Kuasa Hukum Dirut PT Maxima Integra Nilai Putusan Hakim Hanya Copy Paste Tuntutan JPU
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penasihat Hukum Direktur Utama PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto, Soesilo Aribowo mengaku kecewa dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Sebab, putusan Majelis Hakim terhadap kliennya tidak jelas dan hanya menyalin (copy paste) tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Saya menilai, putusan yang dibacakan majelis hakim sama persis dengan surat tuntutan JPU, mulai titik, koma maupun narasinya,” ujar Soesilo usai pembacaan tuntutan persidangan kasus Perkara Pidana Nomor: 33/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (12/10/2020). (Baca juga: Kasus Jiwasraya, Direktur PT Maxima Integra Juga Divonis Seumur Hidup)
Menurut Soesilo, semua pertimbangan jaksa diterima oleh Majelis Hakim. Namun sayangnya, tidak sesuai dengan fakta persidangan. Dan anehnya, justru banyak fakta sidang atau keterangan saksi yang tidak menjadi pertimbangan hakim dalam membuat putusan.
"Mestinya kalau mau objektif, semua fakta persidangan itu harus dipertimbangkan oleh Majelis Hakim. Kalau itu dibaca akan nampak jelas seperti apa kasus ini sesungguhnya,” jelasnya.
Soesilo menilai pertimbangan majelis hakim dalam perkara Jiwasraya ini belum maksimal karena memang tidak mudah mengadili perkara seperti ini. Mestinya menurut Soesilo majelis hakim berada di tengah-tengah dalam menangani perkara ini. “Kalau memang tidak ada di dalam fakta persidangan, jangan membuat kesimpulan sendiri,” tandasnya.
Soesilo mengaku tidak mengerti dengan pertimbangan hakim dalam membuat putusan lantaran berbeda dengan fakta persidangan. “Jadi hampir seluruhnya dikutip dari Jaksa, termasuk juga mengenai pemberian pemberian uang. Padahal dalam fakta persidangan sebenarnya Jaksa tidak bisa membuktikan pemberian uang itu,” jelasnya.
Misalnya, pemberian fasilitas kepada mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT AJS, Syahmirwan. Padahal fasilitas itu bukan bersumber dari Heru Hidayat melainkan pemberian dari perusahaan-perusahaan yang sah dan legal.
“Penerimaan yang dituduhkan kepada para pejabat Asuransi Jiwasraya itu sebenarnya sudah diklarifikasi dalam persidangan. Kerugian negara juga enggak jelas. Sekali lagi, copy paste persis dengan surat tuntutan,” tegasnya.
Tidak hanya itu Susilo mengungkapkan surat tuntutan JPU soal kerugian negara juga tidak jelas. Apalagi, JPU tidak mampu mendeskripsikan dengan jelas soal kerugian negara. (Baca juga: Mantan Dirut PT Asuransi Jiwasraya Divonis Seumur Hidup)
“Ini rugi berapa dan siapa yang mengambil uangnya. Dan kemudian kan ada beberapa yang tentunya tidak benar. Misalnya kerugian Rp16,8 triliun. Tetapi sementara ini ada reksa dana dan saham yang masih berada di Asuransi Jiwasraya. Dan ini tidak diperhitungkan sama sekali. Padahal harapan saya, itu bisa dikonversikan untuk mengurangi kerugian,” pungkasnya.
“Saya menilai, putusan yang dibacakan majelis hakim sama persis dengan surat tuntutan JPU, mulai titik, koma maupun narasinya,” ujar Soesilo usai pembacaan tuntutan persidangan kasus Perkara Pidana Nomor: 33/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (12/10/2020). (Baca juga: Kasus Jiwasraya, Direktur PT Maxima Integra Juga Divonis Seumur Hidup)
Menurut Soesilo, semua pertimbangan jaksa diterima oleh Majelis Hakim. Namun sayangnya, tidak sesuai dengan fakta persidangan. Dan anehnya, justru banyak fakta sidang atau keterangan saksi yang tidak menjadi pertimbangan hakim dalam membuat putusan.
"Mestinya kalau mau objektif, semua fakta persidangan itu harus dipertimbangkan oleh Majelis Hakim. Kalau itu dibaca akan nampak jelas seperti apa kasus ini sesungguhnya,” jelasnya.
Soesilo menilai pertimbangan majelis hakim dalam perkara Jiwasraya ini belum maksimal karena memang tidak mudah mengadili perkara seperti ini. Mestinya menurut Soesilo majelis hakim berada di tengah-tengah dalam menangani perkara ini. “Kalau memang tidak ada di dalam fakta persidangan, jangan membuat kesimpulan sendiri,” tandasnya.
Soesilo mengaku tidak mengerti dengan pertimbangan hakim dalam membuat putusan lantaran berbeda dengan fakta persidangan. “Jadi hampir seluruhnya dikutip dari Jaksa, termasuk juga mengenai pemberian pemberian uang. Padahal dalam fakta persidangan sebenarnya Jaksa tidak bisa membuktikan pemberian uang itu,” jelasnya.
Misalnya, pemberian fasilitas kepada mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT AJS, Syahmirwan. Padahal fasilitas itu bukan bersumber dari Heru Hidayat melainkan pemberian dari perusahaan-perusahaan yang sah dan legal.
“Penerimaan yang dituduhkan kepada para pejabat Asuransi Jiwasraya itu sebenarnya sudah diklarifikasi dalam persidangan. Kerugian negara juga enggak jelas. Sekali lagi, copy paste persis dengan surat tuntutan,” tegasnya.
Tidak hanya itu Susilo mengungkapkan surat tuntutan JPU soal kerugian negara juga tidak jelas. Apalagi, JPU tidak mampu mendeskripsikan dengan jelas soal kerugian negara. (Baca juga: Mantan Dirut PT Asuransi Jiwasraya Divonis Seumur Hidup)
“Ini rugi berapa dan siapa yang mengambil uangnya. Dan kemudian kan ada beberapa yang tentunya tidak benar. Misalnya kerugian Rp16,8 triliun. Tetapi sementara ini ada reksa dana dan saham yang masih berada di Asuransi Jiwasraya. Dan ini tidak diperhitungkan sama sekali. Padahal harapan saya, itu bisa dikonversikan untuk mengurangi kerugian,” pungkasnya.
(kri)