Indonesia Bukan India, Pilkada Serentak 2020 Sudah Membuktikan
loading...
A
A
A
Kastorius Sinaga
Staf Khusus Mendagri
KEKACAUAN akibat tsunami Covid-19 di India kian merebak. Dilaporkan, masyarakat tak lagi kebagian tabung gas oksigen dan bahkan sampai tidak kebagian kayu untuk membakar mayat-mayat hingga sampai pohon kota ditebang untuk api kremasi. Angka kasus baru di negara Asia Selatan per 28 April 2021 mencapai 360.927 kasus infeksi baru dan sekitar 3.645 orang meninggal dalam sehari.
Tsunami Covid India telah mencemaskan dunia, termasuk Indonesia. Gelombang 'tsunami Covid' di India terjadi karena kombinasi beberapa faktor: pertama, adanya varian baru Covid yang lebih menular dan mematikan. Kedua, kegiatan massal tanpa prokes Covid-19 ketat yaitu, kegiatan keagamaan, kegiatan olahraga, khususnya kriket sebagai national game yang stadionnya penuh sesak tanpa prokes, dan kegiatan pemilu daerah (pilkada) di 5 negara bagian yaitu Bengal Barat, Tamil Nadu, Kerala, Assam dan Puducherry dengan kampanye ribuan orang tanpa prokes.
Di negara bagian utara Bihar kerumunan besar terjadi dalam kampanye politik menjelang pilkada negara bagian. Rekaman menunjukkan terjadi kerumunan dan desak-desakan dan hampir tidak ada yang tampak mengenakan masker.
Ahli virologi dan dokter menyebut pertemuan besar itu "tidak berperasaan" dan mengatakan bahwa rasa berpuas diri seperti itu dapat menghancurkan, karena virus menyebar lebih cepat. Ahli virologi Dr Shahid Jameel mengatakan partai politik harus lebih bertanggung jawab dan mereka perlu mendidik kader mereka.
Kampanye dan arak-arakan politik tanpa prokes di India menjadi pelengkap penyebab "badai sempurna" yang membuat gelombang kedua COVID-19 yang mematikan di negara tetangga Pakistan itu. Juru bicara WHO, Tarik Jasarevic, pada Selasa (27/4/2021), memperingatkan agar India tidak menyalahkan varian baru virus Corona sebagai satu-satunya penyebab tsunami COVID-19 yang melanda dalam beberapa pekan terakhir.
Pemerintah India secara keseluruhan dianggap gagal dalam menangani pandemi Covid-19 yang menyerang negara itu. Bahkan beberapa pihak meminta agar Modi mundur. Permintaan ini dilandasi oleh sikap PM yang terlihat tidak peduli dengan penyebaran Covid-19. Dalam sebuah momen kampanye yang dihadiri ribuan pendukungnya, Modi terlihat tidak mengenakan masker pada rapat umum kampanye partainya BJP. Modi juga dianggap gagal dalam mengatasi mobilitas publik pada acara tradisi Kumbh Mela di sungai Gangga. Di saat pandemi yang masih meluas di negara itu, tradisi ini masih tetap saja terjadi dengan mengumpulkan kerumunan sebanyak 5 juta orang.
India dan Indonesia sama-sama negara demokrasi, dengan populasi padat dan tibgkat ekonomi relatif sama dan baru saja melakukan hajatan politik, yaitu pemilihan kepala daerah atau pilkada di tengah Covid-19. Bahkan pilkada serentak Desember 2020 di 270 daerah di Indonesia dengan total 103 juta pemilih telah dinobatkan sebagai "pemilu di tengah Covid-19" terbesar kedua di dunia setelah Pilpres Amerika.
Beda antara India dan Indonesia di dalam menyelenggarakan pemilu di tengah Covid-19 adalah bahwa India gagal menerapkan prokes sehingga menimbulkan tsunami Covid-19, sementara Indonesia berhasil menerapkan prokes yang sangat ketat berikut sanksi berat di semua tahapan, sehingga pilkada 2020 tidak menimbulkan lonjakan kasus infeksi baru.
Pelaksanaan Pilkada di Indonesia awalnya banyak ditentang, bahkan diminta ditunda. Namun Indonesia tetap melaksanakan dengan menetapkan syarat prokes ketat; kampanye maksimal hanya boleh diikuti secara luring oleh 50 orang dan menerapkan 3M. Dilarang arak-arakan dan kerumunan massa, pelarangan bazar dan pentas seni dalam kampanye dan pencoblosan sesuai waktu panggilan, sehingga calon pemilih tak membludak di TPS di Hari H. Hal itu berhasil. Bahkan karena penerapan prokes ketat, pemilih merasa yakin aman Covid-19, sehingga partisipasi politik terbilang tinggi hingga mencapai 76%.
