Refly Harun: Hilangkanlah Presidential Threshold agar Kita Bisa Mencari Leader, Bukan Dealer

Rabu, 07 Oktober 2020 - 10:57 WIB
loading...
Refly Harun: Hilangkanlah Presidential Threshold agar Kita Bisa Mencari Leader, Bukan Dealer
Ekonom Senior Rizal Ramli (tengah) bersama Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun(kanan) memperlihatkan dokumen gugatan terkait presidential threshold yang tertuang dalam UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu. Foto/SINDOnews/Isra Triansyah
A A A
JAKARTA - Ahli hukum tata negara Refly Harun tak bosan mengampanyekan agar ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dihapuskan. Menurutnya, hal ini penting agar kita bisa mencari leader, bukan dealer.

Dalam video terbaru berjudul "SURAT GADUH DIN SYAMSUDDIN KEPADA JOKOWI !!" yang ditayangkan di channel YouTube Refly Harun, Rabu (7/10/2020), Refly kembali menyinggung tentang pentingnya penghapusan presidential threshold.

"Saya selalu mengatakan, makanya hilangkanlah presidential threshold itu untuk 2024 agar kita bisa mencari leader-leader, bukan dealer-dealer kekuasaan. Kita mencari pemimpin rakyat, yang bisa melaksanakan amanat konstitusi, bukan para petualang, para dealer yang hanya mengeruk keuntungan karena dekat dengan kekuasaan, dalam lingkaran kekuasaan, atau menjadi bagian dari kekuasaan," jelas Refly. (Baca juga: Presidential Threshold Dihapus, Gatot Nurmantyo dan Moeldoko Bisa Nyapres)

Diketahui, ekonom senior Rizal Ramli bersama pakar hukum tata negara Refly Harun dan Profesor Abdulrachim Kresno mengajukan uji materi atau Judicial Review (JR) terkait aturan presidential threshold ke Mahkamah Konstitusi (MK) , Jumat (4/9/2020).

Uji materi yang diajukan terkait Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang menyatakan, "Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya".

( ).

"Kawan sekalian, ini selama saya jadi lawyer, ini pertama kali saya begini. Biasanya tidak pernah. Cuma ini begitu penting, kita mengajukan JR terhadap ketentuan PT (presidential threshold). Kita menginginkan ketentuan PT itu nol persen alias tidak ada," kata Refly kala itu.

Sementara, Rizal mengungkapkan Pasal 222 UU Pemilu telah memunculkan fenomena pembelian kandidasi (candidacy buying). Pada penyelenggaraan pemilihan presiden tahun 2009, ekonom senior ini mengakui pernah mendapat tawaran dari sejumlah parpol untuk maju sebagai calon presiden, namun dengan syarat diharuskan membayar Rp1,5 triliun.



Menurut Rizal, keberadaan ambang batas pencalonan presiden sebesar 20% kursi DPR merupakan buah dari demokrasi kriminal yang hanya menguntungkan pihak bermodal. Berdasarkan alasan-alasan tersebut Para Pemohon meminta kepada MK untuk dapat mengubah pandangannya sebagaimana dalam putusan-putusannya terdahulu dan menyatakan ketentuan Pasal 222 UU Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

( ).

Senin (5/10/2020), MK kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sidang digelar secara virtual di Ruang Sidang Pleno MK. Dikutip dari laman mkri.id, dalam persidangan dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Salman Darwis selaku kuasa hukum mengatakan, Para Pemohon telah memperbaiki permohonannya sesuai dengan nasihat hakim pada sidang pendahuluan. Adapun permohonan yang diperbaiki yakni pada bagian kedudukan hukum, pokok permohonan, dan petitum.
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.0832 seconds (0.1#10.140)