Menimbang Roadmap Kebijakan Industri Hasil Tembakau
Senin, 13 Juni 2022 - 07:28 WIB
Data menunjukan bahwa penurunan jumlah pabrikan rokok terus terjadi, di mana pada 2007 jumlah pabrikan rokok mencapai 4.793 unit namun pada 2019 hanya tersisa 767 pabrikan rokok. Dengan kata lain, hanya tinggal kurang dari 16% saja dari jumlah pabrikan rokok di tahun 2007 yang mampu bertahan sampai saat ini.
Meski dari sisi jumlah volume produksi turun, namun justru diikuti oleh berkembangnya peredaran rokok ilegal yang notabene tidak membayar cukai. Ini sejalan dengan sejumlah penelitian yang mengungkapkan bahwa kenaikan tarif cukai dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap peredaran rokok ilegal.
Pemicunya, perokok dengan pendapatan yang lebih rendah cenderung untuk membeli rokok ilegal sebagai kompensasi atas kenaikan harga rokok akibat kenaikan tarif cukai. Kenaikan tarif cukai tembakau yang terus menerus terjadi menyebabkan daya beli masyarakat Indonesia terhadap rokok legal semakin menurun. Sehingga para perokok tersebut akan beralih pada rokok ilegal untuk dapat tetap megkonsumsi rokok dengan harga terjangkau.
Kebijakan Berkeadilan
Keberlangsungan industri dalam negeri menjadi pertimbangan mengingat besarnya multiplier effect yang dimiliki IHT di sektor ekonomi, sejarah keberadaan IHT di Indonesia, serta peran industri dalam mendukung program pembangunan nasional. Artinya, di tengah banyaknya kepentingan yang ada, pemerintah perlu memperhatikan berbagai sisi kepentingan yang ada didalam mendisain kebijakan IHT.
Guna mencapai kebijakan yang berkeadilan di tengah berbagai ego kepentingan dalam IHT, maka penyusunan peta jalan (roadmap) yang komprehensif dengan mempertimbangkan aspek kesehatan, ekonomi, pendapatan negara, tenaga kerja, pertanian, serta menjaga kelestarian budaya mendesak untuk segera dilakukan pemerintah. Adanya peta jalan yang disepakati bersama, termasuk oleh DPR akan memberikan kepastian mau dibawa ke mana IHT ke depan.
Pada jangka panjang, untuk menjaga penerimaan negara, pemerintah perlu segera menetapkan alternatif Barang Kena Cukai (BKC) agar tidak terus bertumpu pada penerimaan cukai hasil tembakau. Target penerimaan cukai yang terus tumbuh setiap tahun tanpa diiringi dengan ekstensifikasi barang kena cukai hanya akan merugikan sektor tertentu.
Dibandingkan dengan berbagai negara di dunia lainnya, Indonesia masih tergolong dalam negara yang extemely narrow coverage dalam pengenaan cukai. Oleh sebab itu, perluasan objek (ekstensifikasi) cukai perlu ditambah untuk meningkatkan pengendalian produk berbahaya sekaligus mendorong peningkatan penerimaan negara.
Kebijakan-kebijakan terkait cukai IHT ke depan diharapkan dapat lebih memberikan rasa keadilan dan kepastian dari berbagai pihak yang terlibat, di antaranya dari sisi kesehatan, penerimaan, industri, tenaga kerja, pertanian, hingga peredaran rokok ilegal demi tercapainya kesejahteraan bersama. Semoga.
Meski dari sisi jumlah volume produksi turun, namun justru diikuti oleh berkembangnya peredaran rokok ilegal yang notabene tidak membayar cukai. Ini sejalan dengan sejumlah penelitian yang mengungkapkan bahwa kenaikan tarif cukai dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap peredaran rokok ilegal.
Pemicunya, perokok dengan pendapatan yang lebih rendah cenderung untuk membeli rokok ilegal sebagai kompensasi atas kenaikan harga rokok akibat kenaikan tarif cukai. Kenaikan tarif cukai tembakau yang terus menerus terjadi menyebabkan daya beli masyarakat Indonesia terhadap rokok legal semakin menurun. Sehingga para perokok tersebut akan beralih pada rokok ilegal untuk dapat tetap megkonsumsi rokok dengan harga terjangkau.
Kebijakan Berkeadilan
Keberlangsungan industri dalam negeri menjadi pertimbangan mengingat besarnya multiplier effect yang dimiliki IHT di sektor ekonomi, sejarah keberadaan IHT di Indonesia, serta peran industri dalam mendukung program pembangunan nasional. Artinya, di tengah banyaknya kepentingan yang ada, pemerintah perlu memperhatikan berbagai sisi kepentingan yang ada didalam mendisain kebijakan IHT.
Guna mencapai kebijakan yang berkeadilan di tengah berbagai ego kepentingan dalam IHT, maka penyusunan peta jalan (roadmap) yang komprehensif dengan mempertimbangkan aspek kesehatan, ekonomi, pendapatan negara, tenaga kerja, pertanian, serta menjaga kelestarian budaya mendesak untuk segera dilakukan pemerintah. Adanya peta jalan yang disepakati bersama, termasuk oleh DPR akan memberikan kepastian mau dibawa ke mana IHT ke depan.
Pada jangka panjang, untuk menjaga penerimaan negara, pemerintah perlu segera menetapkan alternatif Barang Kena Cukai (BKC) agar tidak terus bertumpu pada penerimaan cukai hasil tembakau. Target penerimaan cukai yang terus tumbuh setiap tahun tanpa diiringi dengan ekstensifikasi barang kena cukai hanya akan merugikan sektor tertentu.
Dibandingkan dengan berbagai negara di dunia lainnya, Indonesia masih tergolong dalam negara yang extemely narrow coverage dalam pengenaan cukai. Oleh sebab itu, perluasan objek (ekstensifikasi) cukai perlu ditambah untuk meningkatkan pengendalian produk berbahaya sekaligus mendorong peningkatan penerimaan negara.
Kebijakan-kebijakan terkait cukai IHT ke depan diharapkan dapat lebih memberikan rasa keadilan dan kepastian dari berbagai pihak yang terlibat, di antaranya dari sisi kesehatan, penerimaan, industri, tenaga kerja, pertanian, hingga peredaran rokok ilegal demi tercapainya kesejahteraan bersama. Semoga.
(ynt)
tulis komentar anda