2045 Indonesia Emas atau 2045 Indonesia Cemas
loading...
A
A
A
Arifi Saiman
Konsul Jenderal RI New York (2019-2022)
Penulis buku Diplomasi Santri
JARGON populer ‘2045 Indonesia Emas’ marak mewarnai narasi-narasi publik dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai sebuah visi dan target yang ingin dicapai, penggunaan jargon demikian merupakan hal yang biasa dalam dunia kehidupan sosial politik.
Meskipun dianggap sebagai hal yang lazim, jargon tersebut kiranya tidak berhenti dalam bentuk pesan-pesan simbolis semata. Lebih daripada itu, jargon dimaksud juga mesti dibarengi dengan tekad dan komitmen kuat untuk terwujudnya sebuah ‘Indonesia baru’, sebuah Indonesia berkemajuan, di saat usianya menginjak satu abad kelak.
Momentum perayaan satu abad Indonesia yang akan jatuh pada 17 Agustus 2045 diharapkan hadir dengan persembahan pelbagai capaian konkret dalam kapasitasnya sebagai nation-state dan bukan sebatas bersifat seremonial semata. Memasuki usia 100 tahun bagi sebuah negara seperti Indonesia merupakan sebuah capaian dan prestasi tersendiri. Di usia satu abad ini, Indonesia diharapkan sudah menjelma menjadi negara-bangsa yang maju dan mandiri.
Piramida Kependudukan
Perkembangan Indonesia sebuah nation-state memiliki korelasi erat dengan perkembangan kehidupan sosial penduduknya di berbagai bidang. Di bidang pendidikan, komposisi penduduk Indonesia memiliki tingkat status pendidikan yang beragam.
Menurut DataIndonesia.id mengenai jenjang pendidikan masyarakat Indonesia per 31 Desember 2022, tercatat sebanyak 66.067.748 masyarakat Indonesia berstatus Tidak/Belum Sekolah, 64.299.891 berpendidikan Tamat SD, 58.570.662 berpendidikan SMA/SMK, 40.210.820 berpendidikan SMP, 30.532.881 berstatus Belum Tamat SD, 12.442.164 berpendidikan S1, 3.564.392 berpendidikan D3, 1.115.867 berpendidikan D1/D2, 882.113 berpendidikan S2, dan 63.315 berpendidikan S3.
Data tersebut secara tersurat menunjukkan adanya tingkat kesenjangan status pendidikan yang cukup besar di kalangan masyarakat Indonesia di mana kelompok yang berstatus pendidikan tidak/belum sekolah tercatat paling dominan, selanjutnya diikuti kelompok yang berstatus pendidikan tidak tamat SD. Sementara itu, kelompok masyarakat yang mengenyam pendidikan tinggi (jenjang D1 hingga S3) hanya berjumlah 6.51% dari total jumlah penduduk.
Anak-anak usia sekolah di Indonesia saat ini diakui memiliki kesempatan atau akses yang lebih baik untuk mengenyam pendidikan dibandingkan dengan era sebelumnya. Namun, dunia pendidikan nasional juga masih dihadapkan pada relatif tingginya angka dropout di kalangan anak didik, termasuk di kalangan siswa Sekolah Menengah Atas yang mencapai 1.38% (2022).
Di bidang pengentasan kemiskinan, tingkat kemiskinan di Indonesia pada periode Maret 2023 dilaporkan turun menjadi 9.36% atau setara 25.9 juta jiwa. Namun, angka kemiskinan/jumlah warga miskin pada periode Maret 2023 tercatat masih lebih tinggi dibandingkan sebelum masa pandemi. Pada bulan September 2019 angka kemiskinan tercatat 9.22% atau setara 24.78 juta jiwa.
Tantangan serius lainnya yang dihadapi Indonesia adalah masalah korupsi. Menurut data Corruption Perception Index (CPI) tahun 2022, Indonesia memiliki skor 34/100 dan berada di posisi 110 dari 180 negara yang disurvei. Skor 34 ini menempatkan posisi Indonesia turun 4 (empat) poin dibandingkan dengan skor tahun 2021 sebesar 38/100.
Penurunan skor Indonesia sebesar 4 (empat) poin ini merupakan penurunan skor yang paling drastis sejak tahun 1995. Skala penilaian CPI sendiri memiliki rentang nilai dari O (sangat korup) hingga 100 (sangat bersih).
Penurunan skor CPI Indonesia tentunya dipengaruhi oleh situasi darurat korupsi di Indonesia yang mengundang perhatian banyak pihak termasuk dunia internasional. Fakta yang sulit disangkal di sini bahwa praktek korupsi di era Orde Reformasi ternyata jauh di luar harapan cita-cita reformasi.
Di era Orde Reformasi sekarang ini praktek korupsi justru dinilai semakin masif dan meluas hampir ke semua lini. Bahkan, lembaga-lembaga pemerintah termasuk lembaga penegak hukum yang semestinya menjadi tulang punggung pemberantasan korupsi di negara tidak luput dari bias pengaruh praktik rasuah.
Di bidang pengembangan sumber daya manusia (SDM), Indonesia masih harus berjuang ekstra keras lagi untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Berdasarkan data Indek Pembangunan Manusia (IPM) 2022, Indonesia bertengger di posisi 114 dengan skor 0,750 dari 191 negara. Peringkat IPM Indonesia berada jauh di bawah Hong Kong yang menempati posisi keempat (0,952) dan Australia yang menempati posisi kelima (0,951).
Lesson Learned
Data kependudukan Indonesia sebagaimana tersebut di atas seyogianya disikapi secara bijak dengan mengedepankan semangat pencarian solusi berbasis optimisme bukan pesimisme. Permasalahan klasik yang silih berganti datang dan mendera kehidupan Indonesia tanpa henti bukan merupakan kartu mati yang sulit dihidupkan dan dimainkan kembali.
Keberhasilan Ignasius Jonan dalam membangun tata kelola dan budaya baru industri perkeretaapian Indonesia merupakan sebuah lesson learned dan best practice sekaligus role model yang patut dijadikan referensi dalam membangun sikap optimisme dalam konteks ini.
Sistem perkeretaapian Indonesia yang sebelumnya karut-marut dan dikabarkan selalu merugi, di bawah kepemimpinan Jonan, ternyata dapat berkembang dan berubah menjadi jauh lebih baik, lebih tertib dan lebih profesional. Pembenahan sektor industri perkeretaapian nasional tentunya dilakukan melalui pendekatan business unusual sekaligus meninggalkan pola pendekatan konvensional yang bersifat business as usual.
Salah satu elemen kunci dalam konteks ini adalah membangun customer culture, salah satunya budaya patuh hukum, di kalangan pengguna jasa layanan transportasi kereta api di luar kebijakan pengembangan corporate culture yang di antaranya berupa kebijakan terkait tata kelola institusional berbasis sistem, kedisiplinan dan profesionalitas SDM PT KAI.
Dua aspek penting, yaitu customer culture dan corporate culture, mampu bersinergi dan berjalan berdampingan dan saling melengkapi satu sama lain. Pengembangan korporasi berbasis sistem, kedisiplinan dan profesionalisme serta penegakan hukum merupakan pilar utama keberhasilan dalam konteks ini.
Memang, pada proses awal pembenahan, TNI dilibatkan untuk membantu menegakkan kedisiplinan, ketertiban, sikap taat aturan di kalangan pengguna jasa layanan transportasi kereta api. Di sini terkesan ada unsur ‘pemaksaan’, namun hal tersebut masih dalam batas kewajaran sejauh tindakan ‘pemaksaan’ dimaksud bertujuan untuk kepentingan dan kemaslahatan bersama.
Kesan ‘pemaksaan’ di sini ternyata membuahkan hasil yang sangat luar biasa berupa ‘revolusi jasa layanan transportasi kereta api di Indonesia’ baik secara corporate culture maupun customer culture.
