Ambisi Prabowo di Laut, Antara Asa dan Realita

Rabu, 28 Agustus 2024 - 05:15 WIB
baca juga: Arti dan Sejarah Doktrin TNI AL Jalesveva Jayamahe

Berdasar Pasal 9 UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI, maka TNI AL memiliki tugas antara lain: melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan, menegakan hukum dan menjaga keamanan di wiliayah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum internasional yang telah diratifikasi, melaksanakan tugas diplomasi angkatan laut dalam rangka mendukung kebijakan politik luar negeri, melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut, serta melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut.

Proklamator RI Ir Soekarno yang diamanahi memimpin Nusantara di era modern bernama Indonesia, sudah menyadari laut sebagai hidup dan kehidupan negeri ini, seperti tercantum dalam syair ‘Nenek Moyangku Orang Pelaut.’ Karena itulah, saat acara peresmian Institut Angkatan Lautpada1953, dia menyerukan negeri ini kembali pada jati diri sebagai bangsa pelaut.

‘’Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya, bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekadar menjadi jongos-jongos di kapal, bukan. Tetapi bangsa pelaut dalam arti cakrawala samudera,” ujar tokoh yang akrab disapa Bung Karno ini. “Bangsa laut yang mempunyai armada niaga, bangsa laut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri,” imbuhnya.

Cita-cita mengembalikan jati diri Indonesia sebagai negeri pelaut ditindaklanjuti dengan sejumlah langkah kongkret. Seperti dituturkan Laksamana TNI Yudo Margono, pada sarasehan Pembinaan Mental Ideologi dan Shipnaming KRI Bung Karno-396, Senin (20/6/2022), pada 1964 saat digelar Musyawarah Nasional Maritim I, Bung Karno menetapkan tanggal 23 September sebagai Hari Maritim Nasional, melalui Surat Keputusan (SK) Nomor 249/1964.

Selain itu, dia juga merumuskan sistem kesenjataan Angkatan Laut, yaitu Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT), yang terdiri dari kapal perang, pesawat udara, marinir, dan pangkalan. Puncak perjuangan di era Orde Lama untuk mengukuhkan kedaulatan Indonesia atas wilayah perairan laut yang melingkupi pulau-pulau di dalamnya (archipelagic state atau negara kepulauan) terjadi pada 13 Desember 1957, dengan momentum Deklarasi Juanda.

Berdasar Deklarasi Juanda yang kemudian dikodifikasi dalam Undang-undang No 4 Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia, wilayah Indonesia meliputi garis batas lurus (straight baselines) dari titik pulau terluar sejauh 12 mil laut. Sebelumnya, sesuai Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaituTeritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939(TZMKO 1939) Nomor 442, adalah 3 mil laut. Terobosan hukum itu menjadikan luas wilayah Republik Indonesia meningkat 2,5 kali lipat dari 2.027.087km² menjadi 5.193.250km², kecuali wilayah Irian Jaya yang waktu itu belum diakui secara internasional.

Bahkan belakangan, setelah perjuangan panjang, Deklarasi Juanda akhirnya diakui internasional dan ditetapkan dalam konvensi hukum lautPBBke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya deklarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan.

Takdir jati Indonesia sebagai negara peluat dan negeri kepulauan yang diapit dua benua dan dua samudera yang tak henti diwarnai dinamika konflik, serta warisan wilayah yang sedemikian luas serta-merta diikuti tuntutan tanggung jawab menjaga dan mempertahankan. Sekali lagi, kewajiban ini mustahil berjalan optimal tanpa didukung keberadaan TNI AL yang kuat.

Harapan dan Kebutuhan TNI AL
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More