Kampanye Tatap Muka Dikurangi, Slot Medsos dan Iklan Diperbanyak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19 dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan. Sehingga, berbagai tahapan pilkada pun memperhatikan social distancing dan mengurangi pertemuan langsung dengan banyak orang, termasuk di tahapan kampanye .
Karena itu, kampanye pada Pilkada Serentak 2020 nanti akan lebih banyak menggunakan media sosial (medsos) dan juga iklan ketimbang tatap muka. (Baca juga: Doli Kurnia Sebut Pilkada Langsung Medan Seleksi Kepemimpinan Nasional)
Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengatakan bahwa pertemuan akbar di tengah pandemi ini sudah tidak memungkinkan, sehingga kampanye yang diperbolehkan adalah kampanye dialogis di ruang tertutup. Dalam PKPU memang sudah diusulkan maksimal 20 orang dan sisanya bisa disambungkan secara virtual ke posko-posko pemenangan.
“Tapi 20 orang terlalu sedikit, bisa juga 50-100 selama ada protokol kesehatan, rapat di DPR saja bisa 60%,” kata Saan kepada saat dihubungi, Minggu (22/6/2020).
Sekretaris Fraksi Partai NasDem DPR ini menilai, kalau kampanye dialogis hanya berisi maksimal 20 peserta, maka tentu kurang meriah walaupun kampanye itu juga disambungkan ke posko-posko pemenangan. Karena itu, pihaknya akan mengusulkan apakah memungkinkan maksimal diisi 100 peserta dengan menerapkan protokol Covid-19. “100 orang kan masih bisa terkontrol dan masih bisa physical distancing,” imbuh Saan.
Kemudian, dengan pengurangan kampanye tatap muka tentu kampanye medsos, iklan, maupun alat peraga kampanye (APK) akan diberi kesempatan yang lebih luas. Hal ini akan dikoordinasikan dengan Bawaslu mengenai kampanye di luar ruang agar paslon punya ruang yang lebih luas. “Aturan sebelumnya kan sangat ketat pembatasannya, nanti karena Covid-19 akan dilonggarkan soal APK, medsos, dan iklan ini,” terangnya.
Terkait kampanye door to door, dia menjelaskan bahwa model kampanye itu agak berat karena bersinggungan langsung dengan masyarakat dan tentu paslon dan timnya harus mengenakan alat pelindung diri (APD) yang lengkap, sebagaimana para penyelenggara ad hoc melaksanakan tugasnya. Dan lagi, itu akan lebih riskan karena berpotensi membuat kerumunan.
“Dan itu susah dikontrol, saat ada paslon datang ke rumah-rumah akan menarik perhatian warga. Kita ingin coba bahas lagi soal ini. Kalau PKPU sendiri lebih banyak mengatur soal model kampanye di kondisi pandemi dengan memperbanyak kegiatan di medsos, mengurangi bersinggungan langsung dengan masyarakat,” tandas Saan.
Karena itu, kampanye pada Pilkada Serentak 2020 nanti akan lebih banyak menggunakan media sosial (medsos) dan juga iklan ketimbang tatap muka. (Baca juga: Doli Kurnia Sebut Pilkada Langsung Medan Seleksi Kepemimpinan Nasional)
Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengatakan bahwa pertemuan akbar di tengah pandemi ini sudah tidak memungkinkan, sehingga kampanye yang diperbolehkan adalah kampanye dialogis di ruang tertutup. Dalam PKPU memang sudah diusulkan maksimal 20 orang dan sisanya bisa disambungkan secara virtual ke posko-posko pemenangan.
“Tapi 20 orang terlalu sedikit, bisa juga 50-100 selama ada protokol kesehatan, rapat di DPR saja bisa 60%,” kata Saan kepada saat dihubungi, Minggu (22/6/2020).
Sekretaris Fraksi Partai NasDem DPR ini menilai, kalau kampanye dialogis hanya berisi maksimal 20 peserta, maka tentu kurang meriah walaupun kampanye itu juga disambungkan ke posko-posko pemenangan. Karena itu, pihaknya akan mengusulkan apakah memungkinkan maksimal diisi 100 peserta dengan menerapkan protokol Covid-19. “100 orang kan masih bisa terkontrol dan masih bisa physical distancing,” imbuh Saan.
Kemudian, dengan pengurangan kampanye tatap muka tentu kampanye medsos, iklan, maupun alat peraga kampanye (APK) akan diberi kesempatan yang lebih luas. Hal ini akan dikoordinasikan dengan Bawaslu mengenai kampanye di luar ruang agar paslon punya ruang yang lebih luas. “Aturan sebelumnya kan sangat ketat pembatasannya, nanti karena Covid-19 akan dilonggarkan soal APK, medsos, dan iklan ini,” terangnya.
Terkait kampanye door to door, dia menjelaskan bahwa model kampanye itu agak berat karena bersinggungan langsung dengan masyarakat dan tentu paslon dan timnya harus mengenakan alat pelindung diri (APD) yang lengkap, sebagaimana para penyelenggara ad hoc melaksanakan tugasnya. Dan lagi, itu akan lebih riskan karena berpotensi membuat kerumunan.
“Dan itu susah dikontrol, saat ada paslon datang ke rumah-rumah akan menarik perhatian warga. Kita ingin coba bahas lagi soal ini. Kalau PKPU sendiri lebih banyak mengatur soal model kampanye di kondisi pandemi dengan memperbanyak kegiatan di medsos, mengurangi bersinggungan langsung dengan masyarakat,” tandas Saan.
(nbs)