Pendidikan untuk Pembangunan
Senin, 08 Juli 2024 - 09:28 WIB
Laporan Tinjauan Belanja Publik Sektor Pendidikan (Education Public Expenditure Review) yang dilansir World Bank menunjukkan bahwa meskipun anggaran pendidikan Indonesia yang kini mencapai 20% dari APBN dan pembiayaan pendidikan yang terus meningkat beberapa tahun terakhir, namun belum membuahkan capaian pendidikan yang diharapkan.
Hasil dari berbagai survei internasional menunjukkan bahwa output pendidikan di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Penilaian Programme for International Student Assessment (PISA) sering kali menempatkan Indonesia pada peringkat bawah dalam hal kemampuan membaca, matematika, dan sains.
Terbaru, hasil penelitian PISA 2022 menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat 68 dari 81 negara dengan skor matematika (379), sains (398), dan membaca (371). Hasil rata-rata untuk ketiga mata Pelajaran pada 2022 tersebut menunjukkan penurunan (learning loss) mencapai 12-13 poin dibandingkan 2018.
Secara keseluruhan, hasil PISA 2022 dapat dikategorikan termasuk yang terendah, setara dengan hasil yang diperoleh pada 2003 dalam membaca dan matematika, dan pada 2006 dalam sains. Angka tersebut menunjukkan bahwa sejak keikutsertaan kita pada PISA mulai dari 2000 sampai dengan 2022, belum terjadi peningkatan kualitas secara signifikan sebagaimana direpresentasikan oleh skor perolehan sepanjang 2000-2022.
Hal ini menunjukkan bahwa siswa Indonesia masih menghadapi kesulitan dalam memahami dan menerapkan konsep-konsep dasar yang diterima selama di berada di bangku sekolah. Perlu disadari bahwa salah satu masalah utama pendidikan di Indonesia adalah distribusi anggaran yang tidak merata.
Tak sedikit sekolah di berbagai daerah terpencil masih kekurangan fasilitas dasar seperti ruang kelas yang memadai, laboratorium, dan perpustakaan. Alhasil ketimpangan tersebut menyebabkan kualitas pendidikan di daerah terpencil jauh tertinggal dibandingkan dengan di kota besar.
Begitu juga kualitas guru juga perlu menjadi perhatian serius pemerintah. Faktanya, masih terdapat banyak guru di Indonesia yang belum memenuhi standar kompetensi yang diharapkan. Pelatihan dan pengembangan profesional yang sering kali tidak merata dan tidak berkesinambungan mengakibatkan kemampuan mengajar yang belum optimal.
Ini berdampak langsung pada kualitas pembelajaran yang diterima oleh siswa. Selain itu, kurikulum yang digunakan di sebagian besar sekolah pun masih kurang relevan dengan kebutuhan dunia kerja dan perkembangan teknologi. Hal tersebut menyebabkan siswa sulit menghadapi tantangan di dunia nyata pasca mengenyam bangku pendidikan.
Di samping itu, infrastruktur pendidikan yang memadai pun masih menjadi masalah hingga saat ini. Masih terdapat banyak sekolah yang kekurangan fasilitas fisik memadai serta masih terbatasnya akses terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Pasalnya, TIK merupakan komponen penting dalam proses pembelajaran di era digital saat ini.
Hasil dari berbagai survei internasional menunjukkan bahwa output pendidikan di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Penilaian Programme for International Student Assessment (PISA) sering kali menempatkan Indonesia pada peringkat bawah dalam hal kemampuan membaca, matematika, dan sains.
Terbaru, hasil penelitian PISA 2022 menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat 68 dari 81 negara dengan skor matematika (379), sains (398), dan membaca (371). Hasil rata-rata untuk ketiga mata Pelajaran pada 2022 tersebut menunjukkan penurunan (learning loss) mencapai 12-13 poin dibandingkan 2018.
Secara keseluruhan, hasil PISA 2022 dapat dikategorikan termasuk yang terendah, setara dengan hasil yang diperoleh pada 2003 dalam membaca dan matematika, dan pada 2006 dalam sains. Angka tersebut menunjukkan bahwa sejak keikutsertaan kita pada PISA mulai dari 2000 sampai dengan 2022, belum terjadi peningkatan kualitas secara signifikan sebagaimana direpresentasikan oleh skor perolehan sepanjang 2000-2022.
Hal ini menunjukkan bahwa siswa Indonesia masih menghadapi kesulitan dalam memahami dan menerapkan konsep-konsep dasar yang diterima selama di berada di bangku sekolah. Perlu disadari bahwa salah satu masalah utama pendidikan di Indonesia adalah distribusi anggaran yang tidak merata.
Tak sedikit sekolah di berbagai daerah terpencil masih kekurangan fasilitas dasar seperti ruang kelas yang memadai, laboratorium, dan perpustakaan. Alhasil ketimpangan tersebut menyebabkan kualitas pendidikan di daerah terpencil jauh tertinggal dibandingkan dengan di kota besar.
Begitu juga kualitas guru juga perlu menjadi perhatian serius pemerintah. Faktanya, masih terdapat banyak guru di Indonesia yang belum memenuhi standar kompetensi yang diharapkan. Pelatihan dan pengembangan profesional yang sering kali tidak merata dan tidak berkesinambungan mengakibatkan kemampuan mengajar yang belum optimal.
Ini berdampak langsung pada kualitas pembelajaran yang diterima oleh siswa. Selain itu, kurikulum yang digunakan di sebagian besar sekolah pun masih kurang relevan dengan kebutuhan dunia kerja dan perkembangan teknologi. Hal tersebut menyebabkan siswa sulit menghadapi tantangan di dunia nyata pasca mengenyam bangku pendidikan.
Di samping itu, infrastruktur pendidikan yang memadai pun masih menjadi masalah hingga saat ini. Masih terdapat banyak sekolah yang kekurangan fasilitas fisik memadai serta masih terbatasnya akses terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Pasalnya, TIK merupakan komponen penting dalam proses pembelajaran di era digital saat ini.
Bersama Membangun Pendidikan Indonesia
tulis komentar anda