Staf Khusus Mendagri
KEKACAUAN akibat tsunami Covid-19 di India kian merebak. Dilaporkan, masyarakat tak lagi kebagian tabung gas oksigen dan bahkan sampai tidak kebagian kayu untuk membakar mayat-mayat hingga sampai pohon kota ditebang untuk api kremasi. Angka kasus baru di negara Asia Selatan per 28 April 2021 mencapai 360.927 kasus infeksi baru dan sekitar 3.645 orang meninggal dalam sehari.
Tsunami Covid India telah mencemaskan dunia, termasuk Indonesia. Gelombang 'tsunami Covid' di India terjadi karena kombinasi beberapa faktor: pertama, adanya varian baru Covid yang lebih menular dan mematikan. Kedua, kegiatan massal tanpa prokes Covid-19 ketat yaitu, kegiatan keagamaan, kegiatan olahraga, khususnya kriket sebagai national game yang stadionnya penuh sesak tanpa prokes, dan kegiatan pemilu daerah (pilkada) di 5 negara bagian yaitu Bengal Barat, Tamil Nadu, Kerala, Assam dan Puducherry dengan kampanye ribuan orang tanpa prokes.
Di negara bagian utara Bihar kerumunan besar terjadi dalam kampanye politik menjelang pilkada negara bagian. Rekaman menunjukkan terjadi kerumunan dan desak-desakan dan hampir tidak ada yang tampak mengenakan masker.
Ahli virologi dan dokter menyebut pertemuan besar itu "tidak berperasaan" dan mengatakan bahwa rasa berpuas diri seperti itu dapat menghancurkan, karena virus menyebar lebih cepat. Ahli virologi Dr Shahid Jameel mengatakan partai politik harus lebih bertanggung jawab dan mereka perlu mendidik kader mereka.
Kampanye dan arak-arakan politik tanpa prokes di India menjadi pelengkap penyebab "badai sempurna" yang membuat gelombang kedua COVID-19 yang mematikan di negara tetangga Pakistan itu. Juru bicara WHO, Tarik Jasarevic, pada Selasa (27/4/2021), memperingatkan agar India tidak menyalahkan varian baru virus Corona sebagai satu-satunya penyebab tsunami COVID-19 yang melanda dalam beberapa pekan terakhir.
Pemerintah India secara keseluruhan dianggap gagal dalam menangani pandemi Covid-19 yang menyerang negara itu. Bahkan beberapa pihak meminta agar Modi mundur. Permintaan ini dilandasi oleh sikap PM yang terlihat tidak peduli dengan penyebaran Covid-19. Dalam sebuah momen kampanye yang dihadiri ribuan pendukungnya, Modi terlihat tidak mengenakan masker pada rapat umum kampanye partainya BJP. Modi juga dianggap gagal dalam mengatasi mobilitas publik pada acara tradisi Kumbh Mela di sungai Gangga. Di saat pandemi yang masih meluas di negara itu, tradisi ini masih tetap saja terjadi dengan mengumpulkan kerumunan sebanyak 5 juta orang.
India dan Indonesia sama-sama negara demokrasi, dengan populasi padat dan tibgkat ekonomi relatif sama dan baru saja melakukan hajatan politik, yaitu pemilihan kepala daerah atau pilkada di tengah Covid-19. Bahkan pilkada serentak Desember 2020 di 270 daerah di Indonesia dengan total 103 juta pemilih telah dinobatkan sebagai "pemilu di tengah Covid-19" terbesar kedua di dunia setelah Pilpres Amerika.
Beda antara India dan Indonesia di dalam menyelenggarakan pemilu di tengah Covid-19 adalah bahwa India gagal menerapkan prokes sehingga menimbulkan tsunami Covid-19, sementara Indonesia berhasil menerapkan prokes yang sangat ketat berikut sanksi berat di semua tahapan, sehingga pilkada 2020 tidak menimbulkan lonjakan kasus infeksi baru.
Pelaksanaan Pilkada di Indonesia awalnya banyak ditentang, bahkan diminta ditunda. Namun Indonesia tetap melaksanakan dengan menetapkan syarat prokes ketat; kampanye maksimal hanya boleh diikuti secara luring oleh 50 orang dan menerapkan 3M. Dilarang arak-arakan dan kerumunan massa, pelarangan bazar dan pentas seni dalam kampanye dan pencoblosan sesuai waktu panggilan, sehingga calon pemilih tak membludak di TPS di Hari H. Hal itu berhasil. Bahkan karena penerapan prokes ketat, pemilih merasa yakin aman Covid-19, sehingga partisipasi politik terbilang tinggi hingga mencapai 76%.