Kerja Sama Pertahanan Indonesia-Inggris, Diam-diam Mesra?
loading...
A
A
A
AKHIR pekan lalu, Wamenhan Letjen TNI M Herindra menerima kunjungan kehormatan Dubes Inggris Dominic Jermey. Dalam pertemuan itu mereka membahas penguatan kerja sama industri pertahanan. Sebelumnya, kedua negara telah memiliki sejumlah nota kesepahaman tentang kerja sama beberapa produk industri pertahanan .
baca juga: Inggris Perkuat Kolaborasi Energi Rendah Karbon dengan Indonesia
Misi yang dibawa Dubes Inggris itu adalah melanjutkan capaian agar lebih komprehensif, serta dapat mewujudkan secara konkret bentuk-bentuk kerja sama baru dengan Indonesia. Bahkan, Inggris juga menawarkan sejumlah alutsista udara C130Js Super Hercules dan Airbus A400M yang dimilki AU Inggris, satelit pertahanan, artileri pertahanan udara, dan fasilitas medis militer.
Di antara tawaran, yang banyak mendapat perhatian kalangan pemerhati militer adalah proposal akuisisi pesawat Hercules. Sebelumnya, pada Oktober 2022 Kemenhan Inggris mengumumkan akan memensiunkan armada C-130J RAF, yang terdiri dari 13 C.4 (C-130J-30) dan 1 C.5 (versi pendek C-130J). Pesawat produksi Locheed Martin ini dijual mulai tahun 2023.
Selain tawaran sejumlah alutsista baru dan bekas, kalangan pemerhati militer juga menyoroti langkah Inggris mendekati Indonesia. Pertanyaan yang dimuncukan, mengapa negeri yang dipimpin Pangeran Charles itu tidak menawarkan Hercules bekas kepada Malaysia. Padahal, negeri persemakmuran tersebut masih membutuhkan pesawat angkut berat?
Begitu pun penawaran kerja sama alutsista, kenapa Inggris tidak menawarkan ke Negeri Jiran itu, yang relatif tertinggal dalam kemandirian alutsista. Apalagi pendekatan yang dilakukan Inggris terbilang sangat intens.
Untuk diketahui, kedua negara tengah membangun Fregat Merah Putih hasil kerja sama Babcock International dengan PT PAL Indonesia. Kerja sama yang dilakukan tidak sebatas jual beli, tapi juga diikuti dengan transfer of technology (ToT) yang membuka peluang Indonesia membangun kemandirian alutista.
Selain Fregat Merah Putih, Indonesia belum ini mengakuisi submarine rescue vehicle system (SRVS) dari perusahaan Inggris, yang mampu mengevakuasi seluruh kru kapal dengan konsep one out, all out; bekerja sama Infoglobal dengan BAE Systems untuk mendukung program upgrade Hawk 100/200 TNI AU, terutama untuk sistem avionik, yang diikuti ToT.
Sebelumnya, Indonesia juga membeli radar Hughes untuk pengamatan permukaan (ground surveyland radar system (GSRS))- radar generasi baru yang dapat mendeteksi pesawat tanpa awak atau drone; serta mengakuisisi rudal jarak pendek (short range air defense/shorad) Starstreak yang dilakukan sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Selain alutsista, Indonesia-Inggris ternyata juga terlibat latihan militer bersama. Di antara latihan dimaksud adalah Latihan Gabungan Bersama (Latgabma) Talisman Sabre yang melibatkan tiga matra, dan Latma Pitch Black yang digelar untuk menggembleng kapasitas militer udara negara, termasuk Indonesia dan Inggris.
Pertanyaan selanjutnya yang perlu dikemukakan, apakah dukungan Inggris kepada Indonesia menggenjot pembangunan dan kemandirian alutsista dan intensitas latihan militer bersama tidak mengusik negara-negara ‘binaannya’ yang tergabung dalam persekutuan Five Power Defense Arrangement (FPDA)? Atau, apakah motif lain mendorong langkah Inggris meningkatkan kerja sama pertahanan dengan Indonesia?
Kepentingan Nasional
Belum lekang dari ingatan sejarah, relasi yang terbangun antara Indonesia dan Inggris lekat dari sisi buram. Bagaimana tidak, negeri ini pernah terlibat langsung dalam kolonialisme di Nusantara dengan Thomas Stamford Raffles ditunjuk sebagai letnan gubernur di Jawa, menjadi musuh pasca-Proklamasi Kemerdekaan 1945, dan terlibat perseteruan dengan Indonesia di era Orde Lama.
