Prospek Industri Hijau Menyongsong Indonesia Emas 2045
Selasa, 02 April 2024 - 15:07 WIB
Kendati secara implisit pengertian tersebut memiliki tendensi “reduksionis” dikarenakan green industry hanya difokuskan pada proses produksi yang ramah bagi lingkungan, tapi secara substansial green industry tidak hanya terkait dengan aspek produksi. Lebih dari itu, green industry memiliki cakupan yang luas baik dari sisi perencanaan, desain produk, transportasi, penggunaan produk hingga pembuangan limbah. Prinsipnya adalah aktivitas industri harus sejalan dengan lingkungan.
Cakupan yang luas dan mendalam dari green industry tentu berkaitan erat dengan semangat keberlanjutan yang inheren dari konsep ini. Keberlanjutan dalam konteks ini tidak hanya menyangkut kelestarian lingkungan semata, melainkan lebih dari itu bagaimana pembangunan membawa visi masa depan bagi generasi mendatang. Apalagi di tengah tantangan zaman yang dikenal dengan terminologi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity) mengharuskan sektor industri untuk remodelisasi kegiatan bisnisnya agar dapat beradaptasi.
Realita baru yang terpampang nyata inilah yang turut menstimulasi para pelaku bisnis dan ekonomi untuk mengalihkan perhatian mereka dari pemanfaatan energi fosil ke energi baru terbarukan sebagai alternatifnya. Tujuan utama dari hal ini adalah optimalisasi dalam rangka membangun industri yang sustainable.
Peluang dan Tantangan
Green industry merupakan suatu terobosan strategis di tengah ancaman krisis iklim dan kerusakan ekologis akibat dari masifnya agenda pembangunan dan industrialisasi. Sebagai sebuah terobosan, green industry dapat ditempatkan solusi dalam mewujudkan titik ekuilibrium bagi kesejahteraan masyarakat lintas generasi. Karenanya, green industry bukan lahir dari kepentingan yang bersifat jangka pendek, melainkan membentang luas ke depan menyediakan sokongan bagi kehidupan generasi mendatang.
Industri yang berorientasi pada masa depan patut didukung. Bagaimanapun juga, sumber daya alam dan sumber daya manusia, sekalipun memiliki irisan tetap saja memiliki titik pembeda. Tidak seperti sumber daya manusia, dalam sumber daya alam ditemukan fakta kalau jenis ini memiliki keterbatasan dan tidak bisa direproduksi manakala cadangannya telah habis.
Fakta sumber daya alam memiliki keterbatasan, sementara di saat yang sama populasi manusia terus bertambah, membuat konsep green industry semakin relevan untuk ditumbuh kembangkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Hubungan lingkungan alam dengan masa depan ekonomi manusia telah menjadi diskursus panjang para ekonom sejak berabad-abad silam.
Malthus menelaah relasi lingkungan dan masa depan ekonomi manusia lewat usahanya dalam menyelidiki konsekuensi-konsekuensi sosial dari cepatnya pertumbuhan penduduk dalam konteks keterbatasan sumberdaya lingkungan yang menghasilkan bahan pangan terhadap penduduk (Goldblatt, 2015). Ada semacam kekhawatiran jika kelak alam tidak lagi mampu menyediakan bahan pangan di tengah populasi yang terus bertambah.
Dalam konteks seperti inilah gagasan green industry patut dipertahankan dan dikembangkan lantara memiliki nilai ekonomi dan bisnis yang menjanjikan di bawah prinsip-prinsip keberlanjutan. Hal ini dikarenakan penerapan green industry berpeluang menghemat biaya pengelolaan pembuangan limbah dan mengurangi beban biaya penggunaan energi akibat proses transisi energi baru terbarukan (renewable energy).
Selain itu, green industry juga diyakini dapat mengurangi beban biaya dalam konteks kesehatan yang dihasilkan akibat dampak kerusakan lingkungan dan polusi udara. Melalui green industry, upaya untuk menciptakan inovasi yang berkelanjutan di aspek teknologi hijau atau energi baru terbarukan potensial diwujudkan.
Cakupan yang luas dan mendalam dari green industry tentu berkaitan erat dengan semangat keberlanjutan yang inheren dari konsep ini. Keberlanjutan dalam konteks ini tidak hanya menyangkut kelestarian lingkungan semata, melainkan lebih dari itu bagaimana pembangunan membawa visi masa depan bagi generasi mendatang. Apalagi di tengah tantangan zaman yang dikenal dengan terminologi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity) mengharuskan sektor industri untuk remodelisasi kegiatan bisnisnya agar dapat beradaptasi.
Realita baru yang terpampang nyata inilah yang turut menstimulasi para pelaku bisnis dan ekonomi untuk mengalihkan perhatian mereka dari pemanfaatan energi fosil ke energi baru terbarukan sebagai alternatifnya. Tujuan utama dari hal ini adalah optimalisasi dalam rangka membangun industri yang sustainable.
Peluang dan Tantangan
Green industry merupakan suatu terobosan strategis di tengah ancaman krisis iklim dan kerusakan ekologis akibat dari masifnya agenda pembangunan dan industrialisasi. Sebagai sebuah terobosan, green industry dapat ditempatkan solusi dalam mewujudkan titik ekuilibrium bagi kesejahteraan masyarakat lintas generasi. Karenanya, green industry bukan lahir dari kepentingan yang bersifat jangka pendek, melainkan membentang luas ke depan menyediakan sokongan bagi kehidupan generasi mendatang.
Industri yang berorientasi pada masa depan patut didukung. Bagaimanapun juga, sumber daya alam dan sumber daya manusia, sekalipun memiliki irisan tetap saja memiliki titik pembeda. Tidak seperti sumber daya manusia, dalam sumber daya alam ditemukan fakta kalau jenis ini memiliki keterbatasan dan tidak bisa direproduksi manakala cadangannya telah habis.
Fakta sumber daya alam memiliki keterbatasan, sementara di saat yang sama populasi manusia terus bertambah, membuat konsep green industry semakin relevan untuk ditumbuh kembangkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Hubungan lingkungan alam dengan masa depan ekonomi manusia telah menjadi diskursus panjang para ekonom sejak berabad-abad silam.
Malthus menelaah relasi lingkungan dan masa depan ekonomi manusia lewat usahanya dalam menyelidiki konsekuensi-konsekuensi sosial dari cepatnya pertumbuhan penduduk dalam konteks keterbatasan sumberdaya lingkungan yang menghasilkan bahan pangan terhadap penduduk (Goldblatt, 2015). Ada semacam kekhawatiran jika kelak alam tidak lagi mampu menyediakan bahan pangan di tengah populasi yang terus bertambah.
Dalam konteks seperti inilah gagasan green industry patut dipertahankan dan dikembangkan lantara memiliki nilai ekonomi dan bisnis yang menjanjikan di bawah prinsip-prinsip keberlanjutan. Hal ini dikarenakan penerapan green industry berpeluang menghemat biaya pengelolaan pembuangan limbah dan mengurangi beban biaya penggunaan energi akibat proses transisi energi baru terbarukan (renewable energy).
Selain itu, green industry juga diyakini dapat mengurangi beban biaya dalam konteks kesehatan yang dihasilkan akibat dampak kerusakan lingkungan dan polusi udara. Melalui green industry, upaya untuk menciptakan inovasi yang berkelanjutan di aspek teknologi hijau atau energi baru terbarukan potensial diwujudkan.
tulis komentar anda