Menuju Tatanan Baru New Normal
loading...
A
A
A
Genealogi New Normal
Dalam kondisi kedaruratan, semua hal memang bisa terjadi, termasuk munculnya sindrom “katak rebus” seperti ilustrasi di atas. Karena itu penting untuk mengelola emosi, narasi, dan juga aksi nyata untuk menyampaikan informasi yang sesungguhnya soal pandemi ini.
Covid-19 betul-betul telah menciptakan perubahan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible changes), sementara perubahan tersebut di masa selanjutnya menjadi permanen (changes permanently). Selama vaksin belum berhasil ditemukan, selama itu pula kita akan menjalani kehidupan yang tidak normal. Kalaupun vaksin berhasil ditemukan, maka yang terjadi justru kita akan meninggalkan kebiasaan lama atau old normal menuju kebiasaan baru atau new normal.
Teminologi new normal pertama kali dibuat dan dipopulerkan Roger Mcnamee pada 2004. Menurut pebisnis sekaligus musisi ini new normal atau normal baru menunjukkan sebuah situasi pasca-krisis ekonomi (2007-2008) dan resesi global (2008-2012) yang membutuhkan aturan baru dalam aktivitas bisnis.
Istilah ini muncul dari konteks mengingatkan kepercayaan para ekonom dan pembuat kebijakan bahwa industri akan dioperasikan dengan cara terbaru mereka setelah mengalami krisis. Sejak itu, new normal digunakan dalam berbagai konteks lain untuk menyiratkan bahwa sesuatu yang sebelumnya tak normal telah menjadi biasa.
Dari sini, kita pun mengenal adanya tiga fase yang harus dilewati selama pandemi yaitu business as usual mode yang kita sebut old normal, kemudian survival mode atau new normal dan recovery serta growth mode atau next normal. (Baca juga: Ingat! Ini Jadwal Operasional MRT Besok Selama Masa PSBB Transisi)
Salah satu bentuk new normal yang paling kita rasakan adalah adanya pergeseran pekerjaan yang tadinya di kantor menjadi di rumah. Di luar pekerjaan kantor biasa, rumah pun memiliki arti baru ketika individu dan keluarga mencari cara baru untuk menyeimbangkan kebutuhan hidup-kerja dalam keterbatasan ruang.
Realitas seperti itu membuat banyak perusahaan yang mengalami kekurangan likuditas akan berusaha mengurangi ruang kantor dan infrastruktur. Orang-orang pun mulai membawa peralatan khusus, mesin, teknologi dan bahkan asuransi ke rumahnya.
New normal juga meniscayakan pengiriman dan penerimaan transaksi yang dilakukan dari rumah. Sehingga banyak bisnis ritel dan distributor produk akan beralih ke pengiriman dan atau remote pertama. Publik tentu saja berharap, ada solusi pengiriman barang atau produk yang lebih aman dan higienis. Rantai pasokan barang atau produk pun mengalami kemajuan tanpa perlu melakukan kontak fisik terlalu banyak.
Analis Teknologi Ben Evans menuturkan, bahwa pandemi yang terus berlanjut kian membalikan dunia, kesadaran baru mulai muncul pada kehidupan manusia. Bahwa hari ini, siapa pun akan melakukan apa saja secara online. Perubahan sedang terjadi dalam skala yang belum pernah kita duga sebelumnya.
Dalam kondisi kedaruratan, semua hal memang bisa terjadi, termasuk munculnya sindrom “katak rebus” seperti ilustrasi di atas. Karena itu penting untuk mengelola emosi, narasi, dan juga aksi nyata untuk menyampaikan informasi yang sesungguhnya soal pandemi ini.
Covid-19 betul-betul telah menciptakan perubahan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible changes), sementara perubahan tersebut di masa selanjutnya menjadi permanen (changes permanently). Selama vaksin belum berhasil ditemukan, selama itu pula kita akan menjalani kehidupan yang tidak normal. Kalaupun vaksin berhasil ditemukan, maka yang terjadi justru kita akan meninggalkan kebiasaan lama atau old normal menuju kebiasaan baru atau new normal.
Teminologi new normal pertama kali dibuat dan dipopulerkan Roger Mcnamee pada 2004. Menurut pebisnis sekaligus musisi ini new normal atau normal baru menunjukkan sebuah situasi pasca-krisis ekonomi (2007-2008) dan resesi global (2008-2012) yang membutuhkan aturan baru dalam aktivitas bisnis.
Istilah ini muncul dari konteks mengingatkan kepercayaan para ekonom dan pembuat kebijakan bahwa industri akan dioperasikan dengan cara terbaru mereka setelah mengalami krisis. Sejak itu, new normal digunakan dalam berbagai konteks lain untuk menyiratkan bahwa sesuatu yang sebelumnya tak normal telah menjadi biasa.
Dari sini, kita pun mengenal adanya tiga fase yang harus dilewati selama pandemi yaitu business as usual mode yang kita sebut old normal, kemudian survival mode atau new normal dan recovery serta growth mode atau next normal. (Baca juga: Ingat! Ini Jadwal Operasional MRT Besok Selama Masa PSBB Transisi)
Salah satu bentuk new normal yang paling kita rasakan adalah adanya pergeseran pekerjaan yang tadinya di kantor menjadi di rumah. Di luar pekerjaan kantor biasa, rumah pun memiliki arti baru ketika individu dan keluarga mencari cara baru untuk menyeimbangkan kebutuhan hidup-kerja dalam keterbatasan ruang.
Realitas seperti itu membuat banyak perusahaan yang mengalami kekurangan likuditas akan berusaha mengurangi ruang kantor dan infrastruktur. Orang-orang pun mulai membawa peralatan khusus, mesin, teknologi dan bahkan asuransi ke rumahnya.
New normal juga meniscayakan pengiriman dan penerimaan transaksi yang dilakukan dari rumah. Sehingga banyak bisnis ritel dan distributor produk akan beralih ke pengiriman dan atau remote pertama. Publik tentu saja berharap, ada solusi pengiriman barang atau produk yang lebih aman dan higienis. Rantai pasokan barang atau produk pun mengalami kemajuan tanpa perlu melakukan kontak fisik terlalu banyak.
Analis Teknologi Ben Evans menuturkan, bahwa pandemi yang terus berlanjut kian membalikan dunia, kesadaran baru mulai muncul pada kehidupan manusia. Bahwa hari ini, siapa pun akan melakukan apa saja secara online. Perubahan sedang terjadi dalam skala yang belum pernah kita duga sebelumnya.