R20 dan Ujian Prasangka Baik Moderatisme

Jum'at, 14 Oktober 2022 - 12:26 WIB
loading...
A A A
Ram dengan tegas menyatakan dukungannya terhadap upaya mengeliminasi sikap radikalitistik dan menolak tindakan terororisme; apakah dengan demikian muslim India yang bertahan terhadap upaya genosida RSS adalah tindakan radikalisme dan terorisme? Ram dan Okbin mewakili banyak kondisi serupa oleh pihak dan penganut agama lain dalam interaksi dengan agama lainnya.

Inilah di antara pertanyaan dan realitas yang mampu menjadi gugatan terhadap semangat mulia dan ikhtiar besar NU dalam menggaungkan moderasi dan sikap merangkul semua yang bermasalah dengan nalar toleran.

Bergerak dan Bekerja Bersama
Damai, harmoni, dan toleransi pada dasarnya mengandaikan sebuah kerja bersama. Pada titik ini, Nahdlatul Ulama perlu lebih mengintensifkan upaya konkret dan aplikatif. Dalam relasi ini terdapat dua target utama, yakni jangka panjang dan pendek. Untuk jangka pendek, pendekatan untuk membentuk komunikasi dan komunalitas dialog antariman perlu menajamkan agenda agar lebih memiliki daya tekan atas tindakan yang dinilai bersama sebagai tindakan intoleran, bahkan jika hal tersebut dialukan oleh anggota komunalitas dan dialog tersebut.

Dalam semangat ini, jauh hari sebelumnya, dalam Open Society and Its Enemies (1945) dan pandangannya tentang paradoks intoleransi, Karl L. Popper menyatakan bahwa batas toleransi adalah intoleran itu sendiri, sebuah penegasan agar jangan memberikan toleransi pada tindakan intoleran.

Kegelisahan Popper terhubung dengan perlunya menyikapi konektivitas dan inter-relasi berbagai agama. Pada titik ini, bahkan sikap toleran saja bisa dianggap belum utuh untuk memastikan keberadaan dan keberlangsungan relasi antaragama yang guyub dan rukun. Keseluruhan relasi untuk membangun harmoni bumi dengan nilai penghargaan terhadap keragaman dan keberagamaan adalah toleran, inklusif, dan plural.

Dalam perspektif John S Dunne, seseorang yang ingin memperkuat wawasn keagamannya sebaiknya memberanikan diri untuk melakukan passing over atau crossing over (melintas batas) ke agama lainnya dan kemudian kembali lagi (coming back) kepada agamanya sendiri dengan perspektif baru yang memperkuat agamanya sendiri dengan wawasan penghargaan terhadap agama lain (Media Z Bahri, 2011).

Dunne mendorong inisiatif untuk melakukan perjumpaan spiritual dengan agama lain dalam forum dialogis yang pada akhirnya mampu memperkuat wawasan kegamaannya sendiri. Upaya melintas batas itu, di awalnya, sudah diberikan rambu-rambu untuk tidak menjadi sesuatu yang keblablasan dengan meninggalkan identitas agamanya sendiri.

Hal ini menjadi mungkin dilakukan karena beberapa hal. Pertama, kedewassan beragama. Beragama yang dewasa adalah beragama yang kokoh dalam pemahaman agamanya sendiri, menjauhkan diri dari kemungkinan dan ketakutan terpengaruh ajaran agama lain.

Kedua, pada dasarnya semua agama memiliki titik pijak (common ground) yang sama dalam menyuarakan kebaikan dan nilai kemanusiaan. Dalam berbagai kesempatan, Hans Kung dan Paul Knitter, pemerhati dialog antariman, menekankan pentingnya kerja sama dan kolaborasi antariman yang harus lebih tajam dalam merumuskan langkah dan tindak lanjut yang langsung terkorelasi dengan problem kemanusiaan dan kegamaan umat itu sendiri. Dalam kaitan ini, peran pendidikan sangat penting untuk dilibatkan.

Berkaca dari problem intoleransi dan kekerasan berbasis agama, salah satu tantangan besar dari upaya menjaga kedamaian dan kaitannya dengan toleransi beragama adalah menumbuhkan kesadaran toleransi di kalangan warga. Di dalamnya, pendidikan dipandang menempati garis terdepan dalam upaya menumbuhkembangkan sekaligus turut menjaga keberlangsungan toleransi beragama.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1711 seconds (0.1#10.140)