Prospek Industri Hijau Menyongsong Indonesia Emas 2045
Selasa, 02 April 2024 - 15:07 WIB
Indonesia sendiri memang telah menunjukkan komitmen pada industri hijau. Komitmen ini bukan hanya lip service, namun telah diterjemahkan ke dalam langkah strategis seperti menyusun Standar Industri Hijau, menekan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), penyelenggaraan nilai karbon berdasar Peraturan Presiden No 98/2021, dan menggelar penganugerahan Penghargaan Industri Hijau.
Setidaknya, berdasarkan data dari Kemenperin, dalam kurun waktu 2021 ada sebanyak 137 perusahaan industri, yang terdiri dari 88 industri di level lima dan 49 industri di level empat sudah mendapat penghargaan industri hijau. Sedangkan selama 2017-2021, sebanyak 44 perusahaan industri menerima sertifikat industri hijau (Kemenperin.go.id, 30/11/2021). Data tersebut merefleksikan langkah konkret sektor industri di dalam menjalankan prinsip industri hijau.
Apa Itu Industri Hijau?
Dalam dekade terakhir sistem industri berbasis lingkungan atau lebih dikenal dengan term industri hijau (green industry) menjadi fenomena yang semakin tidak terhindarkan (Handoko, et.al, 2016). Tidak sedikit perusahaan yang kini mulai menerapkan konsep green industry di dalam kegiatan bisnisnya, seperti terpotret dari data Kemenperin sebelumnya. Hal ini menunjukkan tingginya kesadaran sektor industri dalam melestarikan lingkungan.
Logika efisiensi dan kelestarian lingkungan yang ditandai dengan kewajiban sertifikasi standar nasional (Lihat: Permen LHK) sehubungan dengan industri hijau yang semakin mengakar dalam benak masyarakat modern menunjukan bahwa kesadaran akan industri hijau beranjak melampaui perspektif klasik terkait produktivitas, efisiensi dan efektivitas. Artinya, dalam mewujudkan green industry Indonesia telah menerapkan regulasi untuk standarisasi.
Terminologi green industry merupakan istilah yang terbilang baru. Istilah ini mulai dibicarakan pada agenda “International Conference on Green Industry in Asia”, Manila, Filipina, pada 2009, atas dasar kerjasama antara United Nation Industrial Development Organization (UNIDO), United Nation Environment Programme (UNEP), United Nation Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP), dan dihadiri oleh 22 negara termasuk Indonesia (Handoko, 2020).
Dari pertemuan inilah kemudian dihasilkan sebuah dokumen bertajuk “Manila Declaration on Green Industry in Asia”, yang secara substansi dokumen ini merupakan bentuk komitmen kolektif negara-negara Asia dalam upaya menangani problem lingkungan hidup melalui efisiensi penggunaan sumber daya dan pengurangan emisi gas karbon, utamanya sektor industri. Menurut Handoko (2020) efisiensi sumber daya dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse dan Recycle) sebagai inti dari cleaner production.
Prinsip tersebut merupakan pendekatan multidisipliner dari green industry, di mana upaya mewujudkan efisiensi industri serta mengurangi emisi karbon, hendak dilakukan dengan cara memadukan dua pendekatan, yakni konsep ekonomi sirkular dan cleaner production. Semakin hemat atau sedikit memanfaatkan sumber daya, maka proses yang dijalankan industri dapat dikatakan efisien. Hal ini berpijak pada prinsip penggunaan sumber daya secara minimum ditujukan untuk mencapai hasil yang optimum.
Cara pandang di atas memungkinkan upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan melalui pengurangan emisi karbon lebih dimungkinkan terwujud. Secara definitif, green industry diartikan sebagai konsep industri yang mengutamakan upaya pengoptimalan sumber daya alam dalam proses produksinya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan proses pembangunan industri dengan kelestarian lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat (Permen No 51/M-IND/PER/6/2016).
Jadi green industry hendak berorientasi pada proses produksi yang ramah bagi lingkungan. Pendekatan berbasis lingkungan sejatinya menjadi cara pandang baru yang diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif bagi masyarakat global (Wijayaningtyas, 2019). Hal ini bermakna jika kegiatan bisnis dan ekonomi masa depan mestilah memiliki karakter ekologi yang kokoh.
Setidaknya, berdasarkan data dari Kemenperin, dalam kurun waktu 2021 ada sebanyak 137 perusahaan industri, yang terdiri dari 88 industri di level lima dan 49 industri di level empat sudah mendapat penghargaan industri hijau. Sedangkan selama 2017-2021, sebanyak 44 perusahaan industri menerima sertifikat industri hijau (Kemenperin.go.id, 30/11/2021). Data tersebut merefleksikan langkah konkret sektor industri di dalam menjalankan prinsip industri hijau.
Apa Itu Industri Hijau?
Dalam dekade terakhir sistem industri berbasis lingkungan atau lebih dikenal dengan term industri hijau (green industry) menjadi fenomena yang semakin tidak terhindarkan (Handoko, et.al, 2016). Tidak sedikit perusahaan yang kini mulai menerapkan konsep green industry di dalam kegiatan bisnisnya, seperti terpotret dari data Kemenperin sebelumnya. Hal ini menunjukkan tingginya kesadaran sektor industri dalam melestarikan lingkungan.
Logika efisiensi dan kelestarian lingkungan yang ditandai dengan kewajiban sertifikasi standar nasional (Lihat: Permen LHK) sehubungan dengan industri hijau yang semakin mengakar dalam benak masyarakat modern menunjukan bahwa kesadaran akan industri hijau beranjak melampaui perspektif klasik terkait produktivitas, efisiensi dan efektivitas. Artinya, dalam mewujudkan green industry Indonesia telah menerapkan regulasi untuk standarisasi.
Terminologi green industry merupakan istilah yang terbilang baru. Istilah ini mulai dibicarakan pada agenda “International Conference on Green Industry in Asia”, Manila, Filipina, pada 2009, atas dasar kerjasama antara United Nation Industrial Development Organization (UNIDO), United Nation Environment Programme (UNEP), United Nation Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP), dan dihadiri oleh 22 negara termasuk Indonesia (Handoko, 2020).
Dari pertemuan inilah kemudian dihasilkan sebuah dokumen bertajuk “Manila Declaration on Green Industry in Asia”, yang secara substansi dokumen ini merupakan bentuk komitmen kolektif negara-negara Asia dalam upaya menangani problem lingkungan hidup melalui efisiensi penggunaan sumber daya dan pengurangan emisi gas karbon, utamanya sektor industri. Menurut Handoko (2020) efisiensi sumber daya dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse dan Recycle) sebagai inti dari cleaner production.
Prinsip tersebut merupakan pendekatan multidisipliner dari green industry, di mana upaya mewujudkan efisiensi industri serta mengurangi emisi karbon, hendak dilakukan dengan cara memadukan dua pendekatan, yakni konsep ekonomi sirkular dan cleaner production. Semakin hemat atau sedikit memanfaatkan sumber daya, maka proses yang dijalankan industri dapat dikatakan efisien. Hal ini berpijak pada prinsip penggunaan sumber daya secara minimum ditujukan untuk mencapai hasil yang optimum.
Cara pandang di atas memungkinkan upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan melalui pengurangan emisi karbon lebih dimungkinkan terwujud. Secara definitif, green industry diartikan sebagai konsep industri yang mengutamakan upaya pengoptimalan sumber daya alam dalam proses produksinya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan proses pembangunan industri dengan kelestarian lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat (Permen No 51/M-IND/PER/6/2016).
Jadi green industry hendak berorientasi pada proses produksi yang ramah bagi lingkungan. Pendekatan berbasis lingkungan sejatinya menjadi cara pandang baru yang diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif bagi masyarakat global (Wijayaningtyas, 2019). Hal ini bermakna jika kegiatan bisnis dan ekonomi masa depan mestilah memiliki karakter ekologi yang kokoh.
Lihat Juga :
tulis komentar anda