Tantangan Keamanan di Balik Digitalisasi
loading...
A
A
A
Menurute-Conomy SEA Report 2021, selama pandemi Indonesia diperkirakan memiliki 21 juta konsumen digital baru yang 72% di antaranya berasal dari daerah nonmetro serta suburban. Bahkan, menurut Kemenkominfo (2021) jumlah pengguna internet di Indonesia 202,3 juta orang atau setara dengan 76,8% dari total populasi, yang menunjukkan intensitas dalam akses layanan digital.
Saat iniperkembangan digitalisasi telah berhasil mendorongentrepreneurshipuntuk membuka wirausaha dengan mudahdanstabildengan berbagai keuntungan dan kemudahan yangdidapatkan. Data Kementerian Koperasi dan UMKM mencatat bahwa sampai Agustus 2021 sebanyak 15,3 jutausaha mikro kecil dan menengah(UMKM)atau 23,9% dari total UMKM di Indonesia telah masukke dalamekosistem digital.
Laporan keuangan Bank Indonesia pada 2021 mencatatperkembangan transaksi digitaldi Indonesiatumbuh melesat, yakni 1,556%dengan total transaksi uang elektronik mencapai Rp786,35 triliun pada 2021.Sementara OJKmemperkirakan ekonomi digital akan tumbuh hingga USD130 miliar pada 2025, karena kuatnya adopsi layanan keuangan digital.
Perkembangan digitalisasi di banyak aktivitas ekonomi dan bisnis, sayangnya belum diikuti oleh edukasi yang baik sehingga keamanan masih merupakan tantangan yang kuat. Kemenkominfo menyampaikan bahwa tingkat keamanan digital Indonesia berada di level yang paling tidak memuaskan atau rendah dibandingkan dengan pilar literasi digital lainnya yakni kecakapan, etika, dan budaya digital.
Indeks literasi digital Indonesia berada pada tingkatan 3,49 (nilai maksimal 5). Hasil tersebut diambil dari jumlah rata-rata tingkat literasi digital di semua provinsi. Pada pengukuran Indeks Literasi Digital 2021 ini nilai pilar kecakapan digital berada di angkat 3,44, sedangkan nilai etika di dunia digital Indonesia berada di kisaran nilai indeks 3,53.
Adapun pilar budaya digital memperoleh nilai indeks paling tinggi, yaitu 3,90, sedangkan indeks keamanan digital Indonesia menjadi pilar paling lemah dengan nilai 3,10.
Rendahnya pilar keamanan digital di Indonesia selaras dengan data Kemenkominfo yang mencatat selama 2021 terdapat 193 insiden serangan digital. Jumlah ini naik 38% jika dibandingkan tahun sebelumnya, 147 insiden. Puncak serangan terjadi pada September 2021 (34 insiden), lebih tinggi dibandingkan rata-rata serangan tiap bulan, sekitar 16 insiden.
Keamanan digital yang rendah di Indonesiatak lain dipicu sumber daya manusia (SDM) dengan literasi digital di Indonesia yang masih rendah, infrastruktur teknologi yang masih belum merata dan dukungan kerangka regulasi yang belum matang.
Studi terbaru Check Point Software Technologies juga menyebutkan, serangan siber pada industri perbankan merupakan sektor kedua terbanyak yang menerima ancaman serangan siber. Rata-rata lembaga keuangan di Indonesia mengalami penyerangan digital 2.730 kali per minggu, di mana angka ini lebih banyak 252% dibandingkan dengan rata-rata global.
Urgensi Keamanan Digital
Kepercayaan adalah basis penting dalam bisnis keuangan. Pelanggan harus memiliki keyakinan terhadap keamanan, privasi, dan perlindungan data, serta memahami pentingnya personal datahygiene.
Saat iniperkembangan digitalisasi telah berhasil mendorongentrepreneurshipuntuk membuka wirausaha dengan mudahdanstabildengan berbagai keuntungan dan kemudahan yangdidapatkan. Data Kementerian Koperasi dan UMKM mencatat bahwa sampai Agustus 2021 sebanyak 15,3 jutausaha mikro kecil dan menengah(UMKM)atau 23,9% dari total UMKM di Indonesia telah masukke dalamekosistem digital.
Laporan keuangan Bank Indonesia pada 2021 mencatatperkembangan transaksi digitaldi Indonesiatumbuh melesat, yakni 1,556%dengan total transaksi uang elektronik mencapai Rp786,35 triliun pada 2021.Sementara OJKmemperkirakan ekonomi digital akan tumbuh hingga USD130 miliar pada 2025, karena kuatnya adopsi layanan keuangan digital.
Perkembangan digitalisasi di banyak aktivitas ekonomi dan bisnis, sayangnya belum diikuti oleh edukasi yang baik sehingga keamanan masih merupakan tantangan yang kuat. Kemenkominfo menyampaikan bahwa tingkat keamanan digital Indonesia berada di level yang paling tidak memuaskan atau rendah dibandingkan dengan pilar literasi digital lainnya yakni kecakapan, etika, dan budaya digital.
Indeks literasi digital Indonesia berada pada tingkatan 3,49 (nilai maksimal 5). Hasil tersebut diambil dari jumlah rata-rata tingkat literasi digital di semua provinsi. Pada pengukuran Indeks Literasi Digital 2021 ini nilai pilar kecakapan digital berada di angkat 3,44, sedangkan nilai etika di dunia digital Indonesia berada di kisaran nilai indeks 3,53.
Adapun pilar budaya digital memperoleh nilai indeks paling tinggi, yaitu 3,90, sedangkan indeks keamanan digital Indonesia menjadi pilar paling lemah dengan nilai 3,10.
Rendahnya pilar keamanan digital di Indonesia selaras dengan data Kemenkominfo yang mencatat selama 2021 terdapat 193 insiden serangan digital. Jumlah ini naik 38% jika dibandingkan tahun sebelumnya, 147 insiden. Puncak serangan terjadi pada September 2021 (34 insiden), lebih tinggi dibandingkan rata-rata serangan tiap bulan, sekitar 16 insiden.
Keamanan digital yang rendah di Indonesiatak lain dipicu sumber daya manusia (SDM) dengan literasi digital di Indonesia yang masih rendah, infrastruktur teknologi yang masih belum merata dan dukungan kerangka regulasi yang belum matang.
Studi terbaru Check Point Software Technologies juga menyebutkan, serangan siber pada industri perbankan merupakan sektor kedua terbanyak yang menerima ancaman serangan siber. Rata-rata lembaga keuangan di Indonesia mengalami penyerangan digital 2.730 kali per minggu, di mana angka ini lebih banyak 252% dibandingkan dengan rata-rata global.
Urgensi Keamanan Digital
Kepercayaan adalah basis penting dalam bisnis keuangan. Pelanggan harus memiliki keyakinan terhadap keamanan, privasi, dan perlindungan data, serta memahami pentingnya personal datahygiene.