Keberhasilan pengembangan corporate culture dan customer culture di sektor industri jasa layanan transportasi kereta api ini setidaknya diharapkan dapat memberikan semangat dan harapan, serta komitmen dan keyakinan untuk terwujudnya Indonesia yang lebih hebat, lebih disiplin, lebih bersih dan lebih profesional.
Keberhasilan Jonan dalam konteks ini sekaligus mematahkan stereotipe atau pandangan bahwa masyarakat Indonesia sulit diajak tertib, sulit diajak antre, sulit diatur dan mau menang sendiri. Sejatinya manusia Indonesia adalah manusia yang berkeadaban luhur dan sangat mudah diajak komunikasi untuk membahas isu-isu termasuk yang menyangkut kepentingan masyarakat.
PR Bersama
Dalam hitungan mundur, saat ini tersisa waktu sekitar 22 tahun menuju masa ‘2045 Indonesia Emas’. Dalam hal ini, masih ada kesempatan sekitar empat periode masa kepemimpinan nasional untuk dapat mempersiapkan Indonesia secara lebih baik dan lebih serius lagi untuk membawa Indonesia memasuki era ‘2045 Indonesia Emas.’
Kesiapan Indonesia dalam menyambut perayaan satu abad Indonesia akan sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh efektifitas kinerja pemerintah dalam kurun empat periode kepemimpinan nasional ke depan, khususnya kinerja pemerintah di bidang penegakan hukum dalam menyikapi pelbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini ke depan.
Ketidakberhasilan dalam mengelola permasalahan dan tantangan yang berpotensi menjadi benalu negara dan bangsa dikuatirkan akan menjauhkan Indonesia dari momentum ‘2045 Indonesia Emas’ sebagaimana yang marak dieuforiakan belakangan ini dan sebaliknya malah akan dapat membawa Indonesia ke dalam situasi ‘2045 Indonesia Cemas’. Ayo Indonesia, kamu bisa. Semangat!
Konsul Jenderal RI New York (2019-2022)
Penulis buku Diplomasi Santri
JARGON populer ‘2045 Indonesia Emas’ marak mewarnai narasi-narasi publik dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai sebuah visi dan target yang ingin dicapai, penggunaan jargon demikian merupakan hal yang biasa dalam dunia kehidupan sosial politik.
Meskipun dianggap sebagai hal yang lazim, jargon tersebut kiranya tidak berhenti dalam bentuk pesan-pesan simbolis semata. Lebih daripada itu, jargon dimaksud juga mesti dibarengi dengan tekad dan komitmen kuat untuk terwujudnya sebuah ‘Indonesia baru’, sebuah Indonesia berkemajuan, di saat usianya menginjak satu abad kelak.
Momentum perayaan satu abad Indonesia yang akan jatuh pada 17 Agustus 2045 diharapkan hadir dengan persembahan pelbagai capaian konkret dalam kapasitasnya sebagai nation-state dan bukan sebatas bersifat seremonial semata. Memasuki usia 100 tahun bagi sebuah negara seperti Indonesia merupakan sebuah capaian dan prestasi tersendiri. Di usia satu abad ini, Indonesia diharapkan sudah menjelma menjadi negara-bangsa yang maju dan mandiri.
Piramida Kependudukan
Perkembangan Indonesia sebuah nation-state memiliki korelasi erat dengan perkembangan kehidupan sosial penduduknya di berbagai bidang. Di bidang pendidikan, komposisi penduduk Indonesia memiliki tingkat status pendidikan yang beragam.
Menurut DataIndonesia.id mengenai jenjang pendidikan masyarakat Indonesia per 31 Desember 2022, tercatat sebanyak 66.067.748 masyarakat Indonesia berstatus Tidak/Belum Sekolah, 64.299.891 berpendidikan Tamat SD, 58.570.662 berpendidikan SMA/SMK, 40.210.820 berpendidikan SMP, 30.532.881 berstatus Belum Tamat SD, 12.442.164 berpendidikan S1, 3.564.392 berpendidikan D3, 1.115.867 berpendidikan D1/D2, 882.113 berpendidikan S2, dan 63.315 berpendidikan S3.
