Problematika Stunting, Kerja Bersama

Selasa, 27 Juni 2023 - 11:10 WIB
loading...
A A A
Hasil kajian Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) menunjukkan bahwa faktor dominan yang memiliki potensi besar menyebabkan balita stunting adalah (1) pendapatan keluarga, (2) kualitas gizi makanan, (3) pendidikan ibu, (3) lahir cukup bulan. Pendapatan keluarga yang rendah yang rendah berpeluang 34 kali lebih besar menyebabkan terjadinya stunting.

Selanjutnya, kualitas gizi makanan yang buruk berpeluang 21 kali lebih besar menyebabkan balita stunting. Di sisi lain, ibu yang memiliki pendidikan rendah memiliki peluang 3 kali lebih besar menyebabkan balita stunting daripada pendidikan ibu yang tinggi.

Solusi Stunting Bukan Anggaran Semata


Di Indonesia, program pencegahan stunting merupakan salah satu program pemerintah yang mendapat perhatian serius dan menjadi prioritas nasional. Oleh karenanya, tak heran bila sejatinya pemerintah Indonesia telah banyak mengeluarkan paket kebijakan dan regulasi terkait intervensi stunting.

Di samping itu, kementerian/lembaga (K/L) juga sebenarnya telah memiliki program, baik terkait intervensi gizi spesifik maupun intervensi gizi sensitif, yang potensial untuk menurunkan stunting. Seiring dengan berbagai program yang telah disiapkan, dukungan pendanaan penurunan stunting pun telah diberikan dengan jumlah yang tak sedikit melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).

Pada tahun 2022 pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp44,8 triliun untuk mendukung Program Percepatan Pencegahan Stunting. Anggaran tersebut terdiri dari belanja yang tersebar di 17 Kementerian dan Lembaga sebesar Rp34,1 triliun dan Pemerintah Daerah melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik sebesar Rp8,9 triliun serta DAK Nonfisik sebesar Rp1,8 triliun.

Akan tetapi, meski anggaran merupakan bagian penting yang diperlukan untuk menjalankan setiap kegiatan di organisasi sektor publik, namun bukan faktor utama yang bisa menyelesaikan permasalahan publik, termasuk dalam permasalahan penanganan stunting.

Hasil penelitian Bappenas (2022) menyebutkan bahwa korelasi antara jumlah anggaran untuk penanganan stunting melalui DAK Fisik (Kesehatan, Air Minum, dan Sanitasi) dan DAK Non Fisik terhadap penurunan stunting di kabupaten/kota di Indonesia masih korelasi yang lemah dalam beberapa periode.

Artinya, sebetulnya penyelesaian stunting bukan hanya anggaran semata namun juga berkaitan dengan pengentasan kemiskinan, edukasi terhadap orang tua dan fasilitas lingkungan. Kini, langkah terpenting bagi pemerintah untuk menekan stunting adalah dengan meningkatkan taraf hidup masyarakat agar kualitas kesehatan masyarakat meningkat.

Pemerintah perlu terlebih dahulu menurunkan angka kemiskinan dan menaikkan IPM untuk dapat mendorong penurunan angka prevalensi stunting. Oleh sebab itu, pemerintah perlu memperkuat implementasi pembangunan yang inklusif sehingga dampak pertumbuhan ekonomi dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat dengan disertai meningkatnya IPM serta menurunnya tingkat kemiskinan dan prevalensi stunting secara merata.

Selain itu, kerja sama lintas sektor yang melibatkan berbagai pihak yakni pemerintah (pusat dan daerah), lembaga sosial kemasyarakatan dan keagamaan, akademisi, dan media untuk menghilangkan ego sektoral yang selama ini melekat di perangkat daerah. Hal ini karena penyelesaian permasalahan pembangunan daerah tidak dapat diselesaikan oleh satu perangkat daerah saja, namun harus berkolaborasi dengan perangkat daerah lainnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Penerapan pendekatan lintas sektor dilaksanakan dengan strategi bertahap mulai dari menyamakan persepsi mengenai stunting, membangun komitmen dan kerjasama antar berbagai pihak. Selanjutnya memperluas pelaksanaan program pembangunan perangkat daerah yang dirancang berdasarkan penyebab stunting dan lokus sasarannya yang terintegrasi dalam sistem perencanaan dan penganggaran.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2283 seconds (0.1#10.140)