Melindungi Perempuan, Memberi Pendidikan
loading...
A
A
A
Jejen Musfah
Dosen Kebijakan Pendidikan Magister UIN Syahid Jakarta, Wakil Sekjen PB PGRI
INDONESIA akan mengalami bonus demografi pada 2045. Hal ini bisa menjadi berkah bagi bangsa jika sumber daya manusianya berkualitas. Sebaliknya, ia akan menjadi bencana jika sumber daya manusianya tidak berkualitas. Di antara faktor penentu kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa ini adalah kualitas perempuan di masa kini dan mendatang.
Peningkatan kualitas perempuan harus menjadi perhatian pemerintah dan swasta. Kualitas perempuan diperlukan untuk peningkatan kualitas hidupnya, juga untuk melahirkan generasi berkualitas melalui perannya sebagai ibu yang cerdas dan berkarakter. Pendidikan merupakan jalan peningkatan mutu perempuan.
Masalahnya, upaya peningkatan kualitas perempuan masih mengalami banyak kendala serius. Dibutuhkan langkah dan upaya bersama untuk mengatasi masalah-masalah perempuan, baik di rumah, di sekolah, maupun di kampus. Tanpa agenda dan perjuangan bersama, perempuan akan selalu terpinggirkan dan tidak punya daya saing untuk hidup layak.
Keluarga
Keluarga adalah tempat pertama perempuan meniti kualitas dirinya sekaligus tempat yang bisa memadamkan cahaya terang masa depannya. Dari rumah diputuskan apakah ia berhak mendapatkan pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, sama dengan anak laki-laki, atau sebaliknya mendapatkan perlakuan yang tidak adil bahkan kejam.
Faktanya banyak perempuan yang tidak berpendidikan, entah karena kemauan orang tua, kemiskinan, atau pernikahan dini. Perempuan hanya menjadi pekerja kasar yang digaji secukupnya karena pendidikan yang rendah. Padahal pendidikan adalah hak mereka agar kelak mandiri dan kompeten menjalankan perannya sebagai ibu, istri, atau pekerja.
Anak perempuan juga kerap menjadi korban kekerasan seksual ayah, ayah tiri, paman, atau orang-orang terdekatnya. Alih-alih mendapatkan perlindungan dan bimbingan, anak perempuan malah menjadi korban laki-laki dewasa. Peristiwa ini tidak saja menghancurkan masa depan mereka tetapi meninggalkan trauma mental yang membutuhkan penanganan serius.
Menurut data Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 2021, sepanjang 2020 tercatat kekerasan terhadap perempuan sebanyak 299.911 kasus. Dari jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang tercatat di Komnas HAM tersebut, sebanyak 291.677 kasus bersumber dari pengadilan agama, lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 8.234 kasus, dan unit pelayanan dan rujukan sebanyak 2.389 kasus.
Kasus kekerasan seksual merupakan kasus tertinggi dalam kekerasan terhadap perempuan, yakni sebanyak 962 kasus yang terdiri dari 166 kasus pencabulan, 299 kasus permerkosaan, 181 kasus pelecehan seksul, dan sebanyak 5 kasus persetubuhan. Tidak hanya terjadi di ranah komunitas/publik, kasus kekerasan terhadap perempuan juga terjadi di lingkungan rumah tangga. Sebanyak 6.480 kasus terjadi kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga.
Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), sepanjang 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan di mana 15,2% adalah kekerasan seksual. Kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan merupakan fenomena puncak gunung es. Fakta yang terjadi di lapangan bisa jauh lebih besar dan lebih mengerikan.
Dosen Kebijakan Pendidikan Magister UIN Syahid Jakarta, Wakil Sekjen PB PGRI
INDONESIA akan mengalami bonus demografi pada 2045. Hal ini bisa menjadi berkah bagi bangsa jika sumber daya manusianya berkualitas. Sebaliknya, ia akan menjadi bencana jika sumber daya manusianya tidak berkualitas. Di antara faktor penentu kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa ini adalah kualitas perempuan di masa kini dan mendatang.
Peningkatan kualitas perempuan harus menjadi perhatian pemerintah dan swasta. Kualitas perempuan diperlukan untuk peningkatan kualitas hidupnya, juga untuk melahirkan generasi berkualitas melalui perannya sebagai ibu yang cerdas dan berkarakter. Pendidikan merupakan jalan peningkatan mutu perempuan.
Masalahnya, upaya peningkatan kualitas perempuan masih mengalami banyak kendala serius. Dibutuhkan langkah dan upaya bersama untuk mengatasi masalah-masalah perempuan, baik di rumah, di sekolah, maupun di kampus. Tanpa agenda dan perjuangan bersama, perempuan akan selalu terpinggirkan dan tidak punya daya saing untuk hidup layak.
Keluarga
Keluarga adalah tempat pertama perempuan meniti kualitas dirinya sekaligus tempat yang bisa memadamkan cahaya terang masa depannya. Dari rumah diputuskan apakah ia berhak mendapatkan pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, sama dengan anak laki-laki, atau sebaliknya mendapatkan perlakuan yang tidak adil bahkan kejam.
Faktanya banyak perempuan yang tidak berpendidikan, entah karena kemauan orang tua, kemiskinan, atau pernikahan dini. Perempuan hanya menjadi pekerja kasar yang digaji secukupnya karena pendidikan yang rendah. Padahal pendidikan adalah hak mereka agar kelak mandiri dan kompeten menjalankan perannya sebagai ibu, istri, atau pekerja.
Anak perempuan juga kerap menjadi korban kekerasan seksual ayah, ayah tiri, paman, atau orang-orang terdekatnya. Alih-alih mendapatkan perlindungan dan bimbingan, anak perempuan malah menjadi korban laki-laki dewasa. Peristiwa ini tidak saja menghancurkan masa depan mereka tetapi meninggalkan trauma mental yang membutuhkan penanganan serius.
Menurut data Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 2021, sepanjang 2020 tercatat kekerasan terhadap perempuan sebanyak 299.911 kasus. Dari jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang tercatat di Komnas HAM tersebut, sebanyak 291.677 kasus bersumber dari pengadilan agama, lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 8.234 kasus, dan unit pelayanan dan rujukan sebanyak 2.389 kasus.
Kasus kekerasan seksual merupakan kasus tertinggi dalam kekerasan terhadap perempuan, yakni sebanyak 962 kasus yang terdiri dari 166 kasus pencabulan, 299 kasus permerkosaan, 181 kasus pelecehan seksul, dan sebanyak 5 kasus persetubuhan. Tidak hanya terjadi di ranah komunitas/publik, kasus kekerasan terhadap perempuan juga terjadi di lingkungan rumah tangga. Sebanyak 6.480 kasus terjadi kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga.
Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), sepanjang 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan di mana 15,2% adalah kekerasan seksual. Kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan merupakan fenomena puncak gunung es. Fakta yang terjadi di lapangan bisa jauh lebih besar dan lebih mengerikan.