Menimbang Roadmap Kebijakan Industri Hasil Tembakau
Senin, 13 Juni 2022 - 07:28 WIB
Kenaikan cukai rokok bertujuan mendukung tercapainya target penerimaan cukai rokok 2022 sebesar Rp193 triliun, serta menekan prevalensi perokok dewasa hingga 32,3–32,4% dan prevalensi perokok anak-anak dan remaja turun menjadi 8,8 – 8,9%.
Prioritas Kebijakan IHT
Dualisme kepentingan kebijakan Industri Hasil Tembakau (IHT) terlihat dalam optimalisasi penerimaan yang dibalut dalam fungsi budgetair. Pada bagian lain, terdapat upaya pengendalian eksternal melalui fungsi regulerend, termasuk perlindungan aspek ketenagakerjaan dalam rangka mengurangi angka pengangguran dan hingga pengendalian peredaran rokok illegal.
Pilar-pilar kebijakan tersebut merupakan acuan yang patut dipertimbangkan secara berimbang dalam memutuskan kebijakan cukai tembakau. Meski tak mudah untuk mengampu berbagai kepentingan, sampai menghasilkan kebijakan yang baik.
Jika diperhatikan, kebijakan kenaikan tarif cukai tembakau masih lebih banyak menitikberatkan pada sisi penerimaan. Realisasi penerimaan cukai, hampir setiap tahunnya selalu tercapai sesuai target yang ditetapkan dalam APBN.
Bahkan, pencapaian tertinggi kontribusi penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) berhasil ditorehkan pada 2020 ketika volume produksi IHT turun signifikan hingga minus 10% dan kala itu Indonesia berada dalam jurang resesi ekonomi akibat pandemi. Sementara, kontribusi CHT terhadap total penerimaan nasional mengalami kenaikan hingga 13% terhadap total penerimaan negara.
Bagi konsumen, kenaikan tarif cukai, setidaknya dalam tiga tahun terakhir, berhasil mendorong capaian target angka prevalensi perokok usia dini (10-18 tahun) yang tertulis dalam RPJMN 2019-2024 sebesar 8,7%.
Pada perkembangannya kini, data menunjukkan bahwa presentase penduduk merokok usia dini (10-18 tahun) telah mengalami penurunan signifikan dari 7,2% (2013) menjadi 3,8% (2020) (BPS, 2020). Capaian tersebut merupakan buah dari penantian panjang setelah melewati tren kenaikan signifikan angka prevalensi merokok usia dini sejak 2013 hingga 2018.
Di sisi lain, dari sisi produsen, kenaikan tarif cukai yang terus terjadi di setiap tahun berdampak produksi IHT dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (2021), sejak 2014 volume produksi IHT terus mengalami penurunan.
Bahkan, pada tahun 2020, IHT mengalami penurunan volume produksi rokok terbesar dalam delapan tahun terakhir, yakni hingga -10%. Tren penurunan volume produksi tersebut selanjutnya disambut dengan kian banyaknya pabrikan rokok yang gulung tikar.
Prioritas Kebijakan IHT
Dualisme kepentingan kebijakan Industri Hasil Tembakau (IHT) terlihat dalam optimalisasi penerimaan yang dibalut dalam fungsi budgetair. Pada bagian lain, terdapat upaya pengendalian eksternal melalui fungsi regulerend, termasuk perlindungan aspek ketenagakerjaan dalam rangka mengurangi angka pengangguran dan hingga pengendalian peredaran rokok illegal.
Pilar-pilar kebijakan tersebut merupakan acuan yang patut dipertimbangkan secara berimbang dalam memutuskan kebijakan cukai tembakau. Meski tak mudah untuk mengampu berbagai kepentingan, sampai menghasilkan kebijakan yang baik.
Jika diperhatikan, kebijakan kenaikan tarif cukai tembakau masih lebih banyak menitikberatkan pada sisi penerimaan. Realisasi penerimaan cukai, hampir setiap tahunnya selalu tercapai sesuai target yang ditetapkan dalam APBN.
Bahkan, pencapaian tertinggi kontribusi penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) berhasil ditorehkan pada 2020 ketika volume produksi IHT turun signifikan hingga minus 10% dan kala itu Indonesia berada dalam jurang resesi ekonomi akibat pandemi. Sementara, kontribusi CHT terhadap total penerimaan nasional mengalami kenaikan hingga 13% terhadap total penerimaan negara.
Bagi konsumen, kenaikan tarif cukai, setidaknya dalam tiga tahun terakhir, berhasil mendorong capaian target angka prevalensi perokok usia dini (10-18 tahun) yang tertulis dalam RPJMN 2019-2024 sebesar 8,7%.
Pada perkembangannya kini, data menunjukkan bahwa presentase penduduk merokok usia dini (10-18 tahun) telah mengalami penurunan signifikan dari 7,2% (2013) menjadi 3,8% (2020) (BPS, 2020). Capaian tersebut merupakan buah dari penantian panjang setelah melewati tren kenaikan signifikan angka prevalensi merokok usia dini sejak 2013 hingga 2018.
Di sisi lain, dari sisi produsen, kenaikan tarif cukai yang terus terjadi di setiap tahun berdampak produksi IHT dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (2021), sejak 2014 volume produksi IHT terus mengalami penurunan.
Bahkan, pada tahun 2020, IHT mengalami penurunan volume produksi rokok terbesar dalam delapan tahun terakhir, yakni hingga -10%. Tren penurunan volume produksi tersebut selanjutnya disambut dengan kian banyaknya pabrikan rokok yang gulung tikar.
tulis komentar anda