APBN dan Janji Politik

Selasa, 25 Juni 2024 - 12:36 WIB
loading...
APBN dan Janji Politik
Candra Fajri Ananda, Staf Khusus Menteri Keuangan RI. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI

PERTUMBUHAN ekonomi masih menjadi indikator utama peningkatan produktivitas dan kesejahteraan suatu negara, di samping tingkat kemiskinan, inflasi dan ketimpangan. Perekonomian Indonesia, dalam berbagai situasi yang dihadapi untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif sangat bergantung pada peran krusial Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

APBN berfungsi sebagai mesin pertumbuhan, juga sebagai pengerem (contra cyclical) jika perekonomian mengarah pada inflasi yang tinggi dan lapangan kerja semakin sempit. Melalui APBN, pemerintah dapat mengalokasikan sumber daya untuk sektor-sektor prioritas yang mendukung pertumbuhan ekonomi, seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pengembangan teknologi.

Kebijakan fiskal yang fleksibel, adaptif dan pruden memungkinkan pemerintah untuk melakukan intervensi yang tepat dalam menghadapi gejolak ekonomi. Seperti krisis keuangan atau peristiwa pandemi kemarin.

Penurunan Kinerja Industri dan Ancaman Penerimaan Negara
Ekonomi Indonesia masih bertumpu pada industri pengolahan sebagai salah satu tulang punggung utama perekonomian nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa industri pengolahan berkontribusi sebesar 19,28% terhadap PDB Indonesia, atau senilai Rp1.019,6 triliun pada kuartal pertama tahun 2024. Alhasil, kontribusi tersebut menjadikan industri pengolahan sebagai sektor terbesar dalam perekonomian negara.

Selain kontribusinya terhadap PDB, industri pengolahan juga merupakan sumber utama lapangan kerja di Indonesia. Industri pengolahan mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi jutaan tenaga kerja, baik dalam sektor formal maupun informal.

Hal tersebut lantaran industri pengolahan mencakup berbagai sub-sektor yang masing-masing menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Seperti pada industri makanan dan minuman, tekstil, serta kulit dan barang dari kulit merupakan beberapa sub-sektor yang banyak menyerap tenaga kerja.

Pemerintah perlu berupaya keras untuk mengangkat sektor industri pengolahan ini tumbuh lebih tinggi. Selama ini, sektor industri pengolahan ini tumbuh diatas 5% dan perannya pada PDB diatas 20%. Selama 2 tahun terakhir terjadi perlambatan dan seharusnya perhatian pemerintah perlu diarahkan untuk pengembangan sektor ini, terutama mengingat peran sektor ini dalam pencipataan nilai tambah dan lapangan kerja.

Industri tekstil dan pengolahan tembakau – misalnya, saat ini menghadapi banyak tantangan. Persaingan global yang ketat, perubahan tren konsumsi, dan meningkatnya biaya produksi adalah beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja industri pengolahan. Misalnya, sektor tekstil mengalami penurunan akibat persaingan dan perubahan tren pasar.

Alhasil, di tengah pertumbuhan dan perkembangan industri pengolahan, sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) mengalami tekanan yang cukup berat. Tekanan ini terutama disebabkan oleh persaingan ketat dari negara-negara produsen lain yang mampu memproduksi tekstil dengan biaya lebih murah dan memiliki daya saing yang lebih tinggi.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1509 seconds (0.1#10.140)