Kelonggaran Kredit bagi Peternak Terdampak PMK
Sabtu, 10 September 2022 - 13:44 WIB
Perpanjangan masa pelonggaran kredit sampai 31 Maret 2023 menunjukkan bahwa kondisi perekonomian dalam negeri belum sepenuhnya kembali seperti semula. Hal ini juga dibuktikan dengan jumlah kredit yang bermasalah, berdasarkan data statistik perbankan Indonesia, OJK, di tahun 2022, sampai bulan April, Non Performing Loan (NPL) bank umum rata-rata 3,0%.
Jumlah tersebut hampir sama dengan tahun merebaknya covid-19 yaitu tahun 2021 sebesar 3% dan pada 2020 sebesar 3,1%. Angka tersebut masih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat NPL pada 3 (tiga) tahun sebelum covid yang berada pada kisaran 2,5%.
Pertumbuhan perekonomian yang belum pulih sepenuhnya juga menyebabkan pelaku usaha lain seperti hotel, dan restoran masih belum menyerap banyak produk peternakan seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal ini karena jumlah kunjungan juga belum cukup membaik. Kondisi permintaan yang belum normal serta adanya PMK inilah yang menjadikan kerugian ekonomi peternak semakin besar.
Secara umum memang telah terdapat ketentuan mengenai restrukturisasi kredit, yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 40 /POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Restrukturisasi diartikan sebagai upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.
Dalam praktek POJK 40 dilaksanakan dengan sangat bervariasi tergantung kebijakan masing-masing bank, sehingga pada akhirnya menjadikan tidak semua debitur atau semua jenis usaha dapat memperoleh fasilitas restrukturisasi kredit. Kondisi ini juga dialami peternak.
Salah satu persyaratan restrukturisasi kredit peternak adalah debitur masih memiliki prospek usaha yang baik dan dinilai mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi. Persyaratan ini tentu tidak dapat diberlakukan dalam kondisi khusus seperti pandemi dan PMK.
Hal ini karena kembalinya prospek usaha seperti sebelum wabah tentu dapat berlangsung lama. Pada saat ini dengan PMK masih berlangsung ada melihat jumlah potensi kerugian, maka yang diperlukan adalah perlindungan dan penyelamatan.
Selain itu pada kredit bagi peternak, terdapat fasilitas pemerintah dalam bentuk bantuan selisih bunga. Maka dari itu diperlukan payung hukum khusus pemberian restrukturisasi kredit bagi peternak dengan menggunakan payung hukum yang lebih memadai karena yang diperlukan adalah ketentuan yang mencakup peranan pemerintah.
Dengan memperhatikan dampak PMK serta rencana perpanjangan kebijakan stimulus Covid-19 melalui POJK 11/POJK.03/2020, sudah seharusnya pemerintah juga menerbitkan POJK khusus mengenai restrukturisasi kredit atas dampak PMK.
Apalagi, di tengah kenaikan suku bunga acuan yang berpotensi menaikan bunga kredit, serta kenaikan BBM, maka perlu ada ketentuan yang secara khusus memberikan skema restrukturisasi kredit bagi peternak, sehingga dapat mengurangi beban berat ekonomi yang dipikul, dan menjaga tingkat perekonomian peternak.
Jumlah tersebut hampir sama dengan tahun merebaknya covid-19 yaitu tahun 2021 sebesar 3% dan pada 2020 sebesar 3,1%. Angka tersebut masih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat NPL pada 3 (tiga) tahun sebelum covid yang berada pada kisaran 2,5%.
Pertumbuhan perekonomian yang belum pulih sepenuhnya juga menyebabkan pelaku usaha lain seperti hotel, dan restoran masih belum menyerap banyak produk peternakan seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal ini karena jumlah kunjungan juga belum cukup membaik. Kondisi permintaan yang belum normal serta adanya PMK inilah yang menjadikan kerugian ekonomi peternak semakin besar.
Secara umum memang telah terdapat ketentuan mengenai restrukturisasi kredit, yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 40 /POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Restrukturisasi diartikan sebagai upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.
Dalam praktek POJK 40 dilaksanakan dengan sangat bervariasi tergantung kebijakan masing-masing bank, sehingga pada akhirnya menjadikan tidak semua debitur atau semua jenis usaha dapat memperoleh fasilitas restrukturisasi kredit. Kondisi ini juga dialami peternak.
Salah satu persyaratan restrukturisasi kredit peternak adalah debitur masih memiliki prospek usaha yang baik dan dinilai mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi. Persyaratan ini tentu tidak dapat diberlakukan dalam kondisi khusus seperti pandemi dan PMK.
Hal ini karena kembalinya prospek usaha seperti sebelum wabah tentu dapat berlangsung lama. Pada saat ini dengan PMK masih berlangsung ada melihat jumlah potensi kerugian, maka yang diperlukan adalah perlindungan dan penyelamatan.
Selain itu pada kredit bagi peternak, terdapat fasilitas pemerintah dalam bentuk bantuan selisih bunga. Maka dari itu diperlukan payung hukum khusus pemberian restrukturisasi kredit bagi peternak dengan menggunakan payung hukum yang lebih memadai karena yang diperlukan adalah ketentuan yang mencakup peranan pemerintah.
Dengan memperhatikan dampak PMK serta rencana perpanjangan kebijakan stimulus Covid-19 melalui POJK 11/POJK.03/2020, sudah seharusnya pemerintah juga menerbitkan POJK khusus mengenai restrukturisasi kredit atas dampak PMK.
Apalagi, di tengah kenaikan suku bunga acuan yang berpotensi menaikan bunga kredit, serta kenaikan BBM, maka perlu ada ketentuan yang secara khusus memberikan skema restrukturisasi kredit bagi peternak, sehingga dapat mengurangi beban berat ekonomi yang dipikul, dan menjaga tingkat perekonomian peternak.
Lihat Juga :
tulis komentar anda