Mengelola Inflasi
loading...
A
A
A
Di Indonesia, inflasi (yoy) pada bulan Mei 2022 tercatat sebesar 3,55% atau menguat sebesar 1,88% dibandingkan dengan inflasi tahunan di bulan Mei 2021. Tingkat inflasi ini merupakan inflasi tertinggi sejak Desember 2017 yang tercatat sebesar 3,61%.
Peningkatan inflasi pada Mei 2022 disebabkan oleh gejolak harga barang, terutama yang harganya diatur pemerintah. Pemerintah memperkirakan inflasi pada Juni 2022 akan mencapai 4,05% (yoy). Tren peningkatan inflasi ini mutlak memerlukan perhatian khusus bagi pemerintah mengingat lonjakan inflasi berpotensi memberikan tekanan terhadap perekonomian Indonesia.
Harmonisasi Fiskal-Moneter
Inflasi akan menyerang langsung pada masyarakat berpendatan rendah dan tidak pasti seperti buruh pabrik, buruh tani, maupun pelaku UMKM. Demikian juga masyarakat miskin, akan terdampak lebih berat karena akan mengikis standar hidup. Lebih jauh lagi, inflasi bisa mendorong warga miskin jatuh dalam jurang kemiskinan ekstrem.
Beberapa negara di dunia saat ini tengah berjibaku mengambil langkah untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan di negaranya demi menekan laju inflasi. Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, secara resmi pada Mei 2022 telah mengumumkan kenaikan suku bunga acuan 50 basis poin atau 0,5% sebagai upaya lanjutan dalam mengatasi inflasi tertinggi selama empat dekade.
Kenaikan tersebut menyusul peningkatan 0,25% suku bunga acuan yang telah dilakukan The Fed pada Maret. Tak hanya AS yang menaikkan suku bunga, Bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) juga memberikan kejutan ke pasar finansial di awal Mei 2022. Kebijakan ini adalah kali pertama dalam lebih dari 10 tahun terakhir yang diambil RBA. Bank sentral Negeri Kanguru itu menaikkan suku bunga 25 basis poin menjadi 0,35% dari rekor terendah sepanjang masa 0,1%. Kenaikan tersebut merupakan kali pertama yang terjadi sejak November 2010.
Bagi Indonesia, tekanan inflasi global tak dapat dihindari. Inflasi Indonesia pun diperkirakan terus meningkat pada beberapa bulan ke depan seiring kenaikan harga pangan dan energi serta pengaruh ekonomi global.
Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah harus memiliki opsi untuk menjaga keseimbangan anggaran dan tekanan inflasi. Saat ini, Bank Indonesia (BI) masih memilih untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate atau BI7DRRR di level 3,5% pada Juni 2022. Ini adalah bulan ke-16 kalinya secara berturut-turut bank sentral menahan suku bunga.
Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara yang memutuskan mempertahankan suku bunga dasar selain Jepang, Thailand, China, dan Rusia. Selain suku bunga acuan, bank sentral pun kembali menahan suku bunga deposite facility tetap sebesar 2,75%. Keputusan yang sama juga berlaku pada suku bunga lending facility tetap di level 4,25%.
Keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini tak lain untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan terkendalinya inflasi, serta upaya untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah tekanan eksternal yang meningkat, terutama terkait ketegangan geopolitik antara Rusia-Ukraina.
Pemerintah perlu terus berupaya agar tekanan ekonomi dari eksternal yang sedang terjadi saat ini tak sampai berdampak pada konsumsi dalam negeri. Pemerintah secara bersama-sama perlu menjaga sistem moneter ekonomi dalam negeri secara merata. Di tengah tekanan tantangan ekonomi global, pemerintah perlu tetap menjaga kestabilan daya beli masyarakat yang kini masih dalam proses pemulihan pasca pandemi.
Peningkatan inflasi pada Mei 2022 disebabkan oleh gejolak harga barang, terutama yang harganya diatur pemerintah. Pemerintah memperkirakan inflasi pada Juni 2022 akan mencapai 4,05% (yoy). Tren peningkatan inflasi ini mutlak memerlukan perhatian khusus bagi pemerintah mengingat lonjakan inflasi berpotensi memberikan tekanan terhadap perekonomian Indonesia.
Harmonisasi Fiskal-Moneter
Inflasi akan menyerang langsung pada masyarakat berpendatan rendah dan tidak pasti seperti buruh pabrik, buruh tani, maupun pelaku UMKM. Demikian juga masyarakat miskin, akan terdampak lebih berat karena akan mengikis standar hidup. Lebih jauh lagi, inflasi bisa mendorong warga miskin jatuh dalam jurang kemiskinan ekstrem.
Beberapa negara di dunia saat ini tengah berjibaku mengambil langkah untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan di negaranya demi menekan laju inflasi. Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, secara resmi pada Mei 2022 telah mengumumkan kenaikan suku bunga acuan 50 basis poin atau 0,5% sebagai upaya lanjutan dalam mengatasi inflasi tertinggi selama empat dekade.
Kenaikan tersebut menyusul peningkatan 0,25% suku bunga acuan yang telah dilakukan The Fed pada Maret. Tak hanya AS yang menaikkan suku bunga, Bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) juga memberikan kejutan ke pasar finansial di awal Mei 2022. Kebijakan ini adalah kali pertama dalam lebih dari 10 tahun terakhir yang diambil RBA. Bank sentral Negeri Kanguru itu menaikkan suku bunga 25 basis poin menjadi 0,35% dari rekor terendah sepanjang masa 0,1%. Kenaikan tersebut merupakan kali pertama yang terjadi sejak November 2010.
Bagi Indonesia, tekanan inflasi global tak dapat dihindari. Inflasi Indonesia pun diperkirakan terus meningkat pada beberapa bulan ke depan seiring kenaikan harga pangan dan energi serta pengaruh ekonomi global.
Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah harus memiliki opsi untuk menjaga keseimbangan anggaran dan tekanan inflasi. Saat ini, Bank Indonesia (BI) masih memilih untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate atau BI7DRRR di level 3,5% pada Juni 2022. Ini adalah bulan ke-16 kalinya secara berturut-turut bank sentral menahan suku bunga.
Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara yang memutuskan mempertahankan suku bunga dasar selain Jepang, Thailand, China, dan Rusia. Selain suku bunga acuan, bank sentral pun kembali menahan suku bunga deposite facility tetap sebesar 2,75%. Keputusan yang sama juga berlaku pada suku bunga lending facility tetap di level 4,25%.
Keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini tak lain untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan terkendalinya inflasi, serta upaya untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah tekanan eksternal yang meningkat, terutama terkait ketegangan geopolitik antara Rusia-Ukraina.
Pemerintah perlu terus berupaya agar tekanan ekonomi dari eksternal yang sedang terjadi saat ini tak sampai berdampak pada konsumsi dalam negeri. Pemerintah secara bersama-sama perlu menjaga sistem moneter ekonomi dalam negeri secara merata. Di tengah tekanan tantangan ekonomi global, pemerintah perlu tetap menjaga kestabilan daya beli masyarakat yang kini masih dalam proses pemulihan pasca pandemi.