Usia 45 Tahun Boleh Beraktivitas, Pemerintah Terlalu Kedepankan Logika Ekonomi

Selasa, 12 Mei 2020 - 17:04 WIB
loading...
Usia 45 Tahun Boleh Beraktivitas, Pemerintah Terlalu Kedepankan Logika Ekonomi
Pedagang menata parsel di lapak penjualan parsel Jalan Barito, Jaksel, Selasa (12/5/2020). Permintaan paket parsel pada Ramadhan tahun ini menurun hingga 70 persen sebagai dampak pandemi Covid-19. Foto/SINDOnews/Eko Purwanto
A A A
JAKARTA - Risiko besar sedang diambil oleh pemerintah dengan mewacanakan mengizinkan orang di bawah 45 tahun untuk bekerja di tengah pandemi Covid-19 . Kemungkinan besar situasi ekonomi sudah tidak baik sehingga harus mengeluarkan kebijakan seperti itu.

Pengamat politik Ubedilah Badrun menilai, pemerintah terlalu dominan mengedepankan logika ekonomi dalam penanganan pandemi Covid-19. Ini termasuk memberikan izin orang berusia 45 tahun ke bawah untuk beraktivitas dan bekerja lagi.

"Terlalu dominan logika ekonomi di elite kekuasaan sehingga mereka berpikir membebaskan usia 45 tahun ke bawah agar ekonomi hidup. Tapi mereka lupa, anak-anak muda yang dilonggarkan bekerja itu berisiko membawa virus," terangnya saat dihubungi SINDOnews, Selasa (12/5/2020).

Dia mengatakan, mungkin orang-orang yang berusia di bawah 45 tahun itu tidak mengalami gejala parah dari Covid-19. Namun, virus telah melekat pada tubuh mereka dan berpotensi menyebar ke yang lain. "Kebijakan melonggarkan 45 tahun ke bawah terlalu didominasi logika ekonomi, tapi mereka tidak melihat risiko kemanusiaan," tutur dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ). ( ).

Turunnya pertumbuhan ekonomi menjadi 2,97 persen itu tidak bisa dielakkan di tengah situasi pandemi Covid-19. Apalagi, Indonesia menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa wilayahnya. Kebijakan ini berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perumahan karyawan.

Di tengah PSBB dan ekonomi memburuk, kebijakan pemerintah menyangkut PSBB pun kerap berubah-ubah. Hal ini menunjukkan pemerintah tidak merancang strategi secara matang. "Perubahan-perubahan mendadak dan inkonsistensi itu terjadi pada elite itu akibat desain penanganan Covid-19 yang tidak kokoh," tutur Ubedilah.

Dia memaparkan, pelonggarn ini demi menghidupkan perekonomian apalagi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tergantung pada pajak. Ekonomi tidak bergerak, APBN bisa jebol. ( ).

"Mereka sudah paham ekonominya sudah lampu merah. Ini menurut saya, terlalu percaya diri pada kalkulasi ekonomi yang tidak mengantisipasi kemungkinan terburuk," pungkasnya.
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1904 seconds (0.1#10.140)