Data tersebut secara tersurat menunjukkan adanya tingkat kesenjangan status pendidikan yang cukup besar di kalangan masyarakat Indonesia di mana kelompok yang berstatus pendidikan tidak/belum sekolah tercatat paling dominan, selanjutnya diikuti kelompok yang berstatus pendidikan tidak tamat SD. Sementara itu, kelompok masyarakat yang mengenyam pendidikan tinggi (jenjang D1 hingga S3) hanya berjumlah 6.51% dari total jumlah penduduk.
Anak-anak usia sekolah di Indonesia saat ini diakui memiliki kesempatan atau akses yang lebih baik untuk mengenyam pendidikan dibandingkan dengan era sebelumnya. Namun, dunia pendidikan nasional juga masih dihadapkan pada relatif tingginya angka dropout di kalangan anak didik, termasuk di kalangan siswa Sekolah Menengah Atas yang mencapai 1.38% (2022).
Di bidang pengentasan kemiskinan, tingkat kemiskinan di Indonesia pada periode Maret 2023 dilaporkan turun menjadi 9.36% atau setara 25.9 juta jiwa. Namun, angka kemiskinan/jumlah warga miskin pada periode Maret 2023 tercatat masih lebih tinggi dibandingkan sebelum masa pandemi. Pada bulan September 2019 angka kemiskinan tercatat 9.22% atau setara 24.78 juta jiwa.
Tantangan serius lainnya yang dihadapi Indonesia adalah masalah korupsi. Menurut data Corruption Perception Index (CPI) tahun 2022, Indonesia memiliki skor 34/100 dan berada di posisi 110 dari 180 negara yang disurvei. Skor 34 ini menempatkan posisi Indonesia turun 4 (empat) poin dibandingkan dengan skor tahun 2021 sebesar 38/100.
Penurunan skor Indonesia sebesar 4 (empat) poin ini merupakan penurunan skor yang paling drastis sejak tahun 1995. Skala penilaian CPI sendiri memiliki rentang nilai dari O (sangat korup) hingga 100 (sangat bersih).
Penurunan skor CPI Indonesia tentunya dipengaruhi oleh situasi darurat korupsi di Indonesia yang mengundang perhatian banyak pihak termasuk dunia internasional. Fakta yang sulit disangkal di sini bahwa praktek korupsi di era Orde Reformasi ternyata jauh di luar harapan cita-cita reformasi.
Di era Orde Reformasi sekarang ini praktek korupsi justru dinilai semakin masif dan meluas hampir ke semua lini. Bahkan, lembaga-lembaga pemerintah termasuk lembaga penegak hukum yang semestinya menjadi tulang punggung pemberantasan korupsi di negara tidak luput dari bias pengaruh praktik rasuah.
Di bidang pengembangan sumber daya manusia (SDM), Indonesia masih harus berjuang ekstra keras lagi untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Berdasarkan data Indek Pembangunan Manusia (IPM) 2022, Indonesia bertengger di posisi 114 dengan skor 0,750 dari 191 negara. Peringkat IPM Indonesia berada jauh di bawah Hong Kong yang menempati posisi keempat (0,952) dan Australia yang menempati posisi kelima (0,951).
Lesson Learned
Data kependudukan Indonesia sebagaimana tersebut di atas seyogianya disikapi secara bijak dengan mengedepankan semangat pencarian solusi berbasis optimisme bukan pesimisme. Permasalahan klasik yang silih berganti datang dan mendera kehidupan Indonesia tanpa henti bukan merupakan kartu mati yang sulit dihidupkan dan dimainkan kembali.
