebat dan sukses itu bukan semata-mata karena kecerdasan intelektual saja tetapi juga ditentukan kecerdasan yang lainnya.
Dari sini para pakar pendidikan memulai menggali potensi selain IQ untuk dioptimalkan dalam rangka mendefinisikan sebuah keberhasilan. Berdasarkan argumen-argumen baru ini orang tidak lagi pesimis ketika dinyatakan IQ rendah atau kurang cerdas intelektualnya karena mereka masih memiliki potensi lain yang jika dikembangkan juga mampu meraih keberhasilan sebagaimana orang-orang yang memiliki IQ tinggi. Banyak contoh yang ditunjukkan dengan mereka yang memilki EQ, AQ, SQ yang baik mereka juga akan memperoleh keberhasilan dalam bidang tertentu yang juga mengagumkan.
Oleh karena itu, jika kita tidak atau kurang mampu dalam salah satu kecerdasan bisa mengembangkan kecerdasan yang lain syukur-syukur mampu memadukan semua potensi kecerdasan tersebut. Dengan demikian semakin banyak kecerdasan yang dioptimalkan tentu akan lebih baik jika dibandingkan hanya salah satu kecerdasan yang dikembangkan.
Pasien Isolasi Covid-19 di RS Hermina
MANUSIA itu unik. Memandang sosok manusia bisa dilihat dari pelbagai sisi dan yang paling gampang dilihat adalah fisik. Kurus, gemuk, tinggi, rendah, rupawan, sederhana dan lain-lain wajah fisik dengan mudah kita mengenalinya.
Tetapi ada unsur-unsur lain dalam diri manusia yang untuk memahaminya diperlukan pelbagai informasi dan data untuk menyimpulkannya. Sesorang yang disebut memiliki kecerdasan tinggi misalnya, mungkin baru bisa dilihat setelah dilakukan pengukuran kecerdasan (intelligence quotient).
Biasanya orang-orang cerdas atau hebat selalu dihubung-hubungkan dengan hasil pengukuran IQ. Jika hasil pengukurannya tinggi mereka disebut sebagai orang cerdas. Dan orang-orang cerdas inilah yang biasanya dihubungkan juga dengan orang-orang berprestasi di sekolah atau kampus karena dikaitkan ranking atau indeks prestasi.
Banyak lagi sebenarnya predikat yang bisa disematkan kepada seseorang. Seperti orang hebat, sukses, bijak, dan lain-lain yang pengukuran tentu lebih sulit dibandingkan mengukur kecerdasan intelektual karena sudah ada instrumen yang mashur dan disepakati banyak pihak.
Oleh karena itu belakangan ini muncul banyak istilah-istilah yang ada kaitannya dengan kecerdasan seperti emotional quotient (EQ), adversity quotient (AQ), dan spiritual quotient (SQ). Munculnya temuan dan pemikiran ini menjadikan kita tidak lagi tunggal mengatakan bahwa orang hebat dan sukses itu bukan semata-mata karena kecerdasan intelektual saja tetapi juga ditentukan kecerdasan yang lainnya.
Dari sini para pakar pendidikan memulai menggali potensi selain IQ untuk dioptimalkan dalam rangka mendefinisikan sebuah keberhasilan. Berdasarkan argumen-argumen baru ini orang tidak lagi pesimis ketika dinyatakan IQ rendah atau kurang cerdas intelektualnya karena mereka masih memiliki potensi lain yang jika dikembangkan juga mampu meraih keberhasilan sebagaimana orang-orang yang memiliki IQ tinggi. Banyak contoh yang ditunjukkan dengan mereka yang memilki EQ, AQ, SQ yang baik mereka juga akan memperoleh keberhasilan dalam bidang tertentu yang juga mengagumkan.
Oleh karena itu, jika kita tidak atau kurang mampu dalam salah satu kecerdasan bisa mengembangkan kecerdasan yang lain syukur-syukur mampu memadukan semua potensi kecerdasan tersebut. Dengan demikian semakin banyak kecerdasan yang dioptimalkan tentu akan lebih baik jika dibandingkan hanya salah satu kecerdasan yang dikembangkan.
tulis komentar anda