Diplomasi Aksi Iklim dan Kredit Karbon Indonesia
loading...
A
A
A
Keberhasilan tersebut didukung data dan informasi yang akurat, transparan dan kredibel memenuhi kaidah Measurable, Reportable, and Verifiable (MRV). Terukur (Measurable) artinya kegiatan yang dilakukan harus dapat diukur dengan akurat.
Dapat dilaporkan (Reportable) berarti hasil pengukuran harus dapat dilaporkan secara transparan dan terbuka. Dapat Diverifikasi (Verifiable) berarti bahwa data yang dilaporkan harus dapat diverifikasi oleh pihak ketiga yang independen. Ini memastikan integritas dan keandalan data.
Pada COP 28 Dubai tahun 2023 Indonesia melaporkan tingkat emisi GRK di tahun 2022 sebesar 1.220 Mton CO2e yang berasal dari berbagai sektor. Yaitu: sektor energi sebesar 715,95 Mton CO2e; proses industri dan penggunaan produk sebesar 59.15 Mton CO2e; pertanian sebesar 89,20 Mton CO2e; kehutanan dan kebakaran gambut sebesar 221,57 Mton CO2e; dan limbah sebesar 221,57 Mton CO2e.
Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2021) tingkat emisi memang mengalami kenaikan sebesar 6,9 % seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meskipun demikian tingkat emisi tahun 2022 apabila dibandingkan dengan BAU pada tahun yang sama menunjukkan pengurangan sebesar 42%.
Dengan berbagai kebijakan dan tindakan nyata dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, posisi (standing) Indonesia di forum internasional sangat kuat. Hal ini terbukti dengan pengakuan kinerja pengurangan emisi GRK Indonesia melalui REDD+ telah mendapatkan rekognisi internasional yang diwujudkan melalui pembayaran berbasis kinerja/Result-Based Payment (RBP).
Pada saat ini Indonesia tercatat sebagai negara yang menerima RBP paling besar, dengan total komitmen RBP sebesar USD439,8 juta. Di mana dari total komitmen tersebut Indonesia telah menerima pembayaran sebesar USD279,8 juta.
World Bank (2023) dalam laporannya Country Climate and Development Report 2023 - East Asia Indonesia juga memberikan apresiasi yang baik tentang kemajuan penanganan perubahan iklim di Indonesia. Dalam laporannya disebutkan Indonesia telah membuat komitmen penting untuk memenuhi target iklim dan pembangunannya.
Upaya yang sedang berjalan mulai membuahkan hasil dalam memperlambat emisi gas rumah kaca (GRK), mempertahankan pertumbuhan, dan memperkuat ketahanan ekonomi dan sosial. Transisi ini melibatkan trade-off antara aksi iklim dan prioritas pembangunan jangka pendek‒terutama karena rekam jejak pertumbuhan dan pengentasan kemiskinan Indonesia yang kuat sebagian disebabkan oleh kekayaan sumber daya alam‒termasuk batu bara, minyak, hutan, dan lahan gambut.
Indonesia telah menetapkan jalur baru dalam Strategi Jangka Panjang untuk Ketahanan Karbon dan Iklim Rendah (LTS-LCCR) 2050 untuk mempertahankan dan berpotensi mempercepat transformasi ekonomi dari negara berpendapatan menengah ke tinggi.
Kebijakan Ekonomi Karbon
Presiden Jokowi, dalam KTT Perubahan Iklim World Leaders’ Summit, Glasgow tahun 2021, menegaskan kembali posisi Indonesia dalam diplomasi lingkungan dengan komitmen Indonesia untuk berkontribusi lebih cepat bagi Net-Zero Emission dunia melalui sistem nilai karbon. Presiden menegaskan pasar karbon dan nilai karbon harus menjadi bagian dari upaya penanganan isu perubahan iklim.
Dapat dilaporkan (Reportable) berarti hasil pengukuran harus dapat dilaporkan secara transparan dan terbuka. Dapat Diverifikasi (Verifiable) berarti bahwa data yang dilaporkan harus dapat diverifikasi oleh pihak ketiga yang independen. Ini memastikan integritas dan keandalan data.
Pada COP 28 Dubai tahun 2023 Indonesia melaporkan tingkat emisi GRK di tahun 2022 sebesar 1.220 Mton CO2e yang berasal dari berbagai sektor. Yaitu: sektor energi sebesar 715,95 Mton CO2e; proses industri dan penggunaan produk sebesar 59.15 Mton CO2e; pertanian sebesar 89,20 Mton CO2e; kehutanan dan kebakaran gambut sebesar 221,57 Mton CO2e; dan limbah sebesar 221,57 Mton CO2e.
Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2021) tingkat emisi memang mengalami kenaikan sebesar 6,9 % seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meskipun demikian tingkat emisi tahun 2022 apabila dibandingkan dengan BAU pada tahun yang sama menunjukkan pengurangan sebesar 42%.
Dengan berbagai kebijakan dan tindakan nyata dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, posisi (standing) Indonesia di forum internasional sangat kuat. Hal ini terbukti dengan pengakuan kinerja pengurangan emisi GRK Indonesia melalui REDD+ telah mendapatkan rekognisi internasional yang diwujudkan melalui pembayaran berbasis kinerja/Result-Based Payment (RBP).
Pada saat ini Indonesia tercatat sebagai negara yang menerima RBP paling besar, dengan total komitmen RBP sebesar USD439,8 juta. Di mana dari total komitmen tersebut Indonesia telah menerima pembayaran sebesar USD279,8 juta.
World Bank (2023) dalam laporannya Country Climate and Development Report 2023 - East Asia Indonesia juga memberikan apresiasi yang baik tentang kemajuan penanganan perubahan iklim di Indonesia. Dalam laporannya disebutkan Indonesia telah membuat komitmen penting untuk memenuhi target iklim dan pembangunannya.
Upaya yang sedang berjalan mulai membuahkan hasil dalam memperlambat emisi gas rumah kaca (GRK), mempertahankan pertumbuhan, dan memperkuat ketahanan ekonomi dan sosial. Transisi ini melibatkan trade-off antara aksi iklim dan prioritas pembangunan jangka pendek‒terutama karena rekam jejak pertumbuhan dan pengentasan kemiskinan Indonesia yang kuat sebagian disebabkan oleh kekayaan sumber daya alam‒termasuk batu bara, minyak, hutan, dan lahan gambut.
Indonesia telah menetapkan jalur baru dalam Strategi Jangka Panjang untuk Ketahanan Karbon dan Iklim Rendah (LTS-LCCR) 2050 untuk mempertahankan dan berpotensi mempercepat transformasi ekonomi dari negara berpendapatan menengah ke tinggi.
Kebijakan Ekonomi Karbon
Presiden Jokowi, dalam KTT Perubahan Iklim World Leaders’ Summit, Glasgow tahun 2021, menegaskan kembali posisi Indonesia dalam diplomasi lingkungan dengan komitmen Indonesia untuk berkontribusi lebih cepat bagi Net-Zero Emission dunia melalui sistem nilai karbon. Presiden menegaskan pasar karbon dan nilai karbon harus menjadi bagian dari upaya penanganan isu perubahan iklim.