Di era mempertahankan kemerdekaan, Inggris tercatat bersama Belanda dan sekutu terlibat dalam perang besar dengan pejuang Indonesia seperti di Surabaya, Magelang dan Bojong Kokosan. Di Surabaya yang kemudian dijadikan tonggak Hari Pahlawan, dua jenderal negara pemenang Perang Dunia II itu - Aubertin Walter Sothern Mallaby dan Robert Guy Loder Symonds- harus menjadi korban.
baca juga: Indonesia-Inggris Raya Kerja Sama Bidang Keamanan Siber
Saat pemerintahan Orde Lama, Soekarno melihat Inggris menjalankan strategi neo-kolonialisme dengan membentuk negara boneka seperti Malaysia. Bahkan, kebijakan Ganyang Malaysia memicu perang parsial di wilayah perbatasan Indonesia Malaysia, termasuk di dalamnya melibatkan tentara Inggris. Konflik berlanjut hingga pembentukan Five Power Defense Arrangement (FPDA) yang beranggotakan Inggris, Malaysia, Singapura, Australia dan Selandia Baru.
Pergantian kepemimpinan ke tangan Soeharto mengubah orientasi politik luar negeri, hingga membuat Indonesia lebih mendekat ke negara-negara Barat, termasuk Inggris. Selama era Soeharto, Indonesia bahkan memborong beberapa seri pesawat Hawk dari British Aerospace, tepatnya sejak 1977, dan mendatangkan 90 tank FV101 Scorpion dari BAE System & Land System Inggris.
Walaupun begitu, kemesraan yang terjalin tak begitu terlihat karena tertutup bayang-bayang masa lalu yang seolah memasang barikade Indonesia dan Inggris tidak bisa menjalin kedekatan hubungan, serta dampak embargo yang pernah diberlakukan Amerika Serikat dan berpengaruh pada operasional pesawat Hawk.
Bila melihat realitas belakangan dengan indikator kerja sama alutsista, dukungan ToT untuk kemandirian alutsista, hingga latihan bersama, ada lompatan level hubungan bilateral Indonesia-Inggris. Bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara yang selama ini memiliki kedekatan kerja sama pertahanan seperti Korea Selatan, Prancis, dan Turki, posisi Inggris tidak bisa dipinggirkan. Bagaimana kondisi tersebut bisa dijelaskan?
Berdasar keterangan situs Kemlu RI, hubungan bilateral dengan negara sahabat senantiasa diarahkan untuk mempromosikan nilai saling menghormati, tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain, menolak penggunaan kekerasan, mengedepankan konsensus dalam proses pengambilan keputusan. Sejak merdeka hingga saat ini, Indonesia telah menjalin kerja sama bilateral dengan 162 negara serta satu teritori khusus berbentuk non-self governing territory.
Selain berpegang pada prinsip-prinsip pokok kerja sama antar-negara, tujuan kerja sama tentu tidak terlepas dari motif saling menguntungkan. Dengan demikian kepentingan -dalam hal ini kepentingan nasional atau national interest- menjadi varibel independen yang melandasi perilaku negara-negara, tak terlepas Indonesia.
Lantas, apa itu kepentingan nasional? Prinsip utamanya seperti disampaikan H.J Morgenthau, yakni kepentingan nasional selalu mengarah pada how to get power, hingga suatu negara mampu memelihara kontrol suatu negara terhadap negara lain.
Kamus Hubungan Internasional menyebut kepentingan nasional sebagai tujuan mendasar dan faktor paling penting yang menentukan dan memandu para decision maker dalam merumuskan politik luar negeri.Sedangkan Donald E Nuechterlain melihat ada 4 elemen dasar dalam kepentingan nasional, yakni kepentingan pertahanan dan keamanan, kepentingan ekonomi, kepentingan tata regional, dan kepentingan ideologi.
Untuk Indonesia, kepentingan nasionalnya digariskan dalam pembukaan UUD 45 alenia 4. Garis besarnya meliputi unsur pertahanan keamanan, kesejahteraan, pendidikan, dan perdamaian dunia. Secara lebih detail, Kemlu menjelaskan arah kepentingan nasional antara lain untuk mewujudkan perdamaian, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, perdagangan, dan investasi.
