Keniscayaan Visi Produksi Minyak 1 Juta Barel per Hari di Tahun 2030

Minggu, 18 Juli 2021 - 17:43 WIB
loading...
Keniscayaan Visi Produksi Minyak 1 Juta Barel per Hari di Tahun 2030
Erwin Suryadi, Praktisi perminyakan.
A A A
Erwin Suryadi
Praktisi perminyakan

INDUSTRI hulu migas Indonesia selalu memiliki bahasan yang cukup seksi untuk didiskusikan, dikomunikasikan bahkan diperdebatkan oleh para pelakunya. Dari bahasan terkait produksi, terkait cost recovery, terkait tingkat kandungan dalam negeri, terkait perizinan dan masih banyak sekali topik-topik yang bisa diangkat dan selalu memancing diskusi yang hangat dan interaktif.

Akan tetapi, dari segala topik-topik yang ada, saat ini Pemerintah melalui SKK Migas mulai mencoba meluruskan target diskusi yang beragam tersebut ke arah yang sama, yaitu bagaimana upaya seluruh pelaku di industri hulu migas mulai menyusun regulasi, investasi, pedoman tata kerja dan segala keputusan yang mengarah pada pencapaian visi 1 juta barrel minyak per hari dan 12 BSCF gas per hari di tahun 2030.

Dalam proses meluruskan target diskusi yang konstruktif ini, kembali banyak sekali tantangan dan diskusi-diskusi yang muncul dari para pelaku bisnis, akademisi dan para pengamat yang masih mempertanyakan mengenai kemunculan dari visi 1 juta barel perhari minyak ini.

Ada pihak yang optimis mengingat jumlah cekungan yang masih banyak belum dieksplorasi di Indonesia, ada juga pihak yang menganggap bahwa ini hanya mimpi mengingat kebijakan dunia terkait dengan penggunaan minyak dan gas bumi ini akan mulai tergantikan dengan energi baru terbarukan (EBT). Jadi kembali, topik di industri hulu migas ini memang selalu menarik dan selalu menjadi bahan diskusi yang menarik perhatian banyak pihak.

Dalam opini kali ini, kami mencoba untuk tidak masuk ke dalam ranah perdebatan mengenai apakah visi 1 juta barel per hari minyak di tahun 2030 ini merupakan bagian dari mimpi atau bukan, akan tetapi yang akan coba disampaikan adalah bagaimana persiapan yang harus dilakukan oleh para pelaku menghadapi tantangan mencapai visi tersebut. Menurut pendapat kami, secara garis besar ada 2 tantangan yang perlu diperhatikan secara lebih serius dan komprehensif, yaitu:

Deep water vs New Technology

Tantangan pertama yang perlu menjadi perhatian kita semua adalah berkaitan dengan potensi cekungan yang belum dilakukan eksplorasi. Apabila kita perhatikan, nantinya ke depan kemungkinan besar letak cekungan tersebut akan semakin banyak di posisi laut dalam dibandingkan dengan daratan maupun di laut dangkal. Sehingga dalam melakukan proses eksplorasi dan eksploitasi dari cekungan tersebut, diyakini membutuhkan teknologi yang lebih maju dibandingkan dengan teknologi-teknologi yang sudah diterapkan saat ini.

Di sini tantangan mulai muncul, dengan perlu mendatangkan teknologi baru ini, maka ada kemungkinan biaya untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi dari cekungan ini membutuhkan biaya yang cukup besar sedangkan dari sisi harga minyak dunia, seperti yang sudah kita ketahui, tidak dapat ditentukan harganya oleh Indonesia karena memang diatur melalui mekanisme pasar dunia.

Sehingga ini menjadi pekerjaan rumah yang cukup besar dimana seluruh pemangku kepentingan harus sudah mulai bersiap sejak sekarang, dimana apabila cekungan-cekungan di laut dalam ini ingin dikembangkan maka perlu dipikirkan mengenai insentif bagi investor, bagaimana konsep rantai suplai dibangun sehingga cocok dengan kebutuhan lapangan dan bagaimana para pemangku kepentingan juga menyeimbangkan konsep pengembangan lapangan ini dengan keberpihakan kepada perusahaan dalam negeri yang saat ini sedang gencar sekali diperjuangkan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2760 seconds (0.1#10.140)