Belajar Adil dari Yap Thiam Hien, Pembela Kaum Tertindas

Selasa, 21 September 2021 - 06:00 WIB
loading...
A A A
Yap memang pernah menduduki jabatan wakil ketua, namun sejak sebelum 1960 tak aktif lagi di Baperki karena tak cocok pandangan dengan ketuanya, Siauw Giok Tjhan. Sementara di sisi lain Hong Gie (48), anak sulungnya meyakini penahanan ayahnya itu lebih berkaitan dengan pembelaannya dalam sebuah kasus cek kosong di mana kliennya diperas oleh seorang jaksa tinggi.

Belakangan sang jaksa tinggi mengadukannya ke pengadilan sehingga pada 1968 Yap divonis satu tahun penjara oleh Pengadilan Istimewa Jakarta. Hanya saja, meski lewat proses banding bertahun-tahun, akhirnya ia divonis bebas. Menurut Hong Gie, untuk kasus ini ayahnya tidak pernah sampai ditahan.

Belum lagi riwayatnya berkaitan dengan peristiwa Malari, 1974. Dianggap sebagai salah satu "cendekiawan provokator" peristiwa itu, ia masuk bui juga. Akhirnya, tuduhan itu tak terbukti dan 11 bulan kemudian ia dibebaskan.

Konsistensi Yap dalam membela tegaknya hukum sulit dicari tandingannya. Demi prinsip keadilan dan hukum yang diyakininya, tidak ada satu orang atau institusi apa pun yang cukup perkasa untuk menciutkan nyalinya.

Bahkan tak jarang, tindak sewenang-wenang oleh aparat di jalanan terhadap orang yang sama sekali tidak ia kenal pun akan membuat Yap menghentikan kendaraan untuk mencampuri urusan itu.

Kesetiaannya pada keadilan tidak pandang bulu meski menyangkut anak sendiri. Itu dialami Hong Gie. Saat itu sebagai remaja 16 tahun, ia menabrak seorang anak dengan mobil yang dikendarai tanpa SIM.

Dalam perjalanan ke kantor polisi, ayahnya berpesan supaya dalam sidang pengadilan nanti ia mengaku bersalah dan meminta maaf kepada hakim atas pelanggaran yang dilakukan. Hong Gie ditinggalkan di sana sampai dijemput ibunya dua malam kemudian. Mengakui itu sebagai salah satu peristiwa paling menakutkan di masa remajanya, Hong Gie belakangan tahu, ibunya terkadang menengok anak yang tertabrak itu.

Betapa pun Yap keras memegang prinsip, tak tabu pula baginya mengaku bersalah. Itu terjadi ketika Hong Gie remaja melancarkan aksi protes terhadap bahasa pukulan sang ayah (bisa sapu lidi, bisa batang pohon). Drama yang berlangsung sampai dua minggu itu berakhir saat sang ayah menyadari kekeliruannya. Ia minta maaf dan berjanji tak akan memukul lagi.

Perihal kedisiplinan Yap, sang istri pun tidak kekurangan cerita. Suatu sore ada undangan resepsi perkawinan. Mereka merencanakan berangkat pukul 18.30. Tapi entah kenapa, Khing terlambat berdandan. Begitu selesai, dia langsung bergegas ke garasi. Namun, dia mendapati garasi kosong. Yap ternyata sudah berangkat meninggalkan Khing karena terlalu lama dandan.

Bagi keluarga Yap, berlibur bersama merupakan kesempatan yang amat langka. Sebaliknya, risiko pekerjaan salah satu pendiri Universitas Kristen Indonesia ini tetap ditanggung oleh seluruh keluarga. Misalnya, anjing diracuni, rumah disambiti.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3049 seconds (0.1#10.140)