Ambisi Prabowo di Laut, Antara Asa dan Realita
Rabu, 28 Agustus 2024 - 05:15 WIB
Berdasar data, termasuk yang digunakan Global Fire Power dalam memberikan penilaian pada 2022, secara kuantitas kapal perang yang dimiliki TNI saat ini terbilang banyak. Secara keseluruhan jumlahnya mencapai 296 unit, terdiri dari dari kapal fregat 7 unit, kapal korvet (24), kapal selam (4), kapal patroli (181), mine warfare (11).
Tetapi apabila diukur secara kualitas yang melibatkan sejumlah variabel seperti kecanggihan sistem rudal, sistem manajemen tempur, sistem pertahanan udara, dan lainnya, tentu akan menimbulkan tanda tanya karena faktanya mayoritas kapal perang yang dimiliki TNI AL berusia tua. Bahkan, TNI sudah meminta sebanyak 22 kapal perangnya dipensiunkan karena uzur.
baca juga: TNI AL Merajut Asa untuk Indonesia Emas
Pembangunan kekuatan alutsista tak terhindarkan harus mempertimbangkan perkembangan teknologi. Variabel kecanggihan, dalam hal ini kapal perang modern dengan segala perlengkapan dan persenjataan yang ditenteng, mutlak dibutuhkan untuk merespons dinamika di Laut China Selatan (LCS). Di lain pihak, kapasitas kapal perang TNI dituntut bisa mengimbangi kapal perang yang dikerahkan di kawasan, baik oleh China maupun Amerika Serikat (AS) dan sekutunya.
Di ujung berakhirnya Kabinet Indonesia Maju (KIM) yang tinggal menghitung bulan, menarik ditilik sejauh mana ambisi yang sudah dicanangkan Prabowo tersebut berjalan? Setelah dua tahun berlalu, pada 2022 menapak 2024, alutsista matra laut seperti apa yang sudah dihadirkan untuk TNI AL?
Takdir Harus Kuat di Laut
‘’Jalesveva Jayamahe’’ atau ‘’Justru di Laut Kita Jaya’’ adalah jiwa yang menggerakkan institusi TNI AL. Motto yang sudah mengakar kuat di era Majapahit seolah sudah menjadi penanda bahwa kekuatan armada laut Nusantara yang kini menjelma menjadi TNI AL ditakdirkan harus kuat.
Kondisi ini merupakan keniscayaan karena kekuatan laut sangat dibutuhkan untuk menjaga dan merekatkan Nusantara yang terdiri dari pulau-pulau berserakan yang dirangkai perairan laut. Di lain pihak, kekuatan laut urgen dimiliki karena untaian negeri ini di persimpangan dua samudera, yakni Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik, serta dihimpit dua benua, yakni Benua Asia dan Australia.
Dalam catatan perjalanan peradaban dunia, mulai dari era kerajaan, kolonialisme, hingga era kini, posisi stragegis ini secara alamiah bertautan dengan kerentanan konflik akibat kepentingan ekonomi hingga sumber daya alam. Tantangan terbaru yang kini dihadapi adalah nafsu angkara China menguasai mayoritas wilayah LCS, yang serta-merta menarik Amerika Serikat (AS) dan sekutunya ke pusaran konflik di kawasan.
TNI AL sejak didirikan pada pada 10 September 1945 bersamaan terbentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian bermetamorfosis menjadi TNI sudah menegaskan takdir tersebut lewat visi ‘’terwujudnya TNI AL yang andal dan disegani.’’ Visi demikian mutlak dibutuhkan agar bisa menjalankan tugas secara maksimal.
Tetapi apabila diukur secara kualitas yang melibatkan sejumlah variabel seperti kecanggihan sistem rudal, sistem manajemen tempur, sistem pertahanan udara, dan lainnya, tentu akan menimbulkan tanda tanya karena faktanya mayoritas kapal perang yang dimiliki TNI AL berusia tua. Bahkan, TNI sudah meminta sebanyak 22 kapal perangnya dipensiunkan karena uzur.
baca juga: TNI AL Merajut Asa untuk Indonesia Emas
Pembangunan kekuatan alutsista tak terhindarkan harus mempertimbangkan perkembangan teknologi. Variabel kecanggihan, dalam hal ini kapal perang modern dengan segala perlengkapan dan persenjataan yang ditenteng, mutlak dibutuhkan untuk merespons dinamika di Laut China Selatan (LCS). Di lain pihak, kapasitas kapal perang TNI dituntut bisa mengimbangi kapal perang yang dikerahkan di kawasan, baik oleh China maupun Amerika Serikat (AS) dan sekutunya.
Di ujung berakhirnya Kabinet Indonesia Maju (KIM) yang tinggal menghitung bulan, menarik ditilik sejauh mana ambisi yang sudah dicanangkan Prabowo tersebut berjalan? Setelah dua tahun berlalu, pada 2022 menapak 2024, alutsista matra laut seperti apa yang sudah dihadirkan untuk TNI AL?
Takdir Harus Kuat di Laut
‘’Jalesveva Jayamahe’’ atau ‘’Justru di Laut Kita Jaya’’ adalah jiwa yang menggerakkan institusi TNI AL. Motto yang sudah mengakar kuat di era Majapahit seolah sudah menjadi penanda bahwa kekuatan armada laut Nusantara yang kini menjelma menjadi TNI AL ditakdirkan harus kuat.
Kondisi ini merupakan keniscayaan karena kekuatan laut sangat dibutuhkan untuk menjaga dan merekatkan Nusantara yang terdiri dari pulau-pulau berserakan yang dirangkai perairan laut. Di lain pihak, kekuatan laut urgen dimiliki karena untaian negeri ini di persimpangan dua samudera, yakni Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik, serta dihimpit dua benua, yakni Benua Asia dan Australia.
Dalam catatan perjalanan peradaban dunia, mulai dari era kerajaan, kolonialisme, hingga era kini, posisi stragegis ini secara alamiah bertautan dengan kerentanan konflik akibat kepentingan ekonomi hingga sumber daya alam. Tantangan terbaru yang kini dihadapi adalah nafsu angkara China menguasai mayoritas wilayah LCS, yang serta-merta menarik Amerika Serikat (AS) dan sekutunya ke pusaran konflik di kawasan.
TNI AL sejak didirikan pada pada 10 September 1945 bersamaan terbentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian bermetamorfosis menjadi TNI sudah menegaskan takdir tersebut lewat visi ‘’terwujudnya TNI AL yang andal dan disegani.’’ Visi demikian mutlak dibutuhkan agar bisa menjalankan tugas secara maksimal.
Lihat Juga :
tulis komentar anda