Dalam konteks hubungan Indonesia dengan Inggris, selain berpegang pada prinsip kerjasama bilateral, kepentingan nasional tentu menjadi motif yang tak terhindarkan. Persoalannya, kepentingan seperti apa yang ingin dicapai para decision maker yang berada di belakang kendali pemerintahan negeri ini? Begitupun sebaliknya dari pemerintah Inggris, sehingga kepentingan nasional kedua negara bisa bertemu dan terus mengalami perkembangan positif hingga saat ini.
Kemitraan Strategis
Hubungan Indonesia-Inggris hingga mencapai level tinggi seperti saat ini, menemui momentum kala menginjak 70 tahun hubungan bilateral. Tepatnya pada April 2012, kedua negara memperkokoh kerja sama melalui kemitraan strategis yang ditandai dengan Joint Statement on Closer Cooperation.
Pada tahun yang sama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Inggris David Cameron menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) di kantor sekaligus kediaman Cameron, di 10 Downing Street. Kerja sama yang disepakati itu adalah di bidang pertahanan, pendidikan, dan ekonomi kreatif.
baca juga: Aroma Liga Inggris Makin Terasa di Timnas Indonesia
Dalam bidang pertahanan, Menhan Purnomo Yusgiantoro dan Menhan Phillip Hammond, MP setuju meningkatkan kerja sama melalui bantuan peningkatan kapasitas bagi TNI di Pusat Studi Perdamaian dan Keamanan dalam bentuk peralatan audio visual untuk pelatihan bahasa; dan menyediakan kursus-kursus dan seminar bagi anggota pasukan perdamaian.
Bentuk kerja sama di bidang pertahanan lainnya berupa kontrak penjualan alat-alat pertahanan kepada angkatan udara, angkatan darat, dan angkatan laut Indonesia. Peralatan itu di antaranya peluru kendali starstreak, senapan sniper, kapal perang kecil multiguna (multi roles light frigate – MLRF), dan suku cadang untuk pesawat tempur Hawk 109/209.Masih menindaklanjuti MoU yang diteken kedua menhan di London tersebut, kedua negara bersepakat menggelar pertemuan
Joint Defence Cooperation Dialogue (JDCD) Indonesia – Inggris. Keberadaan JDCD antara lain diarahkan untuk mengkaji dan mengidentifikasi ruang lingkup kerja sama, memfasilitasi kerja sama industri pertahanan, dan merancang program kerja sama pertahanan.
Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo periode pertama, kerja sama pertahanan semakin diperkuat dengan momen kunjungan Menteri Muda untuk Pengadaan Pertahanan Inggris Mr Guto Bebb MP ke Indonesia bertemu Menhan RI Ryamizard Ryacudu. Selain bertemu Menhan, Guto Bebb juga melakukan kunjungan kehormatan ke Menteri BUMN, Panglima TNI dan KSAD.
Kunjungan penegaskan perspektif Inggris tentang pentingnya hubungan dengan Indonesia, dan komitmen untuk memperkuat kerjasama bidang pertahanan yang selama ini sudah terjalin baik, dengan membangun kemitraan melalui industri pertahanan.
Selanjutnya pada 19 April 2022, Kemitraan Strategis kembali diperkokoh dengan Indonesia-UK Partnership Roadmap 2022-2024. Road map yang diteken Retno Marsudi dengan koleganya, Menlu Inggris Elizabeth Truss pada kunjungan kerjanya ke London pada 9 Aprli 2022 meliputi kerja sama strategis di sektor ekonomi, politik, pertahanan, keamanan,dan lingkungan.
Kedua negara pun membangun memiliki beberapa mekanisme kerja sama bilateral. Mekanisme dimaksud antara lain Partnership Forum ditingkat Menlu, Joint Economic and Trade Committee (JETCO) di tingkat Mendag, serta mekanisme dialog dan working group di bidang pertahanan, siber, penanggulangan terorisme, pendidikan, dan kesehatan.
baca juga: Owa Siamang Perak Asal Indonesia Baru Melahirkan di Inggris
Inggris juga meluncurkan kebijakan Indo-Pacific Tilt pada tahun 2021 yang membuka peluang penguatan intensitas kemitraan bilateral dan di kawasan. ‘’Kemitraan yang bervisi ke depan, berlandaskan prinsip-prinsip saling menghargai, saling menguntungkan, dan sejalan dengan norma dan hukum internasional serta shared value Indonesia-Inggris," ujar Menlu Retno Marsudi.
