Kerja Sama Pertahanan Indonesia-Inggris, Diam-diam Mesra?
loading...
A
A
A
Selanjutnya Indonesia-Inggris sepakat mengintensifkan implementasi nyata dari Nota Kesepahaman Kerja Sama Pertahanan, termasuk melalui melalui kerangka JDCD yang diadakan secara rutin setiap tahun serta pembicaraan military to military yang diatur di bawah mekanisme JDCD. Mereka juga memperbaharui Nota Kesepahaman di antara Kemhan Indonesia dan Inggris yang berakhir Oktober 2022.
Kesepakatan tak kalah penting adalah komitmen Inggris menghormati kedaulatan dan integritas NKRI, termasuk di Papua dan Papua Barat. Inggris menegaskan tidak mendukung kegiatan ataupun pandangan individu dan entitas mana pun yang menentang hal tersebut, termasuk yang meliputi tindak kriminal lintas batas, tindakan terorisme, tanpa merugikan kerangka hukum masing-masing.
Melihat realitas perkembangan hubungan bilateral sejauh ini antara Indonesia-Inggris, maka kerja sama pertahahanan, kerjasama alutsista dan ToT, serta intensitas latihan militer bersama merupakan wujud kesadaran kedua negara mempertemukan kepentingan nasional demi mendapatkan manfaat positif secara luas.
Bila mengacu definisi kepentingan nasional ala Donald E Nuechterlain, hubungan bilateral bidang pertahanan antara Indonesia-Inggris paling tidak memenuhi tiga dari empat elemen, yakni kepentingan pertahanan dan keamanan, kepentingan ekonomi, kepentingan tata regional.
Misalnya untuk akuisisi alutsista, pemberian ToT, latihan bersama dan berbagai varian kerja sama yang telah dilakukan Indonesia-Inggris merupakan pengejawantahan kepentingan pertahanan dan keamanan. Dalam kerja sama tersebut, masing-masing pihak tentu tidak terlepas dari kepentingan perekonomian karena mampu mendorong dan mengembangkan industri pertahanan kedua negara.
Tak kalah pentingnya adalah eratnya kerja sama pertahanan kedua negara akan meningkatkan rasa saling percaya Indonesia-Inggris untuk menghormati kedaulatan -khususnya terkait Papua, dan berdampak pada terciptanya stabilitas di kawasan -termasuk dalam konteks hubungan dengan negara-negara anggota FPDA.
Apalagi, di tengah dinamika konflik Laut China Selatan (LCS), Inggris dan sekutunya sangat berkepentingan mengamankan ‘posisi’ Indonesia. Sebaliknya bagi Indonesia, kedekatan dengan Inggris dan gang Barat-nya memperkuat bargaining position Indonesia vis a vis China agar tidak terlalu jauh mengusik kedaulatan Indonesia di LCS.
Dalam konteks kerja sama pertahanan dengan Inggris, target yang perlu ditekankan adalah bagaimana pemerintah bisa memanfaatkannya untuk mendukung berkembangnya industri pertahanan demi mewujudkan kemandirian alutsista. Pembangunan fregat Merah Putih merupakan langkah brilian itu. Hanya saja, untuk penawaran teranyar yang disampaikan Inggris, banyak yang kurang signifikan mendukung tujuan tersebut.
Namun, tawaran Terrahawk Paladin bisa dipertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan artileri pertahanan udara taktis di kesatuan TNI, tetapi tetap dengan catatan menyertakan skema ToT. Apabila melihat dinamika perang modern yang banyak mengedepankan serangan udara, termasuk drone, program akuisisi rudal arhanud Starstreak juga perlu dilanjutkan dengan skema ToT, termasuk sistem radar penjejak target CONTROLMaster200 yang menyertainya. (*)
Kesepakatan tak kalah penting adalah komitmen Inggris menghormati kedaulatan dan integritas NKRI, termasuk di Papua dan Papua Barat. Inggris menegaskan tidak mendukung kegiatan ataupun pandangan individu dan entitas mana pun yang menentang hal tersebut, termasuk yang meliputi tindak kriminal lintas batas, tindakan terorisme, tanpa merugikan kerangka hukum masing-masing.
Melihat realitas perkembangan hubungan bilateral sejauh ini antara Indonesia-Inggris, maka kerja sama pertahahanan, kerjasama alutsista dan ToT, serta intensitas latihan militer bersama merupakan wujud kesadaran kedua negara mempertemukan kepentingan nasional demi mendapatkan manfaat positif secara luas.
Bila mengacu definisi kepentingan nasional ala Donald E Nuechterlain, hubungan bilateral bidang pertahanan antara Indonesia-Inggris paling tidak memenuhi tiga dari empat elemen, yakni kepentingan pertahanan dan keamanan, kepentingan ekonomi, kepentingan tata regional.
Misalnya untuk akuisisi alutsista, pemberian ToT, latihan bersama dan berbagai varian kerja sama yang telah dilakukan Indonesia-Inggris merupakan pengejawantahan kepentingan pertahanan dan keamanan. Dalam kerja sama tersebut, masing-masing pihak tentu tidak terlepas dari kepentingan perekonomian karena mampu mendorong dan mengembangkan industri pertahanan kedua negara.
Tak kalah pentingnya adalah eratnya kerja sama pertahanan kedua negara akan meningkatkan rasa saling percaya Indonesia-Inggris untuk menghormati kedaulatan -khususnya terkait Papua, dan berdampak pada terciptanya stabilitas di kawasan -termasuk dalam konteks hubungan dengan negara-negara anggota FPDA.
Apalagi, di tengah dinamika konflik Laut China Selatan (LCS), Inggris dan sekutunya sangat berkepentingan mengamankan ‘posisi’ Indonesia. Sebaliknya bagi Indonesia, kedekatan dengan Inggris dan gang Barat-nya memperkuat bargaining position Indonesia vis a vis China agar tidak terlalu jauh mengusik kedaulatan Indonesia di LCS.
Dalam konteks kerja sama pertahanan dengan Inggris, target yang perlu ditekankan adalah bagaimana pemerintah bisa memanfaatkannya untuk mendukung berkembangnya industri pertahanan demi mewujudkan kemandirian alutsista. Pembangunan fregat Merah Putih merupakan langkah brilian itu. Hanya saja, untuk penawaran teranyar yang disampaikan Inggris, banyak yang kurang signifikan mendukung tujuan tersebut.
Namun, tawaran Terrahawk Paladin bisa dipertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan artileri pertahanan udara taktis di kesatuan TNI, tetapi tetap dengan catatan menyertakan skema ToT. Apabila melihat dinamika perang modern yang banyak mengedepankan serangan udara, termasuk drone, program akuisisi rudal arhanud Starstreak juga perlu dilanjutkan dengan skema ToT, termasuk sistem radar penjejak target CONTROLMaster200 yang menyertainya. (*)
(hdr)