Mengupas Buku Pemerintahan Konfusian dan Autokrasi Sosialis di China Kontemporer

Selasa, 11 Juni 2024 - 13:49 WIB
loading...
A A A
Dalam situasi apa pemimpin akan menggunakan identitas politik untuk mengecualikan orang lain demi mencapai dominasi? Shih menekankan bahwa fokusnya adalah pada dua pertanyaan mendasar tentang kepemilikan dan dominasi, bukan tentang bagaimana pemerintah terbentuk atau apakah melalui pemilihan rakyat.

Setelah menanyakan tentang kepemilikan dan dominasi, akan terlihat bahwa meskipun demokrasi dan otoritarianisme adalah dua cara pembentukan pemerintah, keduanya tidak bisa beroperasi tanpa prinsip kepemilikan dan dominasi. Masalah yang diyakini dapat dipecahkan oleh demokrasi atau oleh seorang pemimpin besar, jika berkaitan dengan kepemilikan dan dominasi, tidak selalu bisa diatasi melalui sistem.

Ketika sistem yang ada melanggar kebutuhan kepemilikan dan dominasi, masyarakat akan mencari cara lain untuk menyelesaikannya. Misalnya, ketika demokrasi tidak berfungsi, mereka akan mencari metode otoriter, dan sebaliknya.

Shih memberikan contoh tentang seorang pemimpin yang tampak serba tahu dan berkuasa menghadapi situasi di mana rakyat tidak mau mengungkapkan hubungan mereka, pikiran mereka, atau sumber daya dan kemampuan yang mereka miliki. Pemimpin tersebut tidak akan bisa melanjutkan pemerintahannya. Contoh lain adalah ketika sebuah sistem kontrol yang dianggap sempurna bisa runtuh seketika karena kejadian tak terduga, seperti kebakaran di Xinjiang yang mengubah seluruh sistem kontrol dan membuat para pendukungnya tiba-tiba berbalik menjadi pemberontak.

Demokrasi dan otoritarianisme bukanlah dua kutub yang bertentangan. Masalah yang sebenarnya harus diatasi adalah kepemilikan dan dominasi. Ketika masalah ini tidak dapat dipecahkan, masyarakat demokratis akan mencari solusi otoriter, dan sebaliknya. Oleh karena itu, dari sudut pandang pemikiran, demokrasi dan otoritarianisme bukanlah dua hal yang berlawanan.

Pembagian ini adalah ilusi yang dibuat untuk membuat orang percaya bahwa sistem mereka lebih unggul. Shih juga menyatakan harapannya untuk menghubungkan keprihatinan dalam bukunya dengan pemikiran dari Global South dan non-liberal democracy.

Bab terakhir dalam bukunya mencoba berdialog dengan konsep Ubuntu dari Afrika, yang menekankan semangat ”Saya ada karena kita ada”. Di masa depan, ia juga berharap bisa terhubung dengan sufisme, karena terdapat kesamaan antara sufisme dan pemikiran tradisional China.

Shih kemudian berbagi bahwa ia sering menghadapi pertanyaan dari audiens Barat, seperti ”Bagaimana dengan Tibet?” ”Bagaimana dengan Hong Kong?” atau ” Bagaimana dengan Uyghur?”. Mereka juga sering mengatakan ”Eropa telah belajar!”, yang berarti mereka telah belajar dari sejarah dan tidak akan melakukan pembantaian besar lagi. Shih menegaskan bahwa ia akan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini melalui bukunya.

Pemerintahan dan Jalur Massa
Shih Chih-Yu membahas konsep pemerintahan (governmentality) dan jalur massa (mass line).Dia menjelaskan bahwa konsep pemerintahan yang ia bahas berasal dari Michel Foucault, yang berbicara tentang bagaimana individu dalam sistem dibentuk untuk melanjutkan pekerjaan yang diharapkan oleh sistem tersebut.

Namun, Shih menegaskan bahwa jika peneliti menggunakan Foucault untuk mempelajari sistem otoriter dan menekankan bagaimana diktator menggunakan pemerintahan untuk memanipulasi masyarakat, itu sebenarnya kehilangan makna asli dari konsep pemerintahan. Jika seseorang bisa melampaui pemerintahan, maka itu bukan lagi pemerintahan, melainkan mekanisme kontrol.

Shih menjelaskan bahwa yang ingin ia pelajari adalah ”pemerintahan tandingan” (counter-governmentality), yaitu bagaimana pemimpin dibentuk untuk merespons dan peduli terhadap masyarakat agar tetap dapat memimpin. Pemimpin juga dibentuk, bukan hanya individu yang dikontrol. Dari perspektif ini, konsep involution bisa dipahami, di mana individu tidak lagi bertindak sesuai dengan sistem yang membentuk mereka.

Dalam sistem otoriter, ketika pemimpin atau diktator tidak lagi bertindak sesuai dengan ”karakteristik” yang seharusnya dimiliki ”diktator”, maka involusi terjadi. Hal ini biasanya terkait dengan konsep jalur massa dalam sosialisme.

Shih menambahkan bahwa dengan mengamati jalur massa, kita bisa lebih memahami bagaimana masyarakat demokratis dan otoriter merespons involusi, baik melalui pemungutan suara, survei, atau pertunjukan untuk menciptakan kembali hubungan emosional antara pemimpin dan rakyat.

Dia mencontohkan tradisi ”Konfusianisme” dalam kebudayaan China, yang bertujuan untuk membantu pemimpin menghindari kutukan ”tirani pasti tumbang”. Terakhir, Shih Chih-Yu menyimpulkan bahwa dia tetap seorang ilmuwan politik, tetapi ilmu politik yang dia teliti adalah tentang bagaimana manusia membentuk diri mereka sendiri sesuai dengan aturan.

Dia menekankan bahwa dia meneliti bagaimana tindakan menghasilkan efek, bukan menganggap Konfusianisme sebagai norma. Misalnya, bagaimana Partai Komunis China mengevaluasi efektivitas jalur massa mereka dan bagaimana mereka harus menyesuaikan diri jika itu tidak efektif. Sesungguhnya ilmu pengetahuan di balik konsep pemerintahan adalah prinsip di mana tidak ada masyarakat yang dapat bertahan tanpa pemerintahan.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1214 seconds (0.1#10.140)
pixels