Keniscayaan Visi Produksi Minyak 1 Juta Barel per Hari di Tahun 2030
loading...
A
A
A
Ketersediaan Pasar
Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, saat ini dunia sudah mulai melakukan konversi penggunaan bahan bakar dari hidrokarbon ke energi baru dan terbarukan. Dampak dari perubahan ini, mengakibatkan banyak pasar-pasar internasional seperti Jepang dan China yang mengurangi pengambilan pasokan LNG karena sudah mulai beralih kepada EBT tersebut.
Untuk itu, target produksi yang besar dan agresif ini juga perlu juga disertai dengan pertimbangan dan pemikiran mengenai ketersediaan pasar untuk menyerap produk yang dihasilkan oleh industri hulu migas tersebut.
Upaya untuk membangun konsep rantai suplai yang baik di Indonesia mengenai migas ini, mungkin perlu dilihat kembali lebih holistik dan jelas mengingat saat ini apabila kita membahas industri migas Indonesia masih terbagi menjadi 3 bagian yaitu hulu, midstream dan hilir. Dimana dengan pembagian tersebut, setiap bagian memiliki target masing-masing dan belum tentu dapat diserap oleh bagian lainnya.
Misalnya apabila memang produksi gas di tahun 2030 dapat mencapai 12 BSCFD, maka pertanyaan yang perlu diantisipasi adalah apakah jaringan pipa transmisi yang ada kapasitasnya tercukupi untuk menyalurkan produksi gas ini, apakah kapal-kapal LNG dapat siap untuk mengantarkan, ini salah satu contoh permasalahan yang mungkin akan muncul di level midstream.
Untuk hilirnya, misalnya apakah memang PLN masih membutuhkan gas-gas sebesar itu untuk membangkitkan listriknya, atau apakah pabrik petrochemical memiliki kapasitas yang cukup untuk menyerap produksi dari hulu migas.
Dua tantangan besar tersebut, seharusnya sudah mulai dipikirkan lebih komprehensif oleh para pemangku kepentingan di industri migas Indonesia, sehingga apabila waktunya tiba nanti, memang segala hal mendasar yang harus disiapkan jauh-jauh hari sudah disiapkan dan dibangun bersama seiring dengan niat dari Pemerintah dan SKK Migas untuk mencapai visi 1 juta barel per hari minyak dan 12 BSCFD gas di tahun 2030.
Mudah-mudahan momentum ini dimanfaatkan oleh para investor untuk mulai melirik pembangunan pabrik-pabrik petrochemical di Indonesia bagian timur sehingga pemerataan pembangunan serta dampak berganda yang ditimbulkan dengan ditemukan dan diproduksinya minyak dan gas bumi dapat dirasakan juga manfaatnya oleh masyarakat Indonesia dimanapun produksi ini ditemukan.
Siapkah kita untuk menjawab tantangan ini ? Kita tunggu dan tetap berharap industri hulu migas akan terus berkembang dan menjadi salah satu industri utama yang mendukung terjadinya pertumbuhan Negara, penyumbang devisa bagi negara serta menjadi enabler dari implementasi efek berganda (multiplier effects) bagi masyarakat Indonesia. Salam sehat dan semoga Indonesia segera dapat mengatasi pandemic Covid-19.
Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, saat ini dunia sudah mulai melakukan konversi penggunaan bahan bakar dari hidrokarbon ke energi baru dan terbarukan. Dampak dari perubahan ini, mengakibatkan banyak pasar-pasar internasional seperti Jepang dan China yang mengurangi pengambilan pasokan LNG karena sudah mulai beralih kepada EBT tersebut.
Untuk itu, target produksi yang besar dan agresif ini juga perlu juga disertai dengan pertimbangan dan pemikiran mengenai ketersediaan pasar untuk menyerap produk yang dihasilkan oleh industri hulu migas tersebut.
Upaya untuk membangun konsep rantai suplai yang baik di Indonesia mengenai migas ini, mungkin perlu dilihat kembali lebih holistik dan jelas mengingat saat ini apabila kita membahas industri migas Indonesia masih terbagi menjadi 3 bagian yaitu hulu, midstream dan hilir. Dimana dengan pembagian tersebut, setiap bagian memiliki target masing-masing dan belum tentu dapat diserap oleh bagian lainnya.
Misalnya apabila memang produksi gas di tahun 2030 dapat mencapai 12 BSCFD, maka pertanyaan yang perlu diantisipasi adalah apakah jaringan pipa transmisi yang ada kapasitasnya tercukupi untuk menyalurkan produksi gas ini, apakah kapal-kapal LNG dapat siap untuk mengantarkan, ini salah satu contoh permasalahan yang mungkin akan muncul di level midstream.
Untuk hilirnya, misalnya apakah memang PLN masih membutuhkan gas-gas sebesar itu untuk membangkitkan listriknya, atau apakah pabrik petrochemical memiliki kapasitas yang cukup untuk menyerap produksi dari hulu migas.
Dua tantangan besar tersebut, seharusnya sudah mulai dipikirkan lebih komprehensif oleh para pemangku kepentingan di industri migas Indonesia, sehingga apabila waktunya tiba nanti, memang segala hal mendasar yang harus disiapkan jauh-jauh hari sudah disiapkan dan dibangun bersama seiring dengan niat dari Pemerintah dan SKK Migas untuk mencapai visi 1 juta barel per hari minyak dan 12 BSCFD gas di tahun 2030.
Mudah-mudahan momentum ini dimanfaatkan oleh para investor untuk mulai melirik pembangunan pabrik-pabrik petrochemical di Indonesia bagian timur sehingga pemerataan pembangunan serta dampak berganda yang ditimbulkan dengan ditemukan dan diproduksinya minyak dan gas bumi dapat dirasakan juga manfaatnya oleh masyarakat Indonesia dimanapun produksi ini ditemukan.
Siapkah kita untuk menjawab tantangan ini ? Kita tunggu dan tetap berharap industri hulu migas akan terus berkembang dan menjadi salah satu industri utama yang mendukung terjadinya pertumbuhan Negara, penyumbang devisa bagi negara serta menjadi enabler dari implementasi efek berganda (multiplier effects) bagi masyarakat Indonesia. Salam sehat dan semoga Indonesia segera dapat mengatasi pandemic Covid-19.
(maf)