Indonesia Bertahan di Tengah Ancaman Krisis Ekonomi
Sabtu, 10 September 2022 - 07:38 WIB
Demikian juga hal dana desa yang dikucurkan sebesar Rp468 triliun untuk berbagai pembangunan di desa. Dana tersebut di antaranya untuk membangun 227.000 kilometer jalan desa yang sebenarnya masih sangat kurang karena jumlah desa di Indonesia terdapat sebanyak 74.800 desa.
Jika dihitung, rata-rata satu desa mendapat jatah pembangunan 3 kilometer jalan desa dan ini dirasa masih belum cukup untuk sarana distribusi produksi hasil pedesaan. Demikian juga pembuatan jembatan dam embung di pedesaan yang semuanya berasal dari dana desa yang tersalurkan.
Ketahanan dalam menghadapi krisis ekonomi, energi dan pangan juga diperkuat dengan hilirisasi seperti minyak sawit mentah (CPO), nikel, bauksit dengan turunannya. Termasuk pembangunan industri dari hasil alam juga dilakukan, mulai terlihat hasilnya.
Jika beberapa waktu lalu Indonesia berani menyetop ekspor bahan mentah nikel, maka berikutnya akan ada pembangunan industri turunannya seperti timah, bauksit dan tembaga.
Indonesia tidak lagi harus melakukan ekspor bahan mentah sumber alam, karena sudah dapat diolah untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor barang jadi yang tentu lebih baik dalam perkembangan ekonomi.
Sebagai contoh, nikel yang sebelumnya ekspor bahan mentah tujuh tahun lalu sebesar USD1,1 miliar, pada 2021 hasil dari industri nikel telah menyumbangkan ekspor menjadi USD20,9 miliar dengan lompatan sebesar 19 kali. Tentu saja ini sangat memberikan harapan baru juga jika kemudian hilirisasi semakin terwujud di semua sektor sumber daya alam.
Perlu juga diingat betapa sulitnya Freeport yang selalu menunda-nunda pembangunan smelter, dengan janji perpanjangan kontraknya untuk pengolahan hasil tambangnya.
Namun, sekarang setelah pemerintah mengakusisi 51% saham perusahaan tersebut, maka smelter pengolahan hasil tambang Freeport di Gresik diperluas hilirasasinya.
Bahkan, nanti setelah smelter baru di Gresik beroperasi pada 2024, akan terlihat berapa besar nilai tambah yang dihasilkan dari tambang Freeport Indonesia. Padahal, selama lebih dari 50 tahun belakangan, Indonesia hanya mampu ekspor bahan mentahnya saja.
Pertambahan kenaikan pendapatan negara, entah dari tembaga, bauksit dan timah, namun paling tidak akan mendapatkan kenaikan yang signifikan di atas USD30 miliar.
Jika dihitung, rata-rata satu desa mendapat jatah pembangunan 3 kilometer jalan desa dan ini dirasa masih belum cukup untuk sarana distribusi produksi hasil pedesaan. Demikian juga pembuatan jembatan dam embung di pedesaan yang semuanya berasal dari dana desa yang tersalurkan.
Ketahanan dalam menghadapi krisis ekonomi, energi dan pangan juga diperkuat dengan hilirisasi seperti minyak sawit mentah (CPO), nikel, bauksit dengan turunannya. Termasuk pembangunan industri dari hasil alam juga dilakukan, mulai terlihat hasilnya.
Jika beberapa waktu lalu Indonesia berani menyetop ekspor bahan mentah nikel, maka berikutnya akan ada pembangunan industri turunannya seperti timah, bauksit dan tembaga.
Indonesia tidak lagi harus melakukan ekspor bahan mentah sumber alam, karena sudah dapat diolah untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor barang jadi yang tentu lebih baik dalam perkembangan ekonomi.
Sebagai contoh, nikel yang sebelumnya ekspor bahan mentah tujuh tahun lalu sebesar USD1,1 miliar, pada 2021 hasil dari industri nikel telah menyumbangkan ekspor menjadi USD20,9 miliar dengan lompatan sebesar 19 kali. Tentu saja ini sangat memberikan harapan baru juga jika kemudian hilirisasi semakin terwujud di semua sektor sumber daya alam.
Perlu juga diingat betapa sulitnya Freeport yang selalu menunda-nunda pembangunan smelter, dengan janji perpanjangan kontraknya untuk pengolahan hasil tambangnya.
Namun, sekarang setelah pemerintah mengakusisi 51% saham perusahaan tersebut, maka smelter pengolahan hasil tambang Freeport di Gresik diperluas hilirasasinya.
Bahkan, nanti setelah smelter baru di Gresik beroperasi pada 2024, akan terlihat berapa besar nilai tambah yang dihasilkan dari tambang Freeport Indonesia. Padahal, selama lebih dari 50 tahun belakangan, Indonesia hanya mampu ekspor bahan mentahnya saja.
Pertambahan kenaikan pendapatan negara, entah dari tembaga, bauksit dan timah, namun paling tidak akan mendapatkan kenaikan yang signifikan di atas USD30 miliar.
Lihat Juga :
tulis komentar anda