Masanya Pesantren Berbenah!

Rabu, 07 September 2022 - 06:17 WIB
Hal lain yang memerlukan keseimbangan adalah pemahaman kepada adab menuntut ilmu yang kerap mengikuti petuah Imam Al-Gazali: “murid di hadapan gurunya bagaikan mayat”.

Pemahaman adab dengan petuah Al-Gazali ini menjadikan kreatifitas dan daya inisiatif bahkan “self development” dari santri-santriyah menjadi lambang bahkan terhambat.

Hormat kepada guru dan mereka yang dituakan itu harus. Tapi kecenderungan mengkultuskan dan mengikut tanpa reservasi adalah salah. Para ustadz, kyai, atau apapun gelar dari guru-guru agama itu tidak menjadikan mereka terlepas dari eksistensinya sebagai manusia yang boleh benar/baik atau salah/buruk.

Hal kedua yang ingin saya sampaikan adalah pentingnya melihat kembali dengan penglihatan jernih bahkan kritis berbagai aktifitas di pondok pesantren, termasuk pendekatan guru-guru dalam mengajar dan pergaulan yang terjadi di antara santri-santri atau santriyah-santriyah.

Kasus yang baru saja terjadi di pesantren Gontor seharusnya menjadikan semua melakukan introspeksi bahwa apa yang ada di pesantren “not to be taken for granted” (bukan jaminan) seolah semua di pesantren baik-baik saja. Ada hal-hal yang perlu dicermati dan harus dikoreksi jika itu memang benar adanya.

Guru-guru atau pengajar bisa menjadi guru atau pengajar yang baik bukan karena sekedar tamat pesantren. Bahkan bukan hanya karena gelar LC atau MA bahkan Dr atau PhD. Tapi memerlukan keahlian tersendiri. Dan Karenanya pesantren seharusnya perlu mengadakan pelatihan guru-guru (teachers training) dari masa ke masa untuk memastikan bahwa metode mengajar mereka sesuai dan tidak ketinggalan pesawat.

Satu hal yang biasa terjadi dan masih sering terjadi adalah pemukulan murid oleh gurunya. Biasanya pemukulan ini memakai dalil pula واضربوهن عند عشر (dan pukullah ketika berumur 10 tahun). dalam konteks mengajarkan sholat bagi anak-anak.

Pemahaman literal dengan hadits ini sangat berbahaya. Persis sama ketika memahami secara harfi tentang penyelesaian pertikaian suami-isteri (واضربوهن).

Setelah ditelusuri ternyata kata ضرب yang secara sederhana diterjemahkan dengan “pukulan” memiliki lebih dari 23 arti. Sehingga setiap penempatan kata harus disesuaikan dengan konteks yang sesuai.

Dalam konteks pendidikan kata “ضرب" ini dapat diterjemahkan dengan kata “hukuman”. Karena memang pendidikan itu perlu dua sisi “reward” dan “punishment”. Walaupun yang kita pahami dalam Islam bahwa “tabsyiir” atau reward selalu dikedepankan.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More