Dalam Roadmap 2022-2024 bidang pertahanan dan keamanan, kedua negara bersepakat menghadapi tantangan bersama seperti pada masalah kontra-terorisme, keamanan maritim, keamanan siber, dan kejahatan transnasional. Kerja sama dimaksud demi menjaga stabilitas keamananan kawasan, melaui dialog strategis, latirhan bersama, kerja sama teknis dan SDM, dan kolaborasi lain.
Roadmap juga menjajaki beberapa rencana kongkret seperti pertukaran pelajar akademi militer dan latihan gabungan bersama yang terorganisir dengan tujuan keamanan maritim seperti latihan HA/DR di antara TNI-AL dengan Royal Navy dan latihan jungle warfare antara TNI-AD dengan tentara Inggris.
Kedua negara juga memacu peluang kerja sama di antara industri pertahanan di antara kedua negara, termasuk ToT untuk mendukung terciptanya keamanan, pembukaan lapangan kerja serta pertumbuhan ekonomi di antara kedua negara. Dalam konteks inilah disepakati pembangunan Frigate Arrowhead 140 di Indonesia, dengan desain yang sudah disetujui oleh TNI-AL.
Selanjutnya Indonesia-Inggris sepakat mengintensifkan implementasi nyata dari Nota Kesepahaman Kerja Sama Pertahanan, termasuk melalui melalui kerangka JDCD yang diadakan secara rutin setiap tahun serta pembicaraan military to military yang diatur di bawah mekanisme JDCD. Mereka juga memperbaharui Nota Kesepahaman di antara Kemhan Indonesia dan Inggris yang berakhir Oktober 2022.
Kesepakatan tak kalah penting adalah komitmen Inggris menghormati kedaulatan dan integritas NKRI, termasuk di Papua dan Papua Barat. Inggris menegaskan tidak mendukung kegiatan ataupun pandangan individu dan entitas mana pun yang menentang hal tersebut, termasuk yang meliputi tindak kriminal lintas batas, tindakan terorisme, tanpa merugikan kerangka hukum masing-masing.
Melihat realitas perkembangan hubungan bilateral sejauh ini antara Indonesia-Inggris, maka kerja sama pertahahanan, kerjasama alutsista dan ToT, serta intensitas latihan militer bersama merupakan wujud kesadaran kedua negara mempertemukan kepentingan nasional demi mendapatkan manfaat positif secara luas.
Bila mengacu definisi kepentingan nasional ala Donald E Nuechterlain, hubungan bilateral bidang pertahanan antara Indonesia-Inggris paling tidak memenuhi tiga dari empat elemen, yakni kepentingan pertahanan dan keamanan, kepentingan ekonomi, kepentingan tata regional.
Misalnya untuk akuisisi alutsista, pemberian ToT, latihan bersama dan berbagai varian kerja sama yang telah dilakukan Indonesia-Inggris merupakan pengejawantahan kepentingan pertahanan dan keamanan. Dalam kerja sama tersebut, masing-masing pihak tentu tidak terlepas dari kepentingan perekonomian karena mampu mendorong dan mengembangkan industri pertahanan kedua negara.
Tak kalah pentingnya adalah eratnya kerja sama pertahanan kedua negara akan meningkatkan rasa saling percaya Indonesia-Inggris untuk menghormati kedaulatan -khususnya terkait Papua, dan berdampak pada terciptanya stabilitas di kawasan -termasuk dalam konteks hubungan dengan negara-negara anggota FPDA.
Apalagi, di tengah dinamika konflik Laut China Selatan (LCS), Inggris dan sekutunya sangat berkepentingan mengamankan ‘posisi’ Indonesia. Sebaliknya bagi Indonesia, kedekatan dengan Inggris dan gang Barat-nya memperkuat bargaining position Indonesia vis a vis China agar tidak terlalu jauh mengusik kedaulatan Indonesia di LCS.
Dalam konteks kerja sama pertahanan dengan Inggris, target yang perlu ditekankan adalah bagaimana pemerintah bisa memanfaatkannya untuk mendukung berkembangnya industri pertahanan demi mewujudkan kemandirian alutsista. Pembangunan fregat Merah Putih merupakan langkah brilian itu. Hanya saja, untuk penawaran teranyar yang disampaikan Inggris, banyak yang kurang signifikan mendukung tujuan tersebut.
