Investigasi Kecelakaan Maut Truk BBM Cibubur
Rabu, 20 Juli 2022 - 19:50 WIB
Perusahaan angkutan harus menerapkan safety management system yang meliputi operasional kendaraan, maintenance, dan juga manajemen perusahaan. Perusahaan dilarang menugaskan pengemudi lanjut usia (lansia). Serta menyediakan pengemudi pengganti untuk rute antarkota yang waktu mengemudi per-harinya lebih dari 8 jam.
Faktor teknis penyebab kecelakaan angkutan berat sebagian besar disebabkan oleh tidak berfungsinya sistem pengereman. Kebanyakan kendaraan sekarang memakai sistem pengereman pneumatic-hydraulic (tekanan angin/kombinasi fluida).
Sistem di atas acap kali mengalami kegagalan fungsi akibat komponen yang tidak standar. Itu menyebabkan terjadinya retak rambut pada tromol. Standar celah jarak antara kampas dengan tromol yang normal adalah sebesar 0,7 milimeter. Kecelakaan bisa terjadi jika celah melebihi 2,5 milimeter. Adanya celah yang cukup besar antara tromol dengan kampas rem bisa mengakibatkan masalah. Ketika pedal rem diinjak akan menyebabkan banyaknya discharge berlebihan dari sistem pengereman yang dilakukan. Akibatnya untuk durasi pengereman yang dilakukan terlalu lama, akan menurunkan daya cengkram rem.
Mentalitas dan Kompetensi Sopir
Sopir truk BBM yang notabene adalah pekerja sektor transportasi bisa dikatakan telah melakukan pengendaraan progresif yang telah menyebabkan kecelakaan maut. Perilaku pengemudi truk seperti di atas merupakan indikasi rendahnya mentalitas dan disiplin di jalan. Kondisi angkutan darat kini diwarnai oleh awak kendaraan yang kompetensinya masih rendah dan emosinya kurang stabil.
Masyarakat ingin agar pengemudi yang ceroboh dan ugal-ugalan yang dapat membahayakan pihak lain dihukum seberat-beratnya agar ada efek jera.
Pengemudi angkutan barang dan penumpang kebanyakan menjadi faktor utama human error. Perlu solusi untuk membenahi mentalitas dan kompetensi para pekerja transportasi.
Mereka itu kebanyakan berpendidikan rendah dan tidak mendapatkan pelatihan yang memadai. Sehubungan dengan seringnya kecelakaan maut, mestinya pemerintah secara tegas menerapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya.
Perlu dicatat, di dalam Pasal 254, Ayat (1) UU tersebut berbunyi, ”Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan dan pelatihan bagi tenaga mekanik dan pengemudi”.
Namun, hingga kini belum ada program yang efektif untuk menerapkan pasal di atas. Sosialisasi pasal pidana terhadap pelanggaran lalu lintas harus tegas menyatakan bahwa kematian yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas merupakan peristiwa pembunuhan. Persepsi masyarakat yang selama ini menyatakan bahwa kematian di atas akibat pelanggaran biasa harus diluruskan.
Faktor teknis penyebab kecelakaan angkutan berat sebagian besar disebabkan oleh tidak berfungsinya sistem pengereman. Kebanyakan kendaraan sekarang memakai sistem pengereman pneumatic-hydraulic (tekanan angin/kombinasi fluida).
Sistem di atas acap kali mengalami kegagalan fungsi akibat komponen yang tidak standar. Itu menyebabkan terjadinya retak rambut pada tromol. Standar celah jarak antara kampas dengan tromol yang normal adalah sebesar 0,7 milimeter. Kecelakaan bisa terjadi jika celah melebihi 2,5 milimeter. Adanya celah yang cukup besar antara tromol dengan kampas rem bisa mengakibatkan masalah. Ketika pedal rem diinjak akan menyebabkan banyaknya discharge berlebihan dari sistem pengereman yang dilakukan. Akibatnya untuk durasi pengereman yang dilakukan terlalu lama, akan menurunkan daya cengkram rem.
Mentalitas dan Kompetensi Sopir
Sopir truk BBM yang notabene adalah pekerja sektor transportasi bisa dikatakan telah melakukan pengendaraan progresif yang telah menyebabkan kecelakaan maut. Perilaku pengemudi truk seperti di atas merupakan indikasi rendahnya mentalitas dan disiplin di jalan. Kondisi angkutan darat kini diwarnai oleh awak kendaraan yang kompetensinya masih rendah dan emosinya kurang stabil.
Masyarakat ingin agar pengemudi yang ceroboh dan ugal-ugalan yang dapat membahayakan pihak lain dihukum seberat-beratnya agar ada efek jera.
Pengemudi angkutan barang dan penumpang kebanyakan menjadi faktor utama human error. Perlu solusi untuk membenahi mentalitas dan kompetensi para pekerja transportasi.
Mereka itu kebanyakan berpendidikan rendah dan tidak mendapatkan pelatihan yang memadai. Sehubungan dengan seringnya kecelakaan maut, mestinya pemerintah secara tegas menerapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya.
Perlu dicatat, di dalam Pasal 254, Ayat (1) UU tersebut berbunyi, ”Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan dan pelatihan bagi tenaga mekanik dan pengemudi”.
Namun, hingga kini belum ada program yang efektif untuk menerapkan pasal di atas. Sosialisasi pasal pidana terhadap pelanggaran lalu lintas harus tegas menyatakan bahwa kematian yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas merupakan peristiwa pembunuhan. Persepsi masyarakat yang selama ini menyatakan bahwa kematian di atas akibat pelanggaran biasa harus diluruskan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda