Peneliti Prediksi Pandemi Corona Mereda Juni Mendatang
Kamis, 23 April 2020 - 16:21 WIB
Dengan kata lain, program self isolation, social distancing, penggunaan masker, cuci tangan menggunakan sabun, dan penggunaan hand sanitizer yang sedang digalakkan pemerintah telah masuk dalam model ini.
Proses pemantauan ini sebenarnya memiliki batasan tertentu, karena data yang dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah setiap harinya boleh jadi masih menyisakan orang-orang yang tidak atau belum terdeteksi.
Beberapa batasan lain, yaitu bahwa model ini tidak dapat menentukan ODP dan PDP secara spesifik. Model juga tidak memperhitungkan kejadian reinfeksi virus, dampak sosial pandemi akibat kebijakan pemerintah, dan pengaruh budaya masyarakat dalam merespons keadaan darurat Covid-19.
Analisis yang dirancang Visi bukan tanpa alasan. Sejak kemunculannya di China pada Desember 2019, virus SARS-Cov Tipe 2 penyebab penyakit yang secara resmi disebut WHO sebagai Covid-19 ini telah menjadi pandemi.
Di Indonesia, sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020, data individu terpapar terus meningkat.
Per 22 April 2020, jumlah temuan positif Covid-19 mencapai 7.418 kasus atau bertambah 283 kasus baru yang terkonfirmasi dari pemeriksaan menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR).
Dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah meninggal dunia mencapai 635 orang dan 913 pasien dinyatakan sembuh. Sementara, jumlah orang dalam pemantauan (ODP) bertambah 7.241, menjadi 193.571 orang. Sedangkan akumulasi pasien dalam pengawasan (PDP) mencapai 17.754, atau bertambah 1.091 dari data satu hari sebelumnya.
Selain angka yang dipaparkan BNPB, terdapat kekhawatiran potensi kasus yang lebih besar disebabkan adanya temuan asimtomatik atau orang tanpa gejala. Hal ini mengindikasikan penyebaran virus bersifat sulit terdeteksi dan tidak terkendali.
Widyar Rahman menyebut fenomena ini sebagai alarm urgensi pendekatan model sistem dinamik. Dia menilai pengujian model ini bisa memenuhi kebutuhan pengetahuan akan pola sebaran yang prediktif terhadap wabah ini di Indonesia.
“Jumlah individu meninggal akibat virus ini dipengaruhi laju mortalitas yang diperkirakan berkisar di angka 5,8 persen berdasarkan pemodelan. Tingginya persentase ini sekaligus menunjukkan ada potensi jumlah kasus positif yang jauh lebih besar dibandingkan data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah,” kata Direktur Riset Visi, Nugroho Pratomo.
Proses pemantauan ini sebenarnya memiliki batasan tertentu, karena data yang dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah setiap harinya boleh jadi masih menyisakan orang-orang yang tidak atau belum terdeteksi.
Beberapa batasan lain, yaitu bahwa model ini tidak dapat menentukan ODP dan PDP secara spesifik. Model juga tidak memperhitungkan kejadian reinfeksi virus, dampak sosial pandemi akibat kebijakan pemerintah, dan pengaruh budaya masyarakat dalam merespons keadaan darurat Covid-19.
Analisis yang dirancang Visi bukan tanpa alasan. Sejak kemunculannya di China pada Desember 2019, virus SARS-Cov Tipe 2 penyebab penyakit yang secara resmi disebut WHO sebagai Covid-19 ini telah menjadi pandemi.
Di Indonesia, sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020, data individu terpapar terus meningkat.
Per 22 April 2020, jumlah temuan positif Covid-19 mencapai 7.418 kasus atau bertambah 283 kasus baru yang terkonfirmasi dari pemeriksaan menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR).
Dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah meninggal dunia mencapai 635 orang dan 913 pasien dinyatakan sembuh. Sementara, jumlah orang dalam pemantauan (ODP) bertambah 7.241, menjadi 193.571 orang. Sedangkan akumulasi pasien dalam pengawasan (PDP) mencapai 17.754, atau bertambah 1.091 dari data satu hari sebelumnya.
Selain angka yang dipaparkan BNPB, terdapat kekhawatiran potensi kasus yang lebih besar disebabkan adanya temuan asimtomatik atau orang tanpa gejala. Hal ini mengindikasikan penyebaran virus bersifat sulit terdeteksi dan tidak terkendali.
Widyar Rahman menyebut fenomena ini sebagai alarm urgensi pendekatan model sistem dinamik. Dia menilai pengujian model ini bisa memenuhi kebutuhan pengetahuan akan pola sebaran yang prediktif terhadap wabah ini di Indonesia.
“Jumlah individu meninggal akibat virus ini dipengaruhi laju mortalitas yang diperkirakan berkisar di angka 5,8 persen berdasarkan pemodelan. Tingginya persentase ini sekaligus menunjukkan ada potensi jumlah kasus positif yang jauh lebih besar dibandingkan data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah,” kata Direktur Riset Visi, Nugroho Pratomo.
Lihat Juga :
tulis komentar anda