LP3ES: Big Data Tidak Bisa Jadi Acuan untuk Penundaan Pemilu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial ( LP3ES ) menilai demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran dalam tiga tahun terakhir. Semua pihak diharapkan mengawal proses Pemilu 2024 agar tidak terjadi penundaan pemilu.
Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif LP3ES, Fahmi Wibawa dalam diskusi publik Dinamika Politik Menuju 2024: Apa Kata Big Data' secara daring, Minggu (5/2/2023).
"Demokrasi kita mengalami kemunduran tiga tahun terakhir, sehingga harus ada langkah kongkret pengereman total. Cara mengerem itu dengan mengenali aktor-aktor di belakang itu," kata Fahmi.
Baca juga: Wakil Ketua MPR Klaim Seluruh Parpol DPR Tak Pernah Bicarakan Penundaan Pemilu 2024
Menurutnya, semua pihak harus mengawal proses pemilu yang demokratis, jujur dan adil. "Bagaimana big data mengungkap para pembajak demokrasi. Konstituen dan analisis data. Perbincangan di media sosial yang membuka pandora ada kalangan yang ingin meneruskan proses pemunduran demokrasi," katanya.
Fahmi meminta masyarakat jeli dan perlu mengenali siapa saja yang akan melakukan proses pembelotan terkait isu big data untuk penundaan Pemilu 2024.
"Proses perilaku baik yang sudah terjadi maupun yang belum terjadi. Ada pemetaan, dan masyarakat sipil harus peduli. Akan ada banyak informasi bersilewaran, sehingga informasi dapat dimanfaatkan para pembajak demokrasi untuk mempertahankan status quo oligarki," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES, Wijayanto menjelaskan, dalam struktur kekuasaan yang oligarkis, pihaknya khawatir Pemilu 2024 hanya akan menjadi ajang sirkulasi kekuasaan di antara elite oligarki yang memunggungi demokrasi di satu sisi.
Baca juga: Plt Ketum PPP Blak-blakan Bicara Peluang Penundaan Pemilu 2024: Fifty-fifty
"Sehingga hal ini mengabaikan warga negara dalam kebijakan-kebijakan mereka di sisi yang lain. Dengan demikian, pemilu hanya menjadi ritual yang tidak bermakna bagi upaya konsolidasi demokrasi di Indonesia," ujar Wijayanto.
Ia mengungkapkan ada masyarakat miskin yang lemah atau terfragmentasi akibat pengaruh dari strategi oligarki tersebut. "Kita harus memonitor percakapan publik. Informasi yang benar itu merupakan oksigen bagi demokrasi. Karena melalui informasi yang benar itu pejabat negara akan mengambil keputusan publik," ujarnya.
Wijayanto mengatakan, LP3ES sudah memantau ada wacana penundaan Pemilu sebagai kemunduran demokrasi. Sejumlah percakapan yang muncul jelang Pemilu 2024 yang menjadi sorotan masyarakat akhir-akhir ini adalah:
1. Isu politik yang dibahas adalah perpanjangan masa jabatan kades, tunda pemilu, dinasti politik, kredibilitas KPU, dan kemunduran demokrasi
2. Perpanjangan masa jabatan kades menjadi isu yang paling banyak diperbincangkan, dan kemunduran demokrasi menjadi yang terendah
3. Isu politik didominasi oleh sentimen negatif dengan rata-rata 95,7%
4. Perbincangan didominasi oleh kritik dan penolakan terhadap isu-isu politik yang sedang viral
5. Presiden Jokowi selalu jadi pihak yang paling sering dikaitkan dengan setiap isu politik
Ketua Dewan Pengurus LP3ES, Abdul Hamid menjelaskan, big data adaolah data verbal berdasarkan persepsi ungkapan seseorang di media sosial yang melahirkan opini.
"Tetapi data verbal tersebut hanya berdasarkan kepercayaan. Kalau ilmu itu berdasarkan penalaran. Meskipun ada data verbal, tapi big data itu berdasarkan apa yang terjadi di masyarakat. Survei dan sejenisnya itu bukan mewakili publik melainkan mayoritas," kata Abdul Hamid.
