Kerja Sama Pertahanan Indonesia-Inggris, Diam-diam Mesra?
loading...
A
A
A
Kepentingan Nasional
Belum lekang dari ingatan sejarah, relasi yang terbangun antara Indonesia dan Inggris lekat dari sisi buram. Bagaimana tidak, negeri ini pernah terlibat langsung dalam kolonialisme di Nusantara dengan Thomas Stamford Raffles ditunjuk sebagai letnan gubernur di Jawa, menjadi musuh pasca-Proklamasi Kemerdekaan 1945, dan terlibat perseteruan dengan Indonesia di era Orde Lama.
Di era mempertahankan kemerdekaan, Inggris tercatat bersama Belanda dan sekutu terlibat dalam perang besar dengan pejuang Indonesia seperti di Surabaya, Magelang dan Bojong Kokosan. Di Surabaya yang kemudian dijadikan tonggak Hari Pahlawan, dua jenderal negara pemenang Perang Dunia II itu - Aubertin Walter Sothern Mallaby dan Robert Guy Loder Symonds- harus menjadi korban.
baca juga: Indonesia-Inggris Raya Kerja Sama Bidang Keamanan Siber
Saat pemerintahan Orde Lama, Soekarno melihat Inggris menjalankan strategi neo-kolonialisme dengan membentuk negara boneka seperti Malaysia. Bahkan, kebijakan Ganyang Malaysia memicu perang parsial di wilayah perbatasan Indonesia Malaysia, termasuk di dalamnya melibatkan tentara Inggris. Konflik berlanjut hingga pembentukan Five Power Defense Arrangement (FPDA) yang beranggotakan Inggris, Malaysia, Singapura, Australia dan Selandia Baru.
Pergantian kepemimpinan ke tangan Soeharto mengubah orientasi politik luar negeri, hingga membuat Indonesia lebih mendekat ke negara-negara Barat, termasuk Inggris. Selama era Soeharto, Indonesia bahkan memborong beberapa seri pesawat Hawk dari British Aerospace, tepatnya sejak 1977, dan mendatangkan 90 tank FV101 Scorpion dari BAE System & Land System Inggris.
Walaupun begitu, kemesraan yang terjalin tak begitu terlihat karena tertutup bayang-bayang masa lalu yang seolah memasang barikade Indonesia dan Inggris tidak bisa menjalin kedekatan hubungan, serta dampak embargo yang pernah diberlakukan Amerika Serikat dan berpengaruh pada operasional pesawat Hawk.
Bila melihat realitas belakangan dengan indikator kerja sama alutsista, dukungan ToT untuk kemandirian alutsista, hingga latihan bersama, ada lompatan level hubungan bilateral Indonesia-Inggris. Bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara yang selama ini memiliki kedekatan kerja sama pertahanan seperti Korea Selatan, Prancis, dan Turki, posisi Inggris tidak bisa dipinggirkan. Bagaimana kondisi tersebut bisa dijelaskan?
Berdasar keterangan situs Kemlu RI, hubungan bilateral dengan negara sahabat senantiasa diarahkan untuk mempromosikan nilai saling menghormati, tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain, menolak penggunaan kekerasan, mengedepankan konsensus dalam proses pengambilan keputusan. Sejak merdeka hingga saat ini, Indonesia telah menjalin kerja sama bilateral dengan 162 negara serta satu teritori khusus berbentuk non-self governing territory.
Selain berpegang pada prinsip-prinsip pokok kerja sama antar-negara, tujuan kerja sama tentu tidak terlepas dari motif saling menguntungkan. Dengan demikian kepentingan -dalam hal ini kepentingan nasional atau national interest- menjadi varibel independen yang melandasi perilaku negara-negara, tak terlepas Indonesia.
Belum lekang dari ingatan sejarah, relasi yang terbangun antara Indonesia dan Inggris lekat dari sisi buram. Bagaimana tidak, negeri ini pernah terlibat langsung dalam kolonialisme di Nusantara dengan Thomas Stamford Raffles ditunjuk sebagai letnan gubernur di Jawa, menjadi musuh pasca-Proklamasi Kemerdekaan 1945, dan terlibat perseteruan dengan Indonesia di era Orde Lama.
Di era mempertahankan kemerdekaan, Inggris tercatat bersama Belanda dan sekutu terlibat dalam perang besar dengan pejuang Indonesia seperti di Surabaya, Magelang dan Bojong Kokosan. Di Surabaya yang kemudian dijadikan tonggak Hari Pahlawan, dua jenderal negara pemenang Perang Dunia II itu - Aubertin Walter Sothern Mallaby dan Robert Guy Loder Symonds- harus menjadi korban.
baca juga: Indonesia-Inggris Raya Kerja Sama Bidang Keamanan Siber
Saat pemerintahan Orde Lama, Soekarno melihat Inggris menjalankan strategi neo-kolonialisme dengan membentuk negara boneka seperti Malaysia. Bahkan, kebijakan Ganyang Malaysia memicu perang parsial di wilayah perbatasan Indonesia Malaysia, termasuk di dalamnya melibatkan tentara Inggris. Konflik berlanjut hingga pembentukan Five Power Defense Arrangement (FPDA) yang beranggotakan Inggris, Malaysia, Singapura, Australia dan Selandia Baru.
Pergantian kepemimpinan ke tangan Soeharto mengubah orientasi politik luar negeri, hingga membuat Indonesia lebih mendekat ke negara-negara Barat, termasuk Inggris. Selama era Soeharto, Indonesia bahkan memborong beberapa seri pesawat Hawk dari British Aerospace, tepatnya sejak 1977, dan mendatangkan 90 tank FV101 Scorpion dari BAE System & Land System Inggris.
Walaupun begitu, kemesraan yang terjalin tak begitu terlihat karena tertutup bayang-bayang masa lalu yang seolah memasang barikade Indonesia dan Inggris tidak bisa menjalin kedekatan hubungan, serta dampak embargo yang pernah diberlakukan Amerika Serikat dan berpengaruh pada operasional pesawat Hawk.
Bila melihat realitas belakangan dengan indikator kerja sama alutsista, dukungan ToT untuk kemandirian alutsista, hingga latihan bersama, ada lompatan level hubungan bilateral Indonesia-Inggris. Bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara yang selama ini memiliki kedekatan kerja sama pertahanan seperti Korea Selatan, Prancis, dan Turki, posisi Inggris tidak bisa dipinggirkan. Bagaimana kondisi tersebut bisa dijelaskan?
Berdasar keterangan situs Kemlu RI, hubungan bilateral dengan negara sahabat senantiasa diarahkan untuk mempromosikan nilai saling menghormati, tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain, menolak penggunaan kekerasan, mengedepankan konsensus dalam proses pengambilan keputusan. Sejak merdeka hingga saat ini, Indonesia telah menjalin kerja sama bilateral dengan 162 negara serta satu teritori khusus berbentuk non-self governing territory.
Selain berpegang pada prinsip-prinsip pokok kerja sama antar-negara, tujuan kerja sama tentu tidak terlepas dari motif saling menguntungkan. Dengan demikian kepentingan -dalam hal ini kepentingan nasional atau national interest- menjadi varibel independen yang melandasi perilaku negara-negara, tak terlepas Indonesia.