Mendagri Sebut Inflasi 1,84% Berkat Kerja Sama Pemerintah Pusat dan Daerah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengapresiasi capaian inflasi tahunan (Year-on-Year) pada September 2024 yang mencapai 1,84%. Angka ini merupakan capaian inflasi terendah sejak awal Rapat Koordinasi (Rakor) pengendalian inflasi dilakukan pada dua tahun yang lalu.
Tito menyebut, prestasi ini merupakan hasil kolaborasi erat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah (Pemda), serta kementerian dan lembaga (K/L) terkait.
“Saya juga sudah menyampaikan pers rilis dari BPS tentang inflasi di bulan September kepada Bapak Presiden dan juga presiden terpilih. Beliau-beliau menyampaikan apresiasi yang sangat tinggi, karena dengan angka inflasi 1,84% year-on-year,” katanya pada Rakor Pengendalian Inflasi Daerah dirangkaikan dengan Percepatan Pengembangan Industri Gim Nasional di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (7/10/2024).
Tito menekankan pentingnya pemantauan dua komponen utama inflasi yang terdiri dari inflasi inti (core inflation) dan inflasi bergejolak (volatile inflation). Inflasi inti tidak begitu dipengaruhi oleh dinamika dan cenderung stabil dari waktu ke waktu, seperti pendidikan, kesehatan, dan rekreasi. Sementara inflasi bergejolak dipengaruhi oleh berbagai dinamika seperti suplai, permintaan, dan distribusi. Ini misalnya terjadi pada sektor pangan dan energi.
“Nah kita melihat komponen naik apa saja? Perawatan pribadi dan jasa lainnya [naik] 0,38%, itu termasuk inflasi inti core inflation. Kalau terjadi kenaikan, berarti daya beli masyarakat naik, karena demand-nya naik,” ungkapnya.
Mendagri menjelaskan pula terkait pendapat para ekonom yang menyatakan adanya deflasi selama lima bulan berturut-turut karena menurunnya daya beli masyarakat atau menurunnya permintaan. Padahal, deflasi hanya terjadi pada sektor-sektor tertentu saja, seperti rekreasi, restoran, hingga perawatan pribadi. Namun, secara umum, daya beli masyarakat masih kuat, yang dibuktikan dengan inflasi inti masih terjadi kenaikan dan permintaan masyarakat masih tetap tinggi.
“Saya sudah sampaikan bahwa kita adalah negara bukan hanya negara konsumen seperti Singapore, tapi juga negara produsen. Kalau terjadi deflasi terlalu dalam yang senang adalah rakyat, pembeli konsumen, tapi bagi masyarakat di kelas produsen petani cabai misalnya itu ya mereka bisa rugi, kekurangan bahkan tidak bisa menutupi biaya cost operasional,” ujarnya.
Pihaknya menyampaikan terima kasih kepada para kepala daerah dan K/L terkait atas kerja keras dalam menjaga inflasi tetap terkendali. Mendagri juga mengapresiasi peran Pemda yang tak berhenti melakukan upaya pengendalian inflasi. Angka inflasi 1,84% juga masih berada dalam target pemerintah sebesar 2,5% plus minus 1%, atau berada pada rentang 1,5-3,5%.
“Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada rekan-rekan kepala daerah provinsi, kabupaten/kota yang telah bekerja bersama menjaga inflasi daerah masing-masing,” pungkasnya.
Tito menyebut, prestasi ini merupakan hasil kolaborasi erat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah (Pemda), serta kementerian dan lembaga (K/L) terkait.
“Saya juga sudah menyampaikan pers rilis dari BPS tentang inflasi di bulan September kepada Bapak Presiden dan juga presiden terpilih. Beliau-beliau menyampaikan apresiasi yang sangat tinggi, karena dengan angka inflasi 1,84% year-on-year,” katanya pada Rakor Pengendalian Inflasi Daerah dirangkaikan dengan Percepatan Pengembangan Industri Gim Nasional di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (7/10/2024).
Tito menekankan pentingnya pemantauan dua komponen utama inflasi yang terdiri dari inflasi inti (core inflation) dan inflasi bergejolak (volatile inflation). Inflasi inti tidak begitu dipengaruhi oleh dinamika dan cenderung stabil dari waktu ke waktu, seperti pendidikan, kesehatan, dan rekreasi. Sementara inflasi bergejolak dipengaruhi oleh berbagai dinamika seperti suplai, permintaan, dan distribusi. Ini misalnya terjadi pada sektor pangan dan energi.
“Nah kita melihat komponen naik apa saja? Perawatan pribadi dan jasa lainnya [naik] 0,38%, itu termasuk inflasi inti core inflation. Kalau terjadi kenaikan, berarti daya beli masyarakat naik, karena demand-nya naik,” ungkapnya.
Mendagri menjelaskan pula terkait pendapat para ekonom yang menyatakan adanya deflasi selama lima bulan berturut-turut karena menurunnya daya beli masyarakat atau menurunnya permintaan. Padahal, deflasi hanya terjadi pada sektor-sektor tertentu saja, seperti rekreasi, restoran, hingga perawatan pribadi. Namun, secara umum, daya beli masyarakat masih kuat, yang dibuktikan dengan inflasi inti masih terjadi kenaikan dan permintaan masyarakat masih tetap tinggi.
“Saya sudah sampaikan bahwa kita adalah negara bukan hanya negara konsumen seperti Singapore, tapi juga negara produsen. Kalau terjadi deflasi terlalu dalam yang senang adalah rakyat, pembeli konsumen, tapi bagi masyarakat di kelas produsen petani cabai misalnya itu ya mereka bisa rugi, kekurangan bahkan tidak bisa menutupi biaya cost operasional,” ujarnya.
Pihaknya menyampaikan terima kasih kepada para kepala daerah dan K/L terkait atas kerja keras dalam menjaga inflasi tetap terkendali. Mendagri juga mengapresiasi peran Pemda yang tak berhenti melakukan upaya pengendalian inflasi. Angka inflasi 1,84% juga masih berada dalam target pemerintah sebesar 2,5% plus minus 1%, atau berada pada rentang 1,5-3,5%.
“Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada rekan-rekan kepala daerah provinsi, kabupaten/kota yang telah bekerja bersama menjaga inflasi daerah masing-masing,” pungkasnya.
(cip)