Namun, tawaran Terrahawk Paladin bisa dipertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan artileri pertahanan udara taktis di kesatuan TNI, tetapi tetap dengan catatan menyertakan skema ToT. Apabila melihat dinamika perang modern yang banyak mengedepankan serangan udara, termasuk drone, program akuisisi rudal arhanud Starstreak juga perlu dilanjutkan dengan skema ToT, termasuk sistem radar penjejak target CONTROLMaster200 yang menyertainya. (*)
baca juga: Inggris Perkuat Kolaborasi Energi Rendah Karbon dengan Indonesia
Misi yang dibawa Dubes Inggris itu adalah melanjutkan capaian agar lebih komprehensif, serta dapat mewujudkan secara konkret bentuk-bentuk kerja sama baru dengan Indonesia. Bahkan, Inggris juga menawarkan sejumlah alutsista udara C130Js Super Hercules dan Airbus A400M yang dimilki AU Inggris, satelit pertahanan, artileri pertahanan udara, dan fasilitas medis militer.
Di antara tawaran, yang banyak mendapat perhatian kalangan pemerhati militer adalah proposal akuisisi pesawat Hercules. Sebelumnya, pada Oktober 2022 Kemenhan Inggris mengumumkan akan memensiunkan armada C-130J RAF, yang terdiri dari 13 C.4 (C-130J-30) dan 1 C.5 (versi pendek C-130J). Pesawat produksi Locheed Martin ini dijual mulai tahun 2023.
Selain tawaran sejumlah alutsista baru dan bekas, kalangan pemerhati militer juga menyoroti langkah Inggris mendekati Indonesia. Pertanyaan yang dimuncukan, mengapa negeri yang dipimpin Pangeran Charles itu tidak menawarkan Hercules bekas kepada Malaysia. Padahal, negeri persemakmuran tersebut masih membutuhkan pesawat angkut berat?
Begitu pun penawaran kerja sama alutsista, kenapa Inggris tidak menawarkan ke Negeri Jiran itu, yang relatif tertinggal dalam kemandirian alutsista. Apalagi pendekatan yang dilakukan Inggris terbilang sangat intens.
Untuk diketahui, kedua negara tengah membangun Fregat Merah Putih hasil kerja sama Babcock International dengan PT PAL Indonesia. Kerja sama yang dilakukan tidak sebatas jual beli, tapi juga diikuti dengan transfer of technology (ToT) yang membuka peluang Indonesia membangun kemandirian alutista.
Selain Fregat Merah Putih, Indonesia belum ini mengakuisi submarine rescue vehicle system (SRVS) dari perusahaan Inggris, yang mampu mengevakuasi seluruh kru kapal dengan konsep one out, all out; bekerja sama Infoglobal dengan BAE Systems untuk mendukung program upgrade Hawk 100/200 TNI AU, terutama untuk sistem avionik, yang diikuti ToT.
Sebelumnya, Indonesia juga membeli radar Hughes untuk pengamatan permukaan (ground surveyland radar system (GSRS))- radar generasi baru yang dapat mendeteksi pesawat tanpa awak atau drone; serta mengakuisisi rudal jarak pendek (short range air defense/shorad) Starstreak yang dilakukan sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Selain alutsista, Indonesia-Inggris ternyata juga terlibat latihan militer bersama. Di antara latihan dimaksud adalah Latihan Gabungan Bersama (Latgabma) Talisman Sabre yang melibatkan tiga matra, dan Latma Pitch Black yang digelar untuk menggembleng kapasitas militer udara negara, termasuk Indonesia dan Inggris.
Pertanyaan selanjutnya yang perlu dikemukakan, apakah dukungan Inggris kepada Indonesia menggenjot pembangunan dan kemandirian alutsista dan intensitas latihan militer bersama tidak mengusik negara-negara ‘binaannya’ yang tergabung dalam persekutuan Five Power Defense Arrangement (FPDA)? Atau, apakah motif lain mendorong langkah Inggris meningkatkan kerja sama pertahanan dengan Indonesia?
Kepentingan Nasional
Belum lekang dari ingatan sejarah, relasi yang terbangun antara Indonesia dan Inggris lekat dari sisi buram. Bagaimana tidak, negeri ini pernah terlibat langsung dalam kolonialisme di Nusantara dengan Thomas Stamford Raffles ditunjuk sebagai letnan gubernur di Jawa, menjadi musuh pasca-Proklamasi Kemerdekaan 1945, dan terlibat perseteruan dengan Indonesia di era Orde Lama.
Di era mempertahankan kemerdekaan, Inggris tercatat bersama Belanda dan sekutu terlibat dalam perang besar dengan pejuang Indonesia seperti di Surabaya, Magelang dan Bojong Kokosan. Di Surabaya yang kemudian dijadikan tonggak Hari Pahlawan, dua jenderal negara pemenang Perang Dunia II itu - Aubertin Walter Sothern Mallaby dan Robert Guy Loder Symonds- harus menjadi korban.
baca juga: Indonesia-Inggris Raya Kerja Sama Bidang Keamanan Siber
Saat pemerintahan Orde Lama, Soekarno melihat Inggris menjalankan strategi neo-kolonialisme dengan membentuk negara boneka seperti Malaysia. Bahkan, kebijakan Ganyang Malaysia memicu perang parsial di wilayah perbatasan Indonesia Malaysia, termasuk di dalamnya melibatkan tentara Inggris. Konflik berlanjut hingga pembentukan Five Power Defense Arrangement (FPDA) yang beranggotakan Inggris, Malaysia, Singapura, Australia dan Selandia Baru.
Pergantian kepemimpinan ke tangan Soeharto mengubah orientasi politik luar negeri, hingga membuat Indonesia lebih mendekat ke negara-negara Barat, termasuk Inggris. Selama era Soeharto, Indonesia bahkan memborong beberapa seri pesawat Hawk dari British Aerospace, tepatnya sejak 1977, dan mendatangkan 90 tank FV101 Scorpion dari BAE System & Land System Inggris.
Walaupun begitu, kemesraan yang terjalin tak begitu terlihat karena tertutup bayang-bayang masa lalu yang seolah memasang barikade Indonesia dan Inggris tidak bisa menjalin kedekatan hubungan, serta dampak embargo yang pernah diberlakukan Amerika Serikat dan berpengaruh pada operasional pesawat Hawk.
Bila melihat realitas belakangan dengan indikator kerja sama alutsista, dukungan ToT untuk kemandirian alutsista, hingga latihan bersama, ada lompatan level hubungan bilateral Indonesia-Inggris. Bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara yang selama ini memiliki kedekatan kerja sama pertahanan seperti Korea Selatan, Prancis, dan Turki, posisi Inggris tidak bisa dipinggirkan. Bagaimana kondisi tersebut bisa dijelaskan?
Berdasar keterangan situs Kemlu RI, hubungan bilateral dengan negara sahabat senantiasa diarahkan untuk mempromosikan nilai saling menghormati, tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain, menolak penggunaan kekerasan, mengedepankan konsensus dalam proses pengambilan keputusan. Sejak merdeka hingga saat ini, Indonesia telah menjalin kerja sama bilateral dengan 162 negara serta satu teritori khusus berbentuk non-self governing territory.
Selain berpegang pada prinsip-prinsip pokok kerja sama antar-negara, tujuan kerja sama tentu tidak terlepas dari motif saling menguntungkan. Dengan demikian kepentingan -dalam hal ini kepentingan nasional atau national interest- menjadi varibel independen yang melandasi perilaku negara-negara, tak terlepas Indonesia.
Lantas, apa itu kepentingan nasional? Prinsip utamanya seperti disampaikan H.J Morgenthau, yakni kepentingan nasional selalu mengarah pada how to get power, hingga suatu negara mampu memelihara kontrol suatu negara terhadap negara lain.
Kamus Hubungan Internasional menyebut kepentingan nasional sebagai tujuan mendasar dan faktor paling penting yang menentukan dan memandu para decision maker dalam merumuskan politik luar negeri.Sedangkan Donald E Nuechterlain melihat ada 4 elemen dasar dalam kepentingan nasional, yakni kepentingan pertahanan dan keamanan, kepentingan ekonomi, kepentingan tata regional, dan kepentingan ideologi.
Untuk Indonesia, kepentingan nasionalnya digariskan dalam pembukaan UUD 45 alenia 4. Garis besarnya meliputi unsur pertahanan keamanan, kesejahteraan, pendidikan, dan perdamaian dunia. Secara lebih detail, Kemlu menjelaskan arah kepentingan nasional antara lain untuk mewujudkan perdamaian, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, perdagangan, dan investasi.
Dalam konteks hubungan Indonesia dengan Inggris, selain berpegang pada prinsip kerjasama bilateral, kepentingan nasional tentu menjadi motif yang tak terhindarkan. Persoalannya, kepentingan seperti apa yang ingin dicapai para decision maker yang berada di belakang kendali pemerintahan negeri ini? Begitupun sebaliknya dari pemerintah Inggris, sehingga kepentingan nasional kedua negara bisa bertemu dan terus mengalami perkembangan positif hingga saat ini.