Ia menekankan, negara seharusnya melakukan kepentingan publik dan tidak menggiring opini publik dengan menggunakan big data agar dapat melakukan penundaan Pemilu 2024.
Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif LP3ES, Fahmi Wibawa dalam diskusi publik Dinamika Politik Menuju 2024: Apa Kata Big Data' secara daring, Minggu (5/2/2023).
"Demokrasi kita mengalami kemunduran tiga tahun terakhir, sehingga harus ada langkah kongkret pengereman total. Cara mengerem itu dengan mengenali aktor-aktor di belakang itu," kata Fahmi.
Baca juga: Wakil Ketua MPR Klaim Seluruh Parpol DPR Tak Pernah Bicarakan Penundaan Pemilu 2024
Menurutnya, semua pihak harus mengawal proses pemilu yang demokratis, jujur dan adil. "Bagaimana big data mengungkap para pembajak demokrasi. Konstituen dan analisis data. Perbincangan di media sosial yang membuka pandora ada kalangan yang ingin meneruskan proses pemunduran demokrasi," katanya.
Fahmi meminta masyarakat jeli dan perlu mengenali siapa saja yang akan melakukan proses pembelotan terkait isu big data untuk penundaan Pemilu 2024.
"Proses perilaku baik yang sudah terjadi maupun yang belum terjadi. Ada pemetaan, dan masyarakat sipil harus peduli. Akan ada banyak informasi bersilewaran, sehingga informasi dapat dimanfaatkan para pembajak demokrasi untuk mempertahankan status quo oligarki," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES, Wijayanto menjelaskan, dalam struktur kekuasaan yang oligarkis, pihaknya khawatir Pemilu 2024 hanya akan menjadi ajang sirkulasi kekuasaan di antara elite oligarki yang memunggungi demokrasi di satu sisi.
Baca juga: Plt Ketum PPP Blak-blakan Bicara Peluang Penundaan Pemilu 2024: Fifty-fifty
"Sehingga hal ini mengabaikan warga negara dalam kebijakan-kebijakan mereka di sisi yang lain. Dengan demikian, pemilu hanya menjadi ritual yang tidak bermakna bagi upaya konsolidasi demokrasi di Indonesia," ujar Wijayanto.
Ia mengungkapkan ada masyarakat miskin yang lemah atau terfragmentasi akibat pengaruh dari strategi oligarki tersebut. "Kita harus memonitor percakapan publik. Informasi yang benar itu merupakan oksigen bagi demokrasi. Karena melalui informasi yang benar itu pejabat negara akan mengambil keputusan publik," ujarnya.
Wijayanto mengatakan, LP3ES sudah memantau ada wacana penundaan Pemilu sebagai kemunduran demokrasi. Sejumlah percakapan yang muncul jelang Pemilu 2024 yang menjadi sorotan masyarakat akhir-akhir ini adalah:
1. Isu politik yang dibahas adalah perpanjangan masa jabatan kades, tunda pemilu, dinasti politik, kredibilitas KPU, dan kemunduran demokrasi
2. Perpanjangan masa jabatan kades menjadi isu yang paling banyak diperbincangkan, dan kemunduran demokrasi menjadi yang terendah
3. Isu politik didominasi oleh sentimen negatif dengan rata-rata 95,7%
4. Perbincangan didominasi oleh kritik dan penolakan terhadap isu-isu politik yang sedang viral
5. Presiden Jokowi selalu jadi pihak yang paling sering dikaitkan dengan setiap isu politik
Ketua Dewan Pengurus LP3ES, Abdul Hamid menjelaskan, big data adaolah data verbal berdasarkan persepsi ungkapan seseorang di media sosial yang melahirkan opini.
"Tetapi data verbal tersebut hanya berdasarkan kepercayaan. Kalau ilmu itu berdasarkan penalaran. Meskipun ada data verbal, tapi big data itu berdasarkan apa yang terjadi di masyarakat. Survei dan sejenisnya itu bukan mewakili publik melainkan mayoritas," kata Abdul Hamid.
Ia menekankan, negara seharusnya melakukan kepentingan publik dan tidak menggiring opini publik dengan menggunakan big data agar dapat melakukan penundaan Pemilu 2024.
(abd)