Hendardi Kritik Usulan Polri di Bawah TNI: Keliru dan Bertentangan dengan Konstitusi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Setara Institute merespons wacana kelembagaan Polri yang akan dikembalikan di bawah TNI . Wacana ini diembuskan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) lantaran menilai adanya dugaan keterlibatan Polri dalam pilkada di beberapa daerah.
Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi mengatakan, mengubah posisi kelembagaan Polri menjadi di bawah Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan gagasan keliru dan bertentangan dengan konstitusi RI. Polri dinilai merupakan kekuatan utama sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Hakikat Polri sebagai alat negara kemudian ditafsirkan dalam UU Polri yakni menjadi berkedudukan di bawah Presiden. Sehingga tanggung jawab pelaksanaan keamanan dan ketertiban nasional dilakukan kepada Presiden," kata Hendardi dalam siaran pers, dikutip Selasa (3/12/2024).
Hendardi lantas mengingatkan pemisahan TNI dan Polri seusai Orde Baru melalui TAP MPR Nomor VI/MPR/2000. Menurutnya, pemisahan itu merupakan amanat reformasi yang harus dijaga.
"Gagasan pengembalian posisi Polri di masa lalu dapat mengundang banyak penumpang gelap yang berpotensi merusak tata kelembagaan negara di bidang keamanan, ketertiban, dan penegakan hukum," ujarnya.
Di sisi lain, Setara Institute merekomendasikan transformasi kinerja Polri. Salah satunya ialah dengan memperkuat tugas dan peran Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sebagai instrumen pengawasan permanen atas tugas-tugas Polri dalam menjalankan fungsi perlindungan dan pengayoman, menjaga keamanan dan ketertiban, dan menjalankan fungsi penegakan hukum.
"Secara paralel, perbaikan hukum pemilu dan pilkada harus terus-menerus dilakukan, baik dilakukan oleh otoritas legislasi maupun melalui Mahkamah Konstitusi yang menetapkan ketidaknetralan ASN dan TNI/Polri sebagai tindak pidana, sehingga kualitas demokrasi terus meningkat," tandasnya.
Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi mengatakan, mengubah posisi kelembagaan Polri menjadi di bawah Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan gagasan keliru dan bertentangan dengan konstitusi RI. Polri dinilai merupakan kekuatan utama sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Hakikat Polri sebagai alat negara kemudian ditafsirkan dalam UU Polri yakni menjadi berkedudukan di bawah Presiden. Sehingga tanggung jawab pelaksanaan keamanan dan ketertiban nasional dilakukan kepada Presiden," kata Hendardi dalam siaran pers, dikutip Selasa (3/12/2024).
Hendardi lantas mengingatkan pemisahan TNI dan Polri seusai Orde Baru melalui TAP MPR Nomor VI/MPR/2000. Menurutnya, pemisahan itu merupakan amanat reformasi yang harus dijaga.
"Gagasan pengembalian posisi Polri di masa lalu dapat mengundang banyak penumpang gelap yang berpotensi merusak tata kelembagaan negara di bidang keamanan, ketertiban, dan penegakan hukum," ujarnya.
Di sisi lain, Setara Institute merekomendasikan transformasi kinerja Polri. Salah satunya ialah dengan memperkuat tugas dan peran Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sebagai instrumen pengawasan permanen atas tugas-tugas Polri dalam menjalankan fungsi perlindungan dan pengayoman, menjaga keamanan dan ketertiban, dan menjalankan fungsi penegakan hukum.
"Secara paralel, perbaikan hukum pemilu dan pilkada harus terus-menerus dilakukan, baik dilakukan oleh otoritas legislasi maupun melalui Mahkamah Konstitusi yang menetapkan ketidaknetralan ASN dan TNI/Polri sebagai tindak pidana, sehingga kualitas demokrasi terus meningkat," tandasnya.
(zik)