Masanya Pesantren Berbenah!
Rabu, 07 September 2022 - 06:17 WIB
Karenanya saya ingin menekankan agar kebiasaan memukul
Santri/santriyah di pesantren harus dihentikan. Guru yang biasa main tangan harus berhenti mengajar. Karena pendidikan dan kekerasan adalah dua hal yang paradoks.
Selain guru atau pengajar yang biasa melakukan kekerasan, tidak jarang juga kekerasan terjadi di antara santri-santri, khususnya senior kepada junior. Biasanya hal ini terjadi karena bagian dari latihan kepemimpinan para senior diberi tugas untuk menertibkan/mengawasi santri-santri yunior.
Karena perasaan tanggung jawab sebagai Pengawas atau pengurus (OSIS) itulah timbul rasa kekuasaan yang selanjutnya menimbulkan prilaku semena-mena. Yang menjadi masalah ketika otoritas itu diberikan kepada santri tanpa pengawasan yang baik dari guru atau Kyai.
Kurangnya pengawasan itu juga biasanya berdalih mengajarkan independensi atau maturity (kedewasaan) kepada para senior di pesantren. Sebuah excuse (alasan) yang nampak masuk akal. Tapi sangat reckless (tidak berhati-hati), bahkan dangerous (berbahaya).
Pada akhirnya saya mendoakan semoga apa yang terjadi kepada seorang santri di Gontor (dan mungkin di tempat lain yang tidak terekspos) menjadi pelajaran penting bagi semua pihak untuk melakukan introspeksi. Bahkan harusnya menjadi motivasi bagi semua pesantren untuk melakukan pembenahan-pembenahan dalam segala hal.
Sehingga ke depan pesantren dapat tampil sebagai institusi pendidikan yang berkwalitas tinggi. Bahkan lebih hebat dari sekolah-sekolah Istimewa lainnya yang selama ini mendominasi dunia pendidikan di Indonesia.
Masanya berhenti mengeluh dan menyalahkan. Masanya berbenah!
New York City, 6 September 2022
Santri/santriyah di pesantren harus dihentikan. Guru yang biasa main tangan harus berhenti mengajar. Karena pendidikan dan kekerasan adalah dua hal yang paradoks.
Selain guru atau pengajar yang biasa melakukan kekerasan, tidak jarang juga kekerasan terjadi di antara santri-santri, khususnya senior kepada junior. Biasanya hal ini terjadi karena bagian dari latihan kepemimpinan para senior diberi tugas untuk menertibkan/mengawasi santri-santri yunior.
Karena perasaan tanggung jawab sebagai Pengawas atau pengurus (OSIS) itulah timbul rasa kekuasaan yang selanjutnya menimbulkan prilaku semena-mena. Yang menjadi masalah ketika otoritas itu diberikan kepada santri tanpa pengawasan yang baik dari guru atau Kyai.
Kurangnya pengawasan itu juga biasanya berdalih mengajarkan independensi atau maturity (kedewasaan) kepada para senior di pesantren. Sebuah excuse (alasan) yang nampak masuk akal. Tapi sangat reckless (tidak berhati-hati), bahkan dangerous (berbahaya).
Pada akhirnya saya mendoakan semoga apa yang terjadi kepada seorang santri di Gontor (dan mungkin di tempat lain yang tidak terekspos) menjadi pelajaran penting bagi semua pihak untuk melakukan introspeksi. Bahkan harusnya menjadi motivasi bagi semua pesantren untuk melakukan pembenahan-pembenahan dalam segala hal.
Sehingga ke depan pesantren dapat tampil sebagai institusi pendidikan yang berkwalitas tinggi. Bahkan lebih hebat dari sekolah-sekolah Istimewa lainnya yang selama ini mendominasi dunia pendidikan di Indonesia.
Masanya berhenti mengeluh dan menyalahkan. Masanya berbenah!
New York City, 6 September 2022
(ams)
Lihat Juga :
tulis komentar anda