Penggunaan Angket terhadap Penyalahgunaan Kewenangan dalam Pemilu 2024

Jum'at, 01 Maret 2024 - 17:46 WIB
Hak Angket merupakan hak konstitusional Anggota DPR sebagai representasi rakyat yang diatur dalam Konstitusi dan UU MD3 yang tentu dalam pengesahan mekanismenya membutuhkan syarat formil dan materiil angket yang akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini. Hak Angket merupakan salah satu hak 'bertanya' dari DPR terhadap Pemerintah, terlepas dari adanya unsur atau tujuan politis dari Anggota DPR atau Fraksi yang mewakili Partai Politik. Menilik dari asal katanya, angket ini merupakan daftar pertanyaan yang dalam hal ini akan ditanyakan ke Pemerintah tentang suatu kebijakan atau pelaksanaan dari undang-undang.

DPR akan menguji pelaksanaan sebuah kebijakan Pemerintah dengan prinsip dan ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang, sebagai batu ujinya. Sedangkan penyelesaian perselisihan hasil Pemilu merupakan mekanisme formil hukum yang telah disediakan undang-undang untuk menguji hasil dari proses Pemilu yang telah dilaksanakan berdasarkan mekanisme yang telah diatur dalam undang-undang. Jadi dua hal ini adalah hal yang berbeda. Kita tentu harus menghormati seluruh mekanisme hukum yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Penggunaan Hak Angket

Pasal 20A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa 'Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan'. Ketentuan ini diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019. DPR RI memiliki hak dalam melakukan fungsinya tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 20A UUD NRI Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Selain itu, DPR RI mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul, dan pendapat, serta hak imunitas.

Secara khusus dalam Pasal 20A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 79 ayat (1) huruf b jo. Pasal 199 UU MD3 dan dan Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 182 Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib mengatur tentang penggunaan Hak Angket oleh DPR RI terkait dengan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 79 ayat (3) UU MD3).

Keberadaan hak angket dalam sistem ketatanegaraan Indonesia merupakan salah satu bentuk manifestasi dari prinsip kedaulatan rakyat yang dilaksanakan oleh DPR. Di sinilah kehadiran DPR sebagai sebagai lembaga yang mewakili dan mewujudkan kedaulatan rakyat menjadi mutlak diperlukan, terutama sebagai pembentuk undang-undang yang mengawasi bagaimana pelaksanaan undang-undang agar sesuai dengan kehendak rakyat.

Syarat Angket

Mekanisme pengusulan, pembentukan, dan pelaksanaan Angket diatur dalam Pasal 79 ayat (1) dan Pasal 199-209 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019. Lebih lanjut ketentuan tentang tata cara pelaksanaan hak angket diatur dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 182-190 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.

Pasal 182 Tatib misalnya mengatur bahwa Hak Angket diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang Anggota dan lebih dari satu fraksi. Pengusulan hak angket disertai dengan dokumen yang memuat sedikitnya tentang materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki dan alasan penyelidikan. Usul ini kemudian akan ditetapkan menjadi Hak Angket DPR jika mendapat persetujuan dari setengah anggota yang hadir dalam Sidang Paripurna yang dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah Anggota DPR. Jika disetujui, kemudian dibentuk Panitia Angket yang harus diumumkan dalam Berita Negara. Tugas dan kewenangan Panitia Angket ini kemudian diatur pula dalam ketentuan perundang-undangan.

Menarik selanjutnya untuk dibahas mengenai materi penyelidikan Angket terhadap Penyelenggaraan Pemilu ini. Sebagaimana telah banyak dibahas oleh berbagai kalangan masyarakat dari Pakar atau Akademisi, pemerhati politik, organisasi masyarakat, maupun politisi, penyelenggaraan Pemilu 2024 ini memang sarat dengan “keunikan” yang mana sangat kentara dengan konflik kepentingan (conflict of interest).

Sebagaimana beberapa angket yang pernah bergulir di DPR, seperti Angket terhadap skandal kasus Buloggate atau Bruneigate dalam pemerintahan Presiden Gus Dur, Angket terhadap Pembelian Tanker Pertamina pada 2005, Angket terhadap kenaikan Harga BBM, Angket terhadap Penyelenggaraan Haji 1429H pada 2009, Angket terhadap skandal Dana Bailout Bank Century, Angket terhadap KPK, dan tentunya Angket terhadap Penyelenggaraan Pemilu 2009.

Jadi angket terhadap penyelenggaraan Pemilu ini bukan kali pertama bergulir. Pada tahun 2009 lalu, Angket terhadap penyelenggaraan Pemilu diusulkan terkait dengan Daftar Pemilih Tetap. Dari contoh-contoh tersebut, hampir kesemuanya memperlihatkan adanya indikasi kesewenangan dan konflik kepentingan atau pembentukan dan pelaksanaan kebijakan yang menguntungkan pihak tertentu yang bukan untuk kepentingan masyarakat atau justru merugikan masyarakat banyak.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More