Belajar Adil dari Yap Thiam Hien, Pembela Kaum Tertindas

Selasa, 21 September 2021 - 06:00 WIB
loading...
A A A
Dikisahkan sepulang dari kantor, Yap beristirahat sebentar. Hanya saja, kali ini istirahatnya membuahkan mimpi yang agak di luar kebiasaan. Dia kemudian menceritakan ke istrinya, Khing bermimpi ditunjuk untuk membela Omar Dani, mantan Menteri Panglima Angkatan Udara yang dituduh terlibat gerakan G30S/PKI-Red).

Mimpi seolah menjadi nyata, ketika saat itu juga terdengar suara kendaraan berhenti di depan rumah mereka di bilangan Grogol, Jakarta Barat. Khing melongok keluar. Sebuah jip militer besar, bertuliskan "Mahmilub"!

Di masa awal Orde Baru itu, Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) sangat besar peran dan kekuasaannya dalam mengusut kasus-kasus G30S. Tak ada yang tidak khawatir melihat kendaraan Mahmilub berhenti di rumahnya. Khing membuka pintu sementara di dalam benak menghunjam kegetiran bercampur kekhawatiran. Trauma penangkapan suaminya oleh Pasukan Kalong di awal 1966 belum hilang dari ingatan.

Kedatangan tiga petugas, Khing lalu mempersilakan duduk. Salah satu petugas kemudian mengingatkan tak perlu takut. Perwira yang sama kemudian menyampaikan membawa perintah Mahmilub yang menunjuk Yap untuk membela Soebandrio. Soebandrio adalah mantan Wakil Perdana Menteri pertama merangkap menlu yang dituduh salah satu tokoh utama G30S/PKI.

Khing dapat melihat suaminya sedikit gugup, tapi perasaan itu tampak dapat ditekannya. Yap kemudian mengamini permintaan itu. "Kalau begitu yang diperintahkan oleh Pemerintah, saya tidak ada jalan lain kecuali menerimanya."

Yap menyadari betul konsekuensi tugas itu. Istrinya tak kurang khawatir, sampai ia melarang suaminya keluar setiap kali ada tamu mengetuk pintu. Ia khawatir suaminya ditembak orang yang tak senang hati ia membela Soebandrio. Khing pun dapat merasakan, suaminya mulai dijauhi kolega.

Sebulan lebih ia bekerja. Pagi berangkat, makan siang pulang, lalu pergi bekerja lagi dan baru kembali sekitar pukul 21.00. Namun di mata istrinya, perilaku Yap tetap tenang, seperti tak ada beban berat.

Dalam kenangan Adnan Buyung Nasution seperti diungkapkan Matra, edisi Maret 1999, saat itu Yap tampil amat mengesankan karena mutu ilmu hukumnya yang tinggi dan kegigihannya mempertahankan hak-hak terdakwa. Orang tak menyangka kalau untuk kerja yang penuh dedikasi itu tak ada honor sepeser pun diterimanya dari pemerintah. Persoalan materi sejak awal tidak menjadi daya tarik utama bekas guru ini.

Dalam tataran profesi, reputasinya sebagai advokat yang tak banyak basa-basi semakin terbentuk. Ketika masih bergabung dengan kantor advokat Tan Po Goan di tahun 1950-an, dalam posisi membela beberapa orang Pasar Senen yang kena gusur seorang kaya pemilik gedung, Yap menyerang pribadi advokat lawannya dengan mengatakan, "Bagaimana bisa Anda membantu seorang kaya menentang orang miskin?" Serangan pribadi macam itu tentu melanggar etika antarkolega di sidang pengadilan.

Yap bahkan dijuluki advokat kepala batu, keras dan teguh membela kebenaran yang selalu dilihatnya hitam putih. Salah satu buah kerepotan akibat sikapnya itu ya sekitar tahun baru 1966, saat subuh rumahnya digedor pasukan berseragam hitam yang mengambil Yap begitu saja. Ia sempat menginap di hotel prodeo selama sekitar lima hari, atas tuduhan terlibat Gestapu karena pernah jadi anggota Baperki sebuah ormas yang dicap "kiri".
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2226 seconds (0.1#10.140)