Perpres ini Bisa Mengembalikan TNI ke era Orde Baru
loading...
A
A
A
Tentu saja, ini juga melanggar mekanisme dari KUHAP. TNI bukan bagian dari penegak hukum. Sehingga pemberian kewenangan kepada TNI akan merusak dan mengganggu mekanisme dan sistem penegakan hukum. TNI adalah alat pertahanan negara, sehingga tidak bisa memiliki fungsi penindakan sebagaimana dimiliki oleh aparat kepolisian.
“Nah ini sesuatu yang akan merusak sistem dan menjadi ancaman serius bagi kebebasan sipil,” cetusnya kepada SINDOnews.
Hal kedua yang ia soroti adalah rancangan perpres ini memberi kewenangan yang sangat luas, mulai aspek penangkalan penindakan, pemulihan. Ia mengingatkan, fungsi penangkalan sangat luas.
Terutama jika pemberlakuan operasi militer di tengah masyarakat di dalam negeri dengan kewenangan luas. Tapi dalam operasi tidak ada pattern untuk tunduk pada peradilan umum.
“Jika sebuah operasi di dalam negeri berdampak pada warga negara dan terjadi suatu kesalahan, maka pertanggugjawabannya tidak jelas, mengingat militer tunduk pada sistem peradilan militer, tidak tunduk pada sistem peradilan umum,” katanya.
Tak ayal, ia menyatakan, pelibatan TNI dalam penanganan terorisme akan membuka ruang impunitas baru, kekebalan. “Ini akan menimbulkan masalah. Tentu akan bisa mengembalikan format seperti di masa lalu,’ katanya.
Tak luput dari sorotannya adalah bakal overlapping-nya kewenangan TNI dengan dengan Kepolisian, BNPT dan Intelijen. “Ini akan menimbulkan konflik antar Lembaga,” kecamnya. Dalam operasi intelijen, operasi territorial dan sebagainya pada fungsi penangkapan akan menimbulkan overlapping dengan kepolisian dan penegak hukum.
Dalam konteks pemulihan rehabilitasi akan menimbulkan konflik dengan BNPT. “Jadi ini akan menimbulkan konflik kewenangan, sesuatu yang tidak baik dalam tata kelola pemerintahan,” tuturnya.
Namun dimatanya problem paling utama dari rancangan perpres ini adalah pemberian kewenangan pemulihan dan penindakan. “Itu berbahaya bagi kehidupan HAM di Indonesia. Ini bisa mengembalikan format kewenangan seperti di masa orde baru yang memiliki fungsi-fungsi keamanan dalam negeri atas nama mengatasi terorisme.
Al Araf tidak menutup kemungkinan TNI bisa dilibatkan dalam penanganan terorisme. Sebut saja sebuah ancaman terorisme di sebuah negara sudah tidak bisa ditangani aparat penegak hukum, maka militer dimungkinkan utuk terlibat. Tapi ini harus jelas ukurannya apa, bahwa tindak terorisme itu terjadi secara sitematis, meluas, dan memberi dampak pada kedaulatan negara.
“Nah ini sesuatu yang akan merusak sistem dan menjadi ancaman serius bagi kebebasan sipil,” cetusnya kepada SINDOnews.
Hal kedua yang ia soroti adalah rancangan perpres ini memberi kewenangan yang sangat luas, mulai aspek penangkalan penindakan, pemulihan. Ia mengingatkan, fungsi penangkalan sangat luas.
Terutama jika pemberlakuan operasi militer di tengah masyarakat di dalam negeri dengan kewenangan luas. Tapi dalam operasi tidak ada pattern untuk tunduk pada peradilan umum.
“Jika sebuah operasi di dalam negeri berdampak pada warga negara dan terjadi suatu kesalahan, maka pertanggugjawabannya tidak jelas, mengingat militer tunduk pada sistem peradilan militer, tidak tunduk pada sistem peradilan umum,” katanya.
Tak ayal, ia menyatakan, pelibatan TNI dalam penanganan terorisme akan membuka ruang impunitas baru, kekebalan. “Ini akan menimbulkan masalah. Tentu akan bisa mengembalikan format seperti di masa lalu,’ katanya.
Tak luput dari sorotannya adalah bakal overlapping-nya kewenangan TNI dengan dengan Kepolisian, BNPT dan Intelijen. “Ini akan menimbulkan konflik antar Lembaga,” kecamnya. Dalam operasi intelijen, operasi territorial dan sebagainya pada fungsi penangkapan akan menimbulkan overlapping dengan kepolisian dan penegak hukum.
Dalam konteks pemulihan rehabilitasi akan menimbulkan konflik dengan BNPT. “Jadi ini akan menimbulkan konflik kewenangan, sesuatu yang tidak baik dalam tata kelola pemerintahan,” tuturnya.
Namun dimatanya problem paling utama dari rancangan perpres ini adalah pemberian kewenangan pemulihan dan penindakan. “Itu berbahaya bagi kehidupan HAM di Indonesia. Ini bisa mengembalikan format kewenangan seperti di masa orde baru yang memiliki fungsi-fungsi keamanan dalam negeri atas nama mengatasi terorisme.
Al Araf tidak menutup kemungkinan TNI bisa dilibatkan dalam penanganan terorisme. Sebut saja sebuah ancaman terorisme di sebuah negara sudah tidak bisa ditangani aparat penegak hukum, maka militer dimungkinkan utuk terlibat. Tapi ini harus jelas ukurannya apa, bahwa tindak terorisme itu terjadi secara sitematis, meluas, dan memberi dampak pada kedaulatan negara.