'Too Good To be True', Dunia Tidak Seideal Itu...

Sabtu, 29 Oktober 2022 - 17:09 WIB
loading...
A A A
Dari Crazy Rich sampai Sambo
Crazy rich Indra Kenz dan Doni Salmanan,adalah contoh dampak negatif dari ranah digital. Namun modus penipuan berkedok investasi dan ajang pamer kekayaan (flexing) lewat media sosial bukan hanya milik ranah investasi tapi juga di wilayah kencan online. Contohnya pada sebuah film Netflix, “Tinder Swindler”—film dokumentasi tentang Simon Leviev, penipu ulung asal Israel—yang mampu merayu sejumlah wanita cantik di berbagai negara untuk diajak kencan namun kemudian diperas habis-habisan.

Doni Salmanan, misalnya, contoh nyata idiom to good to be true. Pasalnya, baru berusia 23 tahun, tapi gaya hidupnya glamor. Dia memiliki tabungan dengan isi rekening hingga Rp500 miliar. Total aset yang disitanya mencapai nilai Rp64 miliar, terdiri dari mobil mewah, beberapa rumah, 18 motor, hingga pakaian branded.

Uniknya, kekayaan Doni melambung hanya dalam satu tahun terakhir. Padahal siapa dia? Dia bukan putra konglomerat.

Kasus Ferdy Sambo dan istrinya (PC) terkait pembunuhan berencana terhadap Brigadir Josua juga terasa janggal sejak awal. Skenario pelecehan seksual yang dirancang pelaku, sebagai motif pembunuhan, dinilai publik “too good to be true”. Skenario itu pun akhirnya terbongkar.

Federer vs Nadal
Idiom too good to be true juga merasuk ke dunia olahraga dalam persaingan antara pesaing dan sahabat yaitu Roger Federer dan Rafael Nadal.Bagi kalangan pelaku pemasaran, persaingan mereka "terlalu bagus untuk menjadi kenyataan" (too good to be true).

Begitu sempurna persaingan keduanya sehingga tidak layak di titik berlawanan. Jika "sang maestro Swiss yang tenang" membuat permainan terlihat mudah dan hampir tidak pernah terlihat berkeringat, Nadal sebaliknya terlihat "lebih natural, bersahaja, dan lebih berbobot", dengan gerutuan, lenguhan, dan "bisep kiri raksasanya". Pertarungan mereka mengangkat tenis putra ke level kegairahan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Masih di dunia marketing dan persaingan serupa terjadi di antara brand . Persaingan keduanya juga “too good to be true”, namun meningkatkan “pertempuran” ke level yang lebih tinggi sehingga pada gilirannya menguntungkan konsumen.

Karena itu, seperti kata Steven Pinker di bukunya, Enlightment Now: Membela Nalar, Sains, Humanisme, dan Kemajuan (2018), mari selalu bersikap optimistis terhadap berbagai problema di dunia ini.

Tapi mengapa masih banyak masalah yang belum terpecahkan seperti pemanasan global, menurut Pinker, karena manusia belum menemukan solusi yang pas. Tunggu saja, waktunya akan datang. Pasalnya, sejauh ini begitu melimpah kemajuan yang sudah diraih manusia sejak Abad Pencerahan di berbagai bidang karena kontribusi nalar, science, dan kemanusiaan, terutama sangat terasa sejak abad ke-20. Kendati demikian tidak ada salahnya bersikap “to good to be true”. Dunia tidak seideal itu.

Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2277 seconds (0.1#10.140)