Belajar Adil dari Yap Thiam Hien, Pembela Kaum Tertindas

Selasa, 21 September 2021 - 06:00 WIB
loading...
A A A
Lulus dari AMS, Yap tidak langsung memperoleh pekerjaan. Karena itu ia pindah ke Batavia dan masuk ke Hollands-Chineesche Kweekschool (HCK) di Meester Cornelis. HCK adalah sekolah pendidikan guru yang berlangsung satu tahun yang memberikan kesempatan kepada para pemuda peranakan yang ingin menempuh pendidikan profesional tetapi tidak mempunyai biaya untuk masuk ke universitas.

Setamat dari HCK, Yap menjadi guru selama empat tahun di wilde scholen (sekolah-sekolah yang tidak diakui Pemerintah Belanda) Chinese Zendingschool, Cirebon. Berikutnya menjadi guru di Tionghwa Hwee Kwan Holl, China School di Rembang dan Christelijke School di Batavia. Lalu, sejak 1938, Yap yang pernah menjadi pencari langganan telepon, bekerja di kantor asuransi Jakarta dan di Balai Harta Peninggalan Departemen Kehakiman pada 1943 serta mendaftar di Rechsthogeschool (Sekolah Tinggi Hukum).

Tiga tahun kemudian tepatnya awal 1946, Yap mendapatkan kesempatan untuk bekerja pada sebuah kapal pemulangan orang-orang Belanda yang mengantarkannya ke Belanda untuk menyelesaikan studi hukumnya di Universitas Leiden. Dari sana ia meraih gelar Meester in de Rechten. Sementara belajar di Leiden, Thiam Hien tinggal di Zendingshuis, pusat Gereja Reformasi Belanda di Oegstgeest.

Selama tinggal di Zendingshuis, Yap banyak membaca buku-buku teologi Protestan dan berdiskusi dengan para mahasiswa Belanda yang mempersiapkan diri untuk menjadi misionaris. Yap semakin tertarik akan pelayanan gereja dan Gereja Reformasi Belanda kemudian menawarkan kesempatan kepada Thiam Hien untuk belajar di Selly Oak College di Inggris dengan syarat ia kelak mengabdikan hidupnya bagi pelayanan gereja di Indonesia.

Yap lalu menyetujuinya dan sekembalinya dari Eropa ia menjadi pemimpin organisasi pemuda Kristen Tjeng Lian Hwee di Jakarta pada akhir 1940-an. Selama di Belanda, Yap berkembang menjadi seorang sosialis demokrat melalui pergaulannya dengan banyak mahasiswa Indonesia lainnya yang terkait dengan Partij van de Arbeid (Partai Buruh) di Italia.

Sekembalinya ke Tanah Air pada 1948, Yap menikahi perempuan asal Semarang, Tan Gien Khing Nio. Pernikahan mereka diresmikan di tengah handai taulan, cukup sederhana, di sebuah restoran di Jalan Sabang, Jakarta. Seratusan tamu disuguhi teh dan kue saja.

Ia pun kemudian mulai berkiprah sebagai seorang pengacara warga untuk warga keturunan Tionghoa di Jakarta. Belakangan ia bergabung dengan sebuah biro hukum kecil namun cukup terkemuka dengan rekan-rekannya yang semuanya terlibat dalam masalah yang jauh lebih luas daripada sekadar masalah Tionghoa.

Rekan seniornya pada waktu itu antara lain adalah Lie Hwee Yoe, pendiri biro hukum itu pada tahun 1930-an, Tan Po Goan, seorang pendukung aktif revolusi dan kemudian menjadi anggota Partai Sosialis Indonesia dan Oei Tjoe Tat yang jauh lebih muda, seorang aktivis Sin Ming Hui dan belakangan aktif di Baperki dan Partindo.

Setelah lebih berpengalaman, Yap bersama John Karwin, Mochtar Kusumaatmadja dan Komar membuka kantor pengacara pada 1950. Lalu pada tahun 1970, Yap membuka kantor pengacara sendiri dan memelopori berdirinya Peradin (Persatuan Advokat Indonesia) dan kemudian menjadi pimpinan asosiasi advokat itu.

Dalam rangka memperkuat perlawanannya terhadap penindasan dan tindakan diskriminatif yang dialami keturunan Tionghoa, Yap ikut mendirikan Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki), suatu organisasi massa yang mulanya didirikan untuk memperjuangkan kepentingan politik orang-orang Tionghoa.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1771 seconds (0.1#10.140)