Mengurai Problem Pendirian Rumah Ibadah
loading...
A
A
A
Menjaga Keseimbangan
Pembahasan Raperpres memakan waktu cukup lama dan melibatkan hampir semua stakeholder. Ormas keagamaan, majelis agama, pemerintah, NGO dan penghayat kepercayaan berpartisipasi aktif membahas dan mendiskusikan substansi Raperpres ini.
Pada mulanya, Raperpres hanya mengatur soal penguatan FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) di semua tingkatan. Tetapi dengan berbagai pertimbangan, substansi pendirian rumah ibadah harus diboyong juga ke dalam Raperpres. Dengan catatan, tidak melakukan perubahan yang fundamental dalam pengaturan pendirian rumah ibadah.
Aturan pendirian rumah ibadah tidak berubah mengingat masih relevan dengan kebutuhan masyarakat dan disepakati oleh majelis agama, termasuk aturan 60/90 itu. Dukungan minimal 60 orang warga sekitar dan pengguna rumah ibadah minimal 90 orang pemeluk, merupakan wujud nyata perlunya didirikan rumah ibadah.
Di tengah keinginan dan persaingan untuk mendirikan rumah ibadah, pengaturan nominal pengguna tidak dapat dihindari. Persetujuan warga sekitar—yang akan menerima dampak langsung aktivitas Jemaah—masuk akal diperhitungkan.
Formula 60/90 harus dipahami sebagai pengaturan dan bukan pembatasan agar pendirian tempat ibadah berlangsung tertib, rukun dan damai. Tanpa pengaturan seperti ini, perlombaan pendirian rumah ibadah sangat mungkin terjadi. Atas nama hak asasi manusia, setiap tokoh agama dan beserta jemaahnya yang jumlahnya mungkin tidak seberapa bisa mendirikan rumah ibadah di mana saja.
baca juga: Permudah Izin Pendirian Rumah Ibadah, Langkah Menag Dinilai Lebih Maju Dibanding SKB 2 Menteri
Tidak terbayangkan bila keinginan satu kelompok mendirikan rumah ibadah berbenturan dengan keinginan kelompok lain yang tidak menghendaki adanya rumah ibadah tersebut. Pemenuhan ketentuan ini hendaknya tidak dipandang sebagai mempersulit pendirian rumah ibadah.
Sebab, pandangan ini akan mendorong rasa tidak puas, konflik dengan sesama umat dan cenderung menyalahkan pemerintah. Sebaliknya, pemenuhan aturan 60/90 semestinya dipandang sebagai upaya menyadarkan umat beragama agar setiap pemeluk agama dimudahkan untuk meniti jalan kebaikan dan mendekat kepada Tuhan YME.
Raperpres ini tidak sesuram yang digambarkan. Di dalam regulasi ini juga ada optimisme bagi kemudahan mendirikan rumah ibadah. Peran FKUB dikembalikan pada fungsinya yang utama. Pada aturan sebelumnya, salah satu kewenangan FKUB adalah mengeluarkan rekomendasi pendirian rumah ibadah.
Pembahasan Raperpres memakan waktu cukup lama dan melibatkan hampir semua stakeholder. Ormas keagamaan, majelis agama, pemerintah, NGO dan penghayat kepercayaan berpartisipasi aktif membahas dan mendiskusikan substansi Raperpres ini.
Pada mulanya, Raperpres hanya mengatur soal penguatan FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) di semua tingkatan. Tetapi dengan berbagai pertimbangan, substansi pendirian rumah ibadah harus diboyong juga ke dalam Raperpres. Dengan catatan, tidak melakukan perubahan yang fundamental dalam pengaturan pendirian rumah ibadah.
Aturan pendirian rumah ibadah tidak berubah mengingat masih relevan dengan kebutuhan masyarakat dan disepakati oleh majelis agama, termasuk aturan 60/90 itu. Dukungan minimal 60 orang warga sekitar dan pengguna rumah ibadah minimal 90 orang pemeluk, merupakan wujud nyata perlunya didirikan rumah ibadah.
Di tengah keinginan dan persaingan untuk mendirikan rumah ibadah, pengaturan nominal pengguna tidak dapat dihindari. Persetujuan warga sekitar—yang akan menerima dampak langsung aktivitas Jemaah—masuk akal diperhitungkan.
Formula 60/90 harus dipahami sebagai pengaturan dan bukan pembatasan agar pendirian tempat ibadah berlangsung tertib, rukun dan damai. Tanpa pengaturan seperti ini, perlombaan pendirian rumah ibadah sangat mungkin terjadi. Atas nama hak asasi manusia, setiap tokoh agama dan beserta jemaahnya yang jumlahnya mungkin tidak seberapa bisa mendirikan rumah ibadah di mana saja.
baca juga: Permudah Izin Pendirian Rumah Ibadah, Langkah Menag Dinilai Lebih Maju Dibanding SKB 2 Menteri
Tidak terbayangkan bila keinginan satu kelompok mendirikan rumah ibadah berbenturan dengan keinginan kelompok lain yang tidak menghendaki adanya rumah ibadah tersebut. Pemenuhan ketentuan ini hendaknya tidak dipandang sebagai mempersulit pendirian rumah ibadah.
Sebab, pandangan ini akan mendorong rasa tidak puas, konflik dengan sesama umat dan cenderung menyalahkan pemerintah. Sebaliknya, pemenuhan aturan 60/90 semestinya dipandang sebagai upaya menyadarkan umat beragama agar setiap pemeluk agama dimudahkan untuk meniti jalan kebaikan dan mendekat kepada Tuhan YME.
Raperpres ini tidak sesuram yang digambarkan. Di dalam regulasi ini juga ada optimisme bagi kemudahan mendirikan rumah ibadah. Peran FKUB dikembalikan pada fungsinya yang utama. Pada aturan sebelumnya, salah satu kewenangan FKUB adalah mengeluarkan rekomendasi pendirian rumah ibadah.