Zulfan Lindan, Hegel, dan Ancaman Pemilu 2024
loading...
A
A
A
Kemala Atmojo
Peminat Filsafat, Hukum, dan Seni
Sejak tak aktif lagi di Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Zulvan Lindan tampak lebih semringah, banyak senyum, dan terlihat rileks. Ia menjadi bintang tamu di berbagai acara dan mengelola podcast-nya sendiri: Zulfan Lindan Unpacking Indonesia. Ia terlihat makin berani dalam mengangkat isu-isu politik mutakhir.
Harus diakui, setidaknya menurut saya, Zulfan adalah salah satu politisi yang memopulerkan kembali istilah “antitesa” dalam diskursus politik di Indonesia mutakhir. Istilah itu berasal dari Georg Wilhelm Friedrich Hegel, filosof besar asal Jerman. Gara-gara konsep “tesis-antitesis-sintesis” itu pula hubungan Zulvan dengan Nasdem “memanas”.
Singkatnya, dalam wawancara dengan beberapa media, Zulvan mengatakan bahwa dipilihnya Anies Baswedan sebagai calon presiden oleh Nasdem bisa membuat Presiden Joko Widodo merasa “tidak nyaman”. Sebab Nasdem adalah salah satu partai pendukung Joko Widodo. Kemudian Zulvan mengatakan, Anies Baswedan itu adalah antitesis buat Jokowi.
Dalam pandangan Zulvan, Jokowi adalah sosok yang berpikir sederhana tetapi langkahnya cepat dalam mengerjakan program (tesis). Sementara Anies Baswedan adalah sosok yang suka dengan konsep terlebih dahulu, lalu membuat policy, baru menjalankan program (antitesis). Jadi tesis merupakan keadaan, pernyataan atau gagasan yang diajukan sebagai awal dari suatu argumen atau perdebatan.
Sedangkan antitesis adalah konsep, ide atau posisi yang bertentangan dengan tesis. Antitesis muncul sebagai reaksi atau kontradiksi terhadap tesis yang ada. Ini adalah elemen yang menimbulkan konflik atau pertentangan dalam rangkaian pemikiran atau perubahan sosial dan sejarah. Dalam pemahaman Zulfan, antitesis itu adalah Anies Baswedan yang diusung oleh Nasdem sebagai calon presiden RI tahun 2024.
Adapun sintesis adalah resolusi dari konflik antara tesis dan antitesis. Dalam proses dialektika Hegel, sintesis menggabungkan atau menyatukan elemen-elemen yang bertentangan dalam tesis dan antitesis. Sintesis baru ini menjadi tahap berikutnya dalam perkembangan pemikiran atau perubahan sosial. Maka, sebagai sintesis, diharapkan atau diperlukan seorang pemimpin yang tidak hanya sederhana, tetapi juga pandai membuat konsep, membuat policy, dan cepat mengambil langkah di lapangan. Siapakah mereka? Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, atau Anies Baswedan?
Itu semua terserah rakyat Indonesia. Yang jelas, konsep pemikiran Hegel tentang tesis, antitesis, dan sintesis merupakan bagian penting dari filosofinya yang dikenal sebagai Dialektika Hegel. Jadi, Dialektika Hegel adalah sebuah pendekatan filosofis yang menggambarkan perkembangan pemikiran melalui konflik dan penyelesaiannya.
Hegel berpendapat bahwa perkembangan pemikiran dan realitas tidak berlangsung secara statis atau linier, tetapi melalui perjuangan antara konsep atau ide yang berlawanan. Proses ini melibatkan tesis, yang kemudian bertentangan dengan antitesisnya, dan kemudian melalui konflik antara keduanya, mencapai sintesis yang lebih tinggi.
Konflik antara tesis dan antitesis tidak dapat diselesaikan dengan memilih salah satu. Namun, melalui proses dialektika, tesis dan antitesis berinteraksi satu sama lain, dan akhirnya menghasilkan sintesis yang menggabungkan elemen-elemen keduanya.