Kemitraan Strategis
Hubungan Indonesia-Inggris hingga mencapai level tinggi seperti saat ini, menemui momentum kala menginjak 70 tahun hubungan bilateral. Tepatnya pada April 2012, kedua negara memperkokoh kerja sama melalui kemitraan strategis yang ditandai dengan Joint Statement on Closer Cooperation.
Pada tahun yang sama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Inggris David Cameron menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) di kantor sekaligus kediaman Cameron, di 10 Downing Street. Kerja sama yang disepakati itu adalah di bidang pertahanan, pendidikan, dan ekonomi kreatif.
baca juga: Aroma Liga Inggris Makin Terasa di Timnas Indonesia
Dalam bidang pertahanan, Menhan Purnomo Yusgiantoro dan Menhan Phillip Hammond, MP setuju meningkatkan kerja sama melalui bantuan peningkatan kapasitas bagi TNI di Pusat Studi Perdamaian dan Keamanan dalam bentuk peralatan audio visual untuk pelatihan bahasa; dan menyediakan kursus-kursus dan seminar bagi anggota pasukan perdamaian.
Bentuk kerja sama di bidang pertahanan lainnya berupa kontrak penjualan alat-alat pertahanan kepada angkatan udara, angkatan darat, dan angkatan laut Indonesia. Peralatan itu di antaranya peluru kendali starstreak, senapan sniper, kapal perang kecil multiguna (multi roles light frigate – MLRF), dan suku cadang untuk pesawat tempur Hawk 109/209.Masih menindaklanjuti MoU yang diteken kedua menhan di London tersebut, kedua negara bersepakat menggelar pertemuan
Joint Defence Cooperation Dialogue (JDCD) Indonesia – Inggris. Keberadaan JDCD antara lain diarahkan untuk mengkaji dan mengidentifikasi ruang lingkup kerja sama, memfasilitasi kerja sama industri pertahanan, dan merancang program kerja sama pertahanan.
Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo periode pertama, kerja sama pertahanan semakin diperkuat dengan momen kunjungan Menteri Muda untuk Pengadaan Pertahanan Inggris Mr Guto Bebb MP ke Indonesia bertemu Menhan RI Ryamizard Ryacudu. Selain bertemu Menhan, Guto Bebb juga melakukan kunjungan kehormatan ke Menteri BUMN, Panglima TNI dan KSAD.
Kunjungan penegaskan perspektif Inggris tentang pentingnya hubungan dengan Indonesia, dan komitmen untuk memperkuat kerjasama bidang pertahanan yang selama ini sudah terjalin baik, dengan membangun kemitraan melalui industri pertahanan.
Selanjutnya pada 19 April 2022, Kemitraan Strategis kembali diperkokoh dengan Indonesia-UK Partnership Roadmap 2022-2024. Road map yang diteken Retno Marsudi dengan koleganya, Menlu Inggris Elizabeth Truss pada kunjungan kerjanya ke London pada 9 Aprli 2022 meliputi kerja sama strategis di sektor ekonomi, politik, pertahanan, keamanan,dan lingkungan.
Kedua negara pun membangun memiliki beberapa mekanisme kerja sama bilateral. Mekanisme dimaksud antara lain Partnership Forum ditingkat Menlu, Joint Economic and Trade Committee (JETCO) di tingkat Mendag, serta mekanisme dialog dan working group di bidang pertahanan, siber, penanggulangan terorisme, pendidikan, dan kesehatan.
baca juga: Owa Siamang Perak Asal Indonesia Baru Melahirkan di Inggris
Inggris juga meluncurkan kebijakan Indo-Pacific Tilt pada tahun 2021 yang membuka peluang penguatan intensitas kemitraan bilateral dan di kawasan. ‘’Kemitraan yang bervisi ke depan, berlandaskan prinsip-prinsip saling menghargai, saling menguntungkan, dan sejalan dengan norma dan hukum internasional serta shared value Indonesia-Inggris," ujar Menlu Retno Marsudi.
Dalam Roadmap 2022-2024 bidang pertahanan dan keamanan, kedua negara bersepakat menghadapi tantangan bersama seperti pada masalah kontra-terorisme, keamanan maritim, keamanan siber, dan kejahatan transnasional. Kerja sama dimaksud demi menjaga stabilitas keamananan kawasan, melaui dialog strategis, latirhan bersama, kerja sama teknis dan SDM, dan kolaborasi lain.
