Mengelola Inflasi
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Pada perspektif ekonomi, inflasi merupakan sebuah fenomena ekonomi di suatu negara di mana peristiwa ini cenderung menjadi gejala awal terjadinya gejolak ekonomi.
Inflasi bagai pisau bermata dua. Pada 1958, Philips menyatakan bahwa inflasi yang tinggi secara positif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran. Pendapat ini, didukung oleh para tokoh perspektif struktural dan Keynesian yang percaya bahwa inflasi tidak berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi.
Sebaliknya, pandangan kaum Monetaris berpendapat bahwa inflasi berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi. Ini didukung oleh peristiwa pada 1970, di mana negara-negara dengan inflasi yang tinggi terutama negara-negara Amerika Latin mulai mengalami penurunan tingkat pertumbuhan dan mendorong angka pengangguran.
Dengan demikian, tidak semua inflasi akan berdampak negatif bagi perekonomian, terutama jika inflasi yang terjadi masih dalam kontrol. Inflasi justru memberikan dorongan positif bagi para pelaku usaha untuk terus meningkatkan produksi, menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan nilai tambah perekonomian.
Akan tetapi, inflasi bisa saja berdampak negatif jika pemerintah tidak mampu mengontrol pergerakan harga. Inflasi jenis ini akan menurunkan daya beli semua entitas ekonomi secara negatif sehingga akan mempengaruhi permintaan, pertumbuhan ekonomi hingga standar hidup masyarakat.
Depresiasi pendapatan akan mempersempit peluang dan merongrong insentif untuk menabung sehingga pembentukan pasar keuangan untuk investasi akan terganggu. Inflasi yang tinggi secara umum akan berdampak negatif memengaruhi tabungan, konsumsi, produksi, investasi, dan kondisi umum untuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Mitigasi Ancaman Inflasi
Pascapandemi, kebijakan fiskal yang ekspansif berpotensi mendorong inflasi. Sejumlah negara telah mencatatkan kenaikan inflasi yang signifikan. Pembatasan mobilitas dari awal pandemi hingga tahun lalu menyebabkan terjadinya penurunan permintaan barang dan jasa akibat penurunan aktivitas ekonomi masyarakat.
Namun, tak hanya karena pandemi, perekonomian global juga kian tertekan dengan peningkatan tensi ketegangan geopolitik antara Rusia-Ukraina. Gangguan rantai pasokan disertai dengan meluasnya kebijakan proteksionisme terutama pangan oleh berbagai negara telah mendorong tingginya harga komoditas global yang berdampak pada peningkatan tekanan inflasi global. Bloomberg mencatat bahwa inflasi Amerika Serikat (8,3%) dan Inggris (9%) pada Mei 2022 tersebut telah masuk dalam gelombang inflasi tertinggi sejak 1980-an.
Selain itu, di Turki juga telah mencatat tingkat inflasi tertinggi di dunia mencapai 73,5%, hampir sepuluh kali lebih tinggi dari angka inflasi di Jerman pada Mei 2022.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Pada perspektif ekonomi, inflasi merupakan sebuah fenomena ekonomi di suatu negara di mana peristiwa ini cenderung menjadi gejala awal terjadinya gejolak ekonomi.
Inflasi bagai pisau bermata dua. Pada 1958, Philips menyatakan bahwa inflasi yang tinggi secara positif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran. Pendapat ini, didukung oleh para tokoh perspektif struktural dan Keynesian yang percaya bahwa inflasi tidak berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi.
Sebaliknya, pandangan kaum Monetaris berpendapat bahwa inflasi berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi. Ini didukung oleh peristiwa pada 1970, di mana negara-negara dengan inflasi yang tinggi terutama negara-negara Amerika Latin mulai mengalami penurunan tingkat pertumbuhan dan mendorong angka pengangguran.
Dengan demikian, tidak semua inflasi akan berdampak negatif bagi perekonomian, terutama jika inflasi yang terjadi masih dalam kontrol. Inflasi justru memberikan dorongan positif bagi para pelaku usaha untuk terus meningkatkan produksi, menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan nilai tambah perekonomian.
Akan tetapi, inflasi bisa saja berdampak negatif jika pemerintah tidak mampu mengontrol pergerakan harga. Inflasi jenis ini akan menurunkan daya beli semua entitas ekonomi secara negatif sehingga akan mempengaruhi permintaan, pertumbuhan ekonomi hingga standar hidup masyarakat.
Depresiasi pendapatan akan mempersempit peluang dan merongrong insentif untuk menabung sehingga pembentukan pasar keuangan untuk investasi akan terganggu. Inflasi yang tinggi secara umum akan berdampak negatif memengaruhi tabungan, konsumsi, produksi, investasi, dan kondisi umum untuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Mitigasi Ancaman Inflasi
Pascapandemi, kebijakan fiskal yang ekspansif berpotensi mendorong inflasi. Sejumlah negara telah mencatatkan kenaikan inflasi yang signifikan. Pembatasan mobilitas dari awal pandemi hingga tahun lalu menyebabkan terjadinya penurunan permintaan barang dan jasa akibat penurunan aktivitas ekonomi masyarakat.
Namun, tak hanya karena pandemi, perekonomian global juga kian tertekan dengan peningkatan tensi ketegangan geopolitik antara Rusia-Ukraina. Gangguan rantai pasokan disertai dengan meluasnya kebijakan proteksionisme terutama pangan oleh berbagai negara telah mendorong tingginya harga komoditas global yang berdampak pada peningkatan tekanan inflasi global. Bloomberg mencatat bahwa inflasi Amerika Serikat (8,3%) dan Inggris (9%) pada Mei 2022 tersebut telah masuk dalam gelombang inflasi tertinggi sejak 1980-an.
Selain itu, di Turki juga telah mencatat tingkat inflasi tertinggi di dunia mencapai 73,5%, hampir sepuluh kali lebih tinggi dari angka inflasi di Jerman pada Mei 2022.