Langgar Konstitusi, Politikus Demokrat Nilai Wajar Perppu Corona Digugat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR dari Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto menilai wajar apabila banyak pihak yang menggugat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Corona Nomor 1/2020 tentang Keuangan Negara. Pasalnya, banyak ketentuan dalam Perppu itu yang melanggar konstitusi UUD 1945.
"Secara substansi saya dapat memahami para pihak yang mengajukan uji materi terhadap Perppu 1/2020 ke MK, karena ada beberapa pengaturan yang menurut saya bisa dikategorikan berpotensi melanggar konstitusi/l atau UUD 1945 yang bisa menjadi obyek gugatan di MK," kata Didik saat dihubungi, Minggu (19/4/2020).
(Baca juga: Perppu Corona Digugat, PDIP: Bisa Hambat Penanganan Covid-19)
Didik menguraikan, sejumlah ketentuan yang melanggar konstitusi di antaranya, Perppu tersebut dapat menghilangkan fungsi anggaran DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20A jo Pasal 23 UUD 1945, Perppu tersebut memberikan keistimewaan atau previlige tertentu kepada pihak-pihak tertentu, baik kewenangan, tanggung jawab maupun kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan.
Pengaturan ini menurutnya, berpotensi melanggar Pasal 27 jo Pasal 28D UUD 1945. "Seharusnya pembuatan Perppu tidak boleh ditujukan untuk memberikan keistimewaan pihak-pihak tertentu termasuk tanggung jawab hukum dan institusional," terangnya.
Namun demikian, lanjut Anggota Komisi III DPR ini, pengajuan uji materi tersebut memang harus dipertimbangkan waktunya, mengingat bahwa standing akhir Perppu tersebut sangat tergantung kepada proses penerimaan atau penolakan oleh DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).
Terkait proses di DPR sendiri, dia menerangkan bahwa berdasarkan Pasal 52 ayat (1) UU P3, Perppu tersebut secara resmi diajukan ke DPR di masa sidang berikutnya yang disertai denga RUU Penetapan Penerimaan Perppu. Kalau mendasarkan itu harusnya pembahasan Perppu di DPR belum dilakukan di masa sidang ini.
Kata dia, Pembahasan Perppu di DPR akan didahului dengan Rapat Badan Musyawarah (Bamus) menentukan Perppu itu akan dibahas oleh alat kelengkapan dewan (AKS) DPR yang mana, apakah Pansus, Komisi dan AKD lain.
"Saat ini rapat Bamus tersebut belum dilakukan, shg terlalu dini apabila Banggar mengambil tanggung jawab untuk membahas. Semua kembali kepada penugasan Rapat Bamus," imbuhnya.
Didik sendiri mengaku belum tahu sikap kelembagaan Demokrat karena butuh pembahasan dan pendalaman yang utuh dan lengkap. Namun secara pribadi, dia berpandangan untuk menolak Perppu tersebut karena berpotensi melanggar UUD 1945, melanggar prinsip-prinsip negara hukum, prinsip-prinsip pengelolaan pemerintahan yang baik, serta tidak memenuhi kaidah penyusunan perundang-undangan yang baik sebagaimana dimaksud dalam UU P3.
Termasuk di dalamnya adanya ketentuan diskriminatif yang memberikan hak impunitas dan meniadakan akuntabilitas atau pertanggungjawaban hukum, serta mengesampingkan atau meniadakan fungsi dan kewenangan DPR dalam membahas anggaran dan tugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menentukan dan menghitung kerugian negara, dimana hak dan tugas itu merupkan hak dan tuga konstitusional DPR dan BPK.
"Saya melihat Perppu 1/2020 adalah Perppu Omnibus Law Sistem Keuangan," sindirnya.
"Secara substansi saya dapat memahami para pihak yang mengajukan uji materi terhadap Perppu 1/2020 ke MK, karena ada beberapa pengaturan yang menurut saya bisa dikategorikan berpotensi melanggar konstitusi/l atau UUD 1945 yang bisa menjadi obyek gugatan di MK," kata Didik saat dihubungi, Minggu (19/4/2020).
(Baca juga: Perppu Corona Digugat, PDIP: Bisa Hambat Penanganan Covid-19)
Didik menguraikan, sejumlah ketentuan yang melanggar konstitusi di antaranya, Perppu tersebut dapat menghilangkan fungsi anggaran DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20A jo Pasal 23 UUD 1945, Perppu tersebut memberikan keistimewaan atau previlige tertentu kepada pihak-pihak tertentu, baik kewenangan, tanggung jawab maupun kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan.
Pengaturan ini menurutnya, berpotensi melanggar Pasal 27 jo Pasal 28D UUD 1945. "Seharusnya pembuatan Perppu tidak boleh ditujukan untuk memberikan keistimewaan pihak-pihak tertentu termasuk tanggung jawab hukum dan institusional," terangnya.
Namun demikian, lanjut Anggota Komisi III DPR ini, pengajuan uji materi tersebut memang harus dipertimbangkan waktunya, mengingat bahwa standing akhir Perppu tersebut sangat tergantung kepada proses penerimaan atau penolakan oleh DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).
Terkait proses di DPR sendiri, dia menerangkan bahwa berdasarkan Pasal 52 ayat (1) UU P3, Perppu tersebut secara resmi diajukan ke DPR di masa sidang berikutnya yang disertai denga RUU Penetapan Penerimaan Perppu. Kalau mendasarkan itu harusnya pembahasan Perppu di DPR belum dilakukan di masa sidang ini.
Kata dia, Pembahasan Perppu di DPR akan didahului dengan Rapat Badan Musyawarah (Bamus) menentukan Perppu itu akan dibahas oleh alat kelengkapan dewan (AKS) DPR yang mana, apakah Pansus, Komisi dan AKD lain.
"Saat ini rapat Bamus tersebut belum dilakukan, shg terlalu dini apabila Banggar mengambil tanggung jawab untuk membahas. Semua kembali kepada penugasan Rapat Bamus," imbuhnya.
Didik sendiri mengaku belum tahu sikap kelembagaan Demokrat karena butuh pembahasan dan pendalaman yang utuh dan lengkap. Namun secara pribadi, dia berpandangan untuk menolak Perppu tersebut karena berpotensi melanggar UUD 1945, melanggar prinsip-prinsip negara hukum, prinsip-prinsip pengelolaan pemerintahan yang baik, serta tidak memenuhi kaidah penyusunan perundang-undangan yang baik sebagaimana dimaksud dalam UU P3.
Termasuk di dalamnya adanya ketentuan diskriminatif yang memberikan hak impunitas dan meniadakan akuntabilitas atau pertanggungjawaban hukum, serta mengesampingkan atau meniadakan fungsi dan kewenangan DPR dalam membahas anggaran dan tugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menentukan dan menghitung kerugian negara, dimana hak dan tugas itu merupkan hak dan tuga konstitusional DPR dan BPK.
"Saya melihat Perppu 1/2020 adalah Perppu Omnibus Law Sistem Keuangan," sindirnya.
(maf)