Roadmap juga menjajaki beberapa rencana kongkret seperti pertukaran pelajar akademi militer dan latihan gabungan bersama yang terorganisir dengan tujuan keamanan maritim seperti latihan HA/DR di antara TNI-AL dengan Royal Navy dan latihan jungle warfare antara TNI-AD dengan tentara Inggris.
Kedua negara juga memacu peluang kerja sama di antara industri pertahanan di antara kedua negara, termasuk ToT untuk mendukung terciptanya keamanan, pembukaan lapangan kerja serta pertumbuhan ekonomi di antara kedua negara. Dalam konteks inilah disepakati pembangunan Frigate Arrowhead 140 di Indonesia, dengan desain yang sudah disetujui oleh TNI-AL.
Selanjutnya Indonesia-Inggris sepakat mengintensifkan implementasi nyata dari Nota Kesepahaman Kerja Sama Pertahanan, termasuk melalui melalui kerangka JDCD yang diadakan secara rutin setiap tahun serta pembicaraan military to military yang diatur di bawah mekanisme JDCD. Mereka juga memperbaharui Nota Kesepahaman di antara Kemhan Indonesia dan Inggris yang berakhir Oktober 2022.
Kesepakatan tak kalah penting adalah komitmen Inggris menghormati kedaulatan dan integritas NKRI, termasuk di Papua dan Papua Barat. Inggris menegaskan tidak mendukung kegiatan ataupun pandangan individu dan entitas mana pun yang menentang hal tersebut, termasuk yang meliputi tindak kriminal lintas batas, tindakan terorisme, tanpa merugikan kerangka hukum masing-masing.
Melihat realitas perkembangan hubungan bilateral sejauh ini antara Indonesia-Inggris, maka kerja sama pertahahanan, kerjasama alutsista dan ToT, serta intensitas latihan militer bersama merupakan wujud kesadaran kedua negara mempertemukan kepentingan nasional demi mendapatkan manfaat positif secara luas.
Bila mengacu definisi kepentingan nasional ala Donald E Nuechterlain, hubungan bilateral bidang pertahanan antara Indonesia-Inggris paling tidak memenuhi tiga dari empat elemen, yakni kepentingan pertahanan dan keamanan, kepentingan ekonomi, kepentingan tata regional.
Misalnya untuk akuisisi alutsista, pemberian ToT, latihan bersama dan berbagai varian kerja sama yang telah dilakukan Indonesia-Inggris merupakan pengejawantahan kepentingan pertahanan dan keamanan. Dalam kerja sama tersebut, masing-masing pihak tentu tidak terlepas dari kepentingan perekonomian karena mampu mendorong dan mengembangkan industri pertahanan kedua negara.
Tak kalah pentingnya adalah eratnya kerja sama pertahanan kedua negara akan meningkatkan rasa saling percaya Indonesia-Inggris untuk menghormati kedaulatan -khususnya terkait Papua, dan berdampak pada terciptanya stabilitas di kawasan -termasuk dalam konteks hubungan dengan negara-negara anggota FPDA.
Apalagi, di tengah dinamika konflik Laut China Selatan (LCS), Inggris dan sekutunya sangat berkepentingan mengamankan ‘posisi’ Indonesia. Sebaliknya bagi Indonesia, kedekatan dengan Inggris dan gang Barat-nya memperkuat bargaining position Indonesia vis a vis China agar tidak terlalu jauh mengusik kedaulatan Indonesia di LCS.
Dalam konteks kerja sama pertahanan dengan Inggris, target yang perlu ditekankan adalah bagaimana pemerintah bisa memanfaatkannya untuk mendukung berkembangnya industri pertahanan demi mewujudkan kemandirian alutsista. Pembangunan fregat Merah Putih merupakan langkah brilian itu. Hanya saja, untuk penawaran teranyar yang disampaikan Inggris, banyak yang kurang signifikan mendukung tujuan tersebut.
Namun, tawaran Terrahawk Paladin bisa dipertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan artileri pertahanan udara taktis di kesatuan TNI, tetapi tetap dengan catatan menyertakan skema ToT. Apabila melihat dinamika perang modern yang banyak mengedepankan serangan udara, termasuk drone, program akuisisi rudal arhanud Starstreak juga perlu dilanjutkan dengan skema ToT, termasuk sistem radar penjejak target CONTROLMaster200 yang menyertainya. (*)
(hdr)