Keberhasilan Ignasius Jonan dalam membangun tata kelola dan budaya baru industri perkeretaapian Indonesia merupakan sebuah lesson learned dan best practice sekaligus role model yang patut dijadikan referensi dalam membangun sikap optimisme dalam konteks ini.
Sistem perkeretaapian Indonesia yang sebelumnya karut-marut dan dikabarkan selalu merugi, di bawah kepemimpinan Jonan, ternyata dapat berkembang dan berubah menjadi jauh lebih baik, lebih tertib dan lebih profesional. Pembenahan sektor industri perkeretaapian nasional tentunya dilakukan melalui pendekatan business unusual sekaligus meninggalkan pola pendekatan konvensional yang bersifat business as usual.
Salah satu elemen kunci dalam konteks ini adalah membangun customer culture, salah satunya budaya patuh hukum, di kalangan pengguna jasa layanan transportasi kereta api di luar kebijakan pengembangan corporate culture yang di antaranya berupa kebijakan terkait tata kelola institusional berbasis sistem, kedisiplinan dan profesionalitas SDM PT KAI.
Dua aspek penting, yaitu customer culture dan corporate culture, mampu bersinergi dan berjalan berdampingan dan saling melengkapi satu sama lain. Pengembangan korporasi berbasis sistem, kedisiplinan dan profesionalisme serta penegakan hukum merupakan pilar utama keberhasilan dalam konteks ini.
Memang, pada proses awal pembenahan, TNI dilibatkan untuk membantu menegakkan kedisiplinan, ketertiban, sikap taat aturan di kalangan pengguna jasa layanan transportasi kereta api. Di sini terkesan ada unsur ‘pemaksaan’, namun hal tersebut masih dalam batas kewajaran sejauh tindakan ‘pemaksaan’ dimaksud bertujuan untuk kepentingan dan kemaslahatan bersama.
Kesan ‘pemaksaan’ di sini ternyata membuahkan hasil yang sangat luar biasa berupa ‘revolusi jasa layanan transportasi kereta api di Indonesia’ baik secara corporate culture maupun customer culture.
Keberhasilan pengembangan corporate culture dan customer culture di sektor industri jasa layanan transportasi kereta api ini setidaknya diharapkan dapat memberikan semangat dan harapan, serta komitmen dan keyakinan untuk terwujudnya Indonesia yang lebih hebat, lebih disiplin, lebih bersih dan lebih profesional.
Keberhasilan Jonan dalam konteks ini sekaligus mematahkan stereotipe atau pandangan bahwa masyarakat Indonesia sulit diajak tertib, sulit diajak antre, sulit diatur dan mau menang sendiri. Sejatinya manusia Indonesia adalah manusia yang berkeadaban luhur dan sangat mudah diajak komunikasi untuk membahas isu-isu termasuk yang menyangkut kepentingan masyarakat.
PR Bersama
Dalam hitungan mundur, saat ini tersisa waktu sekitar 22 tahun menuju masa ‘2045 Indonesia Emas’. Dalam hal ini, masih ada kesempatan sekitar empat periode masa kepemimpinan nasional untuk dapat mempersiapkan Indonesia secara lebih baik dan lebih serius lagi untuk membawa Indonesia memasuki era ‘2045 Indonesia Emas.’
Kesiapan Indonesia dalam menyambut perayaan satu abad Indonesia akan sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh efektifitas kinerja pemerintah dalam kurun empat periode kepemimpinan nasional ke depan, khususnya kinerja pemerintah di bidang penegakan hukum dalam menyikapi pelbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini ke depan.
Ketidakberhasilan dalam mengelola permasalahan dan tantangan yang berpotensi menjadi benalu negara dan bangsa dikuatirkan akan menjauhkan Indonesia dari momentum ‘2045 Indonesia Emas’ sebagaimana yang marak dieuforiakan belakangan ini dan sebaliknya malah akan dapat membawa Indonesia ke dalam situasi ‘2045 Indonesia Cemas’. Ayo Indonesia, kamu bisa. Semangat!
(poe)