Peminat Filsafat, Hukum, dan Seni
Sejak tak aktif lagi di Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Zulvan Lindan tampak lebih semringah, banyak senyum, dan terlihat rileks. Ia menjadi bintang tamu di berbagai acara dan mengelola podcast-nya sendiri: Zulfan Lindan Unpacking Indonesia. Ia terlihat makin berani dalam mengangkat isu-isu politik mutakhir.
Harus diakui, setidaknya menurut saya, Zulfan adalah salah satu politisi yang memopulerkan kembali istilah “antitesa” dalam diskursus politik di Indonesia mutakhir. Istilah itu berasal dari Georg Wilhelm Friedrich Hegel, filosof besar asal Jerman. Gara-gara konsep “tesis-antitesis-sintesis” itu pula hubungan Zulvan dengan Nasdem “memanas”.
Singkatnya, dalam wawancara dengan beberapa media, Zulvan mengatakan bahwa dipilihnya Anies Baswedan sebagai calon presiden oleh Nasdem bisa membuat Presiden Joko Widodo merasa “tidak nyaman”. Sebab Nasdem adalah salah satu partai pendukung Joko Widodo. Kemudian Zulvan mengatakan, Anies Baswedan itu adalah antitesis buat Jokowi.
Dalam pandangan Zulvan, Jokowi adalah sosok yang berpikir sederhana tetapi langkahnya cepat dalam mengerjakan program (tesis). Sementara Anies Baswedan adalah sosok yang suka dengan konsep terlebih dahulu, lalu membuat policy, baru menjalankan program (antitesis). Jadi tesis merupakan keadaan, pernyataan atau gagasan yang diajukan sebagai awal dari suatu argumen atau perdebatan.
Sedangkan antitesis adalah konsep, ide atau posisi yang bertentangan dengan tesis. Antitesis muncul sebagai reaksi atau kontradiksi terhadap tesis yang ada. Ini adalah elemen yang menimbulkan konflik atau pertentangan dalam rangkaian pemikiran atau perubahan sosial dan sejarah. Dalam pemahaman Zulfan, antitesis itu adalah Anies Baswedan yang diusung oleh Nasdem sebagai calon presiden RI tahun 2024.
Adapun sintesis adalah resolusi dari konflik antara tesis dan antitesis. Dalam proses dialektika Hegel, sintesis menggabungkan atau menyatukan elemen-elemen yang bertentangan dalam tesis dan antitesis. Sintesis baru ini menjadi tahap berikutnya dalam perkembangan pemikiran atau perubahan sosial. Maka, sebagai sintesis, diharapkan atau diperlukan seorang pemimpin yang tidak hanya sederhana, tetapi juga pandai membuat konsep, membuat policy, dan cepat mengambil langkah di lapangan. Siapakah mereka? Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, atau Anies Baswedan?
Itu semua terserah rakyat Indonesia. Yang jelas, konsep pemikiran Hegel tentang tesis, antitesis, dan sintesis merupakan bagian penting dari filosofinya yang dikenal sebagai Dialektika Hegel. Jadi, Dialektika Hegel adalah sebuah pendekatan filosofis yang menggambarkan perkembangan pemikiran melalui konflik dan penyelesaiannya.
Hegel berpendapat bahwa perkembangan pemikiran dan realitas tidak berlangsung secara statis atau linier, tetapi melalui perjuangan antara konsep atau ide yang berlawanan. Proses ini melibatkan tesis, yang kemudian bertentangan dengan antitesisnya, dan kemudian melalui konflik antara keduanya, mencapai sintesis yang lebih tinggi.
Konflik antara tesis dan antitesis tidak dapat diselesaikan dengan memilih salah satu. Namun, melalui proses dialektika, tesis dan antitesis berinteraksi satu sama lain, dan akhirnya menghasilkan sintesis yang menggabungkan elemen-elemen keduanya.