Eks Calon Hakim Adhoc Tipikor MA Gugat UU Komisi Yudisial ke MK
loading...
A
A
A
Wasis menggariskan, adanya penyamaan seleksi antara hakim adhoc pada MA dengan hakim agung yang secara status hakim agung dengan hakim adhoc pada MA berbeda dari aspek kewenangan, adminsitrasi, dan masa jabatannya sebagaimana diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, meskipun memiliki fungsi yang sama di bidang judisial (hakim adhoc memiliki kewenangan judisial khusus), maka menurut pemohon, hak konstitusional pemohon telah dirugikan oleh berlakunya frasa "dan hakim ad hoc" dalam Pasal 13 huruf a UU KY. Hak konstitusional pemohon tersebut sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
"Kerugian hak konstitusional pemohon bersifat spesifik dan aktual yang memiliki hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian hak konstitusional Pemohon dengan berlakunya ketentuan Pasal 13 huruf a UU KY, khususnya frasa "dan hakim ad hoc". Apabila Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pemohon, maka kerugian hak konstitusional pemohon tidak lagi terjadi," katanya.
Wasis melanjutkan, pada bagian petitum, Burhanuddin sebagai pemohon meminta agar majelis hakim konstitusi MK memutuskan tiga hal. Satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Dua, menyatakan frasa "dan hakim ad hoc" dalam Pasal 13 huruf a Undang-Undang Komisi Yudisial bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Tiga, memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
"Atau, apabila majelis hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," katanya.
"Kerugian hak konstitusional pemohon bersifat spesifik dan aktual yang memiliki hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian hak konstitusional Pemohon dengan berlakunya ketentuan Pasal 13 huruf a UU KY, khususnya frasa "dan hakim ad hoc". Apabila Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pemohon, maka kerugian hak konstitusional pemohon tidak lagi terjadi," katanya.
Wasis melanjutkan, pada bagian petitum, Burhanuddin sebagai pemohon meminta agar majelis hakim konstitusi MK memutuskan tiga hal. Satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Dua, menyatakan frasa "dan hakim ad hoc" dalam Pasal 13 huruf a Undang-Undang Komisi Yudisial bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Tiga, memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
"Atau, apabila majelis hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," katanya.
(abd)