Melipatgandakan Konsolidasi Kebangsaan di Tahun Politik

Jum'at, 10 Maret 2023 - 07:04 WIB
loading...
A A A
Dengan karakteristik media sosial dan kondisi era pascakebenaran tersebut, politik identitas dengan kebencian dapat tumbuh sumbur, yang pada gilirannya akan mempertajam pembelahan politik masyarakat.

Kita tidak menginginkan politik Indonesia dibangun di atas fondasi politik balas dendam. Karenanya, keterbelahan masyarakat yang dipicu oleh politik identitas dengan kebencian tersebut tidak boleh dibiarkan.

Selain berimplikasi pada retaknya kebinekaan Indonesia, menurut Thomas Carothers dan Andrew O’Donuhue (2019), polarisasi politik memiliki daya rusak yang lain, yakni "melemahkan penghormatan terhadap norma-norma demokrasi, merusak proses dasar legislatif, memperburuk intoleransi dan diskriminasi, mengurangi kepercayaan masyarakat dan meningkatkan kepercayaan di berbagai lapisan masyarakat."

Dari Polarisasi ke Konsolidasi
Kasus-kasus polarisasi politik yang terjadi di belahan dunia lain, seperti kasus kerusuhan di Capiton Hill, Amerika Serikat pada 6 Januari 2021 yang disebabkan oleh para pendukung Donald Trump dalam Pemilu AS 2020 dan kericuhan di Brasil akibat para pendukung mantan Presiden Brasil Jair Bolsonaro menyerbu gedung Kongres, Istana Kepresidenan, dan Mahkamah Agung di ibu kota Brasilia pada 8 Januari 2023, seharusnya menjadi pelajaran bagi Indonesia.

Tidak menutup kemungkinan kejadian serupa terjadi di Indonesia, karena presedennya telah ada, yakni kerusuhan pada aksi demonstrasi menolak hasil Pilpres 2019 pada 21-22 Mei 2019 yang menyebabkan delapan orang meninggal dunia dan ratusan orang mengalami luka-luka.

Agar kejadian serupa tidak terjadi di Indonesia, mitigasi harus dilakukan sesegera mungkin dengan melipatgandakan konsolidasi kebangsaan, yakni membumikan pemikiran dan memasifkan gerakan kebangsaan untuk semakin mempererat ikatan persaudaraan antarsemua anak bangsa. Melipatgandakan konsolidasi kebangsaan tersebut mengharuskan pelaksanaan tiga agenda strategis kebangsaan.

Pertama, konsolidasi kebangsaan di tingkat elite, terutama elite partai politik yang memang terlibat langsung dalam agenda-agenda politik elektoral. Dalam struktur politik Indonesia, elite memiliki posisi dan peran penting sebagai simpul kelompok masyarakat, yang karena kapasitas, kemampuan dan status sosialnya dapat mengarahkan dan bahkan menentukan pilihan-pilihan politik masyarakat.

Oleh karena itu, konsistensi elite dalam mewacanakan politik kebangsaan dengan menghindari strategi politik identitas dengan kebencian akan berkontribusi signifikan terhadap keharmonisan dan keteduhan iklim demokrasi menjelang Pemilu 2024.

Kedua, konsolidasi kebangsaan dengan melibatkan pemuda sebagai upaya memangkas generasi politik identitas dengan kebencian. Apalagi, pada Pemilu 2024, pemuda merupakan kelompok strategis yang jumlahnya diprediksi mencapai 54% dari total penduduk Indonesia yang memiliki hak pilih (CSIS, 2002).

Bagi elite politik, jumlah pemilih muda yang besar tersebut merupakan ceruk suara sehingga isu-isu yang diminati oleh pemuda akan diwacanakan juga oleh elite politik, karena –mengutip Rizal Mallarangeng— politicians go where the voters are. Karena itu, melibatkan pemuda dalam rangka memangkas generasi politik identitas dengan kebencian berarti juga menutup kemungkinan penggunaan politik identitas oleh elite politik.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0910 seconds (0.1#10.140)