Kelonggaran Kredit bagi Peternak Terdampak PMK
Sabtu, 10 September 2022 - 13:44 WIB
Kebijakan restrukturisasi kredit sebagai dampak pandemi selama ini telah diatur melalui peraturan OJK. Kebijakan tersebut, dinilai membawa efek positif meredam dampak risiko kredit.
Dengan restrukturisasi kreditur dapat memperoleh fasilitas pembayaran kewajiban dengan skema tertentu sesuai kemampuan dan kebutuhannya. Merujuk hal tersebut, seharusnya kebijakan relaksasi kredit, secara khusus dapat diberikan kepada peternak terdampak PMK.
PMK telah kembali mengguncang Indonesia, setelah dinyatakan bebas pada 1990. Penyakit tersebut termasuk penyakit dengan penularan sangat cepat sehingga menyebabkan kenaikan kasus hewan yang terinfeksi secara signifikan. Penyakit yang pada awal mulanya diketahui terjadi di Jawa Timur, ditetapkan sebagai wabah pada 9 Mei 2022, telah menyebar secara signifikan.
Hingga 6 September 2022 berdasarkan data resmi pada website Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), PMK dinyatakan telah tersebar di 24 provinsi, atau di 295 Kota/Kabupaten dengan total hewan terdampak sebanyak 517.991 ekor. Selain itu, terdapat dua provinsi yang menjadi suspek.
Meskipun tingkat kematian hewan akibat PMK masih di bawah 5%, namun dampak sistemik jangka panjang perlu menjadi perhatian. Dampak kerugian yang ditimbulkan akibat PMK tidak hanya pada kematian hewan, tetapi hewan terinfeksi juga mengalami penurunan produktivitas, seperti susu dan jumlah kelahiran.
Pada 14 Juli 2022lalu, Ombudsman menyatakan berdasarkan data Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) per 13 Juli 2022, sapi perah yang terinfeksi PMK di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, masing-masing mengalami penurunan produksi susu mencapai 30%, 40% dan 30%. Penurunan produksi susu tentu dapat merembet menyebabkan masalah lain, misalkan jumlah impor susu atau ketersediaan susu segar bagi industri.
Kondisi penurunan produktivitas yang dialami peternak tentu memprihatinkan, karena mereka tengah berupaya bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2020, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi hingga minus sebesar 2,07%. Sedangkan pada 2021 ekonomi mulai tumbuh sebesar 3,69%. Namun, angka tersebut tetap tergolong rendah bila dibandingkan rata-rata pada tahun sebelum merebaknya Covid-19 yang berada pada kisaran angka 5%.
Saat itu beban berat penurunan ekonomi akibat pandemi rame-rame disikapi pemerintah dan seluruh instansi terkait, salah satunya adalah keputusan pemerintah membebaskan pembayaran bunga dan penundaan pokok angsuran kredit usaha rakyat (KUR) untuk usaha yang terkena dampak Covid-19 dengan jangka waktu paling lama enam bulan.
Selanjutnya, terbit ketentuan relaksasi kredit bagi debitur perbankan maksimal setahun melalui Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 yang kemudian diubah sampai dua kali, dan akan berakhir pada 31 Maret 2023.
Dengan restrukturisasi kreditur dapat memperoleh fasilitas pembayaran kewajiban dengan skema tertentu sesuai kemampuan dan kebutuhannya. Merujuk hal tersebut, seharusnya kebijakan relaksasi kredit, secara khusus dapat diberikan kepada peternak terdampak PMK.
PMK telah kembali mengguncang Indonesia, setelah dinyatakan bebas pada 1990. Penyakit tersebut termasuk penyakit dengan penularan sangat cepat sehingga menyebabkan kenaikan kasus hewan yang terinfeksi secara signifikan. Penyakit yang pada awal mulanya diketahui terjadi di Jawa Timur, ditetapkan sebagai wabah pada 9 Mei 2022, telah menyebar secara signifikan.
Hingga 6 September 2022 berdasarkan data resmi pada website Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), PMK dinyatakan telah tersebar di 24 provinsi, atau di 295 Kota/Kabupaten dengan total hewan terdampak sebanyak 517.991 ekor. Selain itu, terdapat dua provinsi yang menjadi suspek.
Meskipun tingkat kematian hewan akibat PMK masih di bawah 5%, namun dampak sistemik jangka panjang perlu menjadi perhatian. Dampak kerugian yang ditimbulkan akibat PMK tidak hanya pada kematian hewan, tetapi hewan terinfeksi juga mengalami penurunan produktivitas, seperti susu dan jumlah kelahiran.
Pada 14 Juli 2022lalu, Ombudsman menyatakan berdasarkan data Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) per 13 Juli 2022, sapi perah yang terinfeksi PMK di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, masing-masing mengalami penurunan produksi susu mencapai 30%, 40% dan 30%. Penurunan produksi susu tentu dapat merembet menyebabkan masalah lain, misalkan jumlah impor susu atau ketersediaan susu segar bagi industri.
Kondisi penurunan produktivitas yang dialami peternak tentu memprihatinkan, karena mereka tengah berupaya bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2020, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi hingga minus sebesar 2,07%. Sedangkan pada 2021 ekonomi mulai tumbuh sebesar 3,69%. Namun, angka tersebut tetap tergolong rendah bila dibandingkan rata-rata pada tahun sebelum merebaknya Covid-19 yang berada pada kisaran angka 5%.
Saat itu beban berat penurunan ekonomi akibat pandemi rame-rame disikapi pemerintah dan seluruh instansi terkait, salah satunya adalah keputusan pemerintah membebaskan pembayaran bunga dan penundaan pokok angsuran kredit usaha rakyat (KUR) untuk usaha yang terkena dampak Covid-19 dengan jangka waktu paling lama enam bulan.
Selanjutnya, terbit ketentuan relaksasi kredit bagi debitur perbankan maksimal setahun melalui Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 yang kemudian diubah sampai dua kali, dan akan berakhir pada 31 Maret 2023.
Lihat Juga